Mohon tunggu...
Ahmad Sulton Ghozali
Ahmad Sulton Ghozali Mohon Tunggu... Penulis - sudah manis, senang menulis

buku terbaru: kumpulan puisi Tiada Palung Sedalam Matamu (2024) | asghozali.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Sekilas Mengamati Syair Nasihat melalui Sudut Pandang Filologi

1 Desember 2024   21:53 Diperbarui: 13 Desember 2024   20:30 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Syair Nasihat adalah salah satu naskah klasik yang tersimpan dalam arsip Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Sesuai judulnya, naskah klasik tersebut berisi nasihat dan dorongan untuk hidup sesuai dengan kewajiban dan perintah Tuhan. Terdapat catatan waktu naskah klasik tersebut yang ditulis di halaman terakhir, yaitu pada malam jumat bulan Syaban 1273 Hijriah atau tanggal  15 April 1857 Masehi. Hal tersebut menandakan penanda waktu ketika naskah klasik tersebut ditulis telah menggunakan perhitungan hijriah dengan berbahasa Arab serta penanggalan masehi seperti yang digunakan saat ini.

Di awal halaman, terdapat catatan yang ditulis dengan aksara latin dan berbahasa Belanda. Catatan tersebut tidak dapat terbaca dengan jelas seluruhnya, tetapi dapat dibaca catatan tersebut menunjukkan keterangan tempat di Batavia (Jakarta, saat ini). Terdapat pula keterangan nomor 232 dan waktu, yaitu pada tanggal 21 April 1857. Tanggal tersebut tepat berjarak enam hari setelah naskah Syair Hikayat tersebut selesai ditulis. Belum dapat diketahui isi catatan tersebut karena tulisan yang sudah memudar dan tidak dapat dibaca secara jelas. Hal tersebut tetap menandakan bahwa pada masa tersebut bangsa Belanda juga sudah berada di wilayah Nusantara, meskipun hanya terlihat dari bahasa Belanda di catatan awal dan mempengaruhi sistem penanggalan yang digunakannya.

Teks di dalam Syair Nasihat menggunakan bentuk puisi lama, yaitu pantun yang ditulis secara bersambung. Penulisan pantun tersebut tidak dikelompokkan secara 4 baris per bait, melainkan terbagi dalam dua kolom yang berbeda. Urutan pembacaan pantun tersebut dimulai dari atas kolom sebelah kanan pembaca, kemudian sebelah kirinya, berlanjut ke baris dibawahnya di bagian kanan kolom, dan seterusnya. Setiap dua baris yang terdapat dalam dua kolom tersebut dihitung sebagai satu bait. Pembacaan syair tersebut dimulai dari sebelah kanan mengikuti cara penulisan aksara arab dari sebelah kanan. Setelah mengalami transliterasi ke dalam sistem aksara alfabet, pembacaan teks naskah tersebut menyesuaikan cara kepenulisannya yang dimulai dari kolom sebelah kiri pembaca.

Bahasa Melayu yang digunakan dalam Syair Nasihat tidak jauh berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan saat ini, kecuali beberapa kata yang berasal dari kosakata bahasa Arab. Naskah klasik tersebut menyesuaikan bentuk syair dengan laras sastra dan akhiran berima (a-a-a-a) untuk penanda bait dan menambah nilai keindahannya sebagai sebuah karya sastra. Anjuran membaca syair tersebut juga tertulis di dalam bait-baitnya, yaitu dengan suara yang keras dan dilagukan agar terhibur bagi orang yang mendengarnya. Ajaran yang disampaikan juga menggunakan penggambaran dengan cerita-cerita, seperti cerita tentang ikan-ikan yang ditulis di bagian tengah halaman naskah tersebut.

Penulis tidak menyertakan namanya dalam naskah klasik tersebut, tetapi menyebut dirinya sendiri dengan sebutan "fakir". Sebutan tersebut menandakan bahwa penulis menggambarkan dirinya sendiri dengan kerendahan hati. Keutamaan nasihat yang dijabarkan dalam syair tersebut berasal dari ajaran agama Islam yang dipegangnya, bukan dari pikirannya sendiri. Penulis juga mengakui akan kekurangan yang terdapat dalam naskah tersebut, tetapi menegaskan bahwa karangannya tersebut baru pada masa tersebut dan tidak meniru. Syair Nasihat menjadi salah satu wujud dari media tulisan yang digunakan untuk kepentingan dakwah selama sejarah penyebaran agama Islam di Indonesia.

Agama Islam menjadi pedoman utama dalam ujaran yang disampaikan dalam Syair Nasihat. Unsur keagamaan tersebut dapat terlihat dalam penggunaan ujaran Bismillah untuk awal teks dan Alhamdulillah untuk penutupnya. Nama Allah subhanahuwwata'ala dan Nabi Muhammad juga turut digunakan dalam naskah klasik tersebut. Beberapa ujaran yang tertulis dalam bahasa arab juga menandakan bahwa naskah klasik tersebut mendapat pengaruh dari kebudayaan Arab yang merujuk agama Islam. Di dalam isi teks naskah klasik tersebut juga telah mengenal nama-nama daerah seperti Jawa, Malaya, Bali, Cina, dan sebagainya.

Melalui kajian filologi, Syair Nasihat dapat digunakan sebagai alat bantu dalam mempelajari sejarah di Nusantara. Bahasa Melayu yang masih digunakan dalam naskah klasik tersebut menandakan penyebaran agama Islam telah memasuki wilayah Nusantara dengan menggunakan kebudayaan Melayu. Unsur barat seperti penggunaan sistem penanggalan Masehi dalam naskah tersebut juga berfungsi menjadi bukti dari pengaruh bangsa Belanda juga telah mempengaruhi kehidupan masyarakat Nusantara pada saat itu.

Sebagai kesimpulan, naskah klasik seperti Syair Nasihat adalah warisan kekayaan dari kebudayaan Nusantara. Susunan kalimat yang masih dapat dipahami oleh penutur bahasa Indonesia menjadi bukti keterkaitan budaya yang terjalin dalam naskah tersebut. Hal tersebut juga menandakan bahwa bentuk kebudayaan Indonesia saat ini tidak terlepas dari unsur kebudayaan lain yang terdapat dalam naskah tersebut. Syair Nasihat tidak hanya memuat budaya Melayu, tetapi juga beberapa unsur budaya lain, seperti Arab dan Barat. Perpaduan tersebut terlihat dari segi bahasa, perhitungan waktu, dan nilai religi yang dibawakannya. Naskah tersebut juga menjadi salah satu naskah klasik Melayu yang turut membangun sistem bahasa Indonesia hingga sampai kepada saat ini.

Syair Nasihat juga menjadi alat bantu dalam meneliti kondisi yang terjadi pada masa naskah tersebut ditulis. Beberapa unsur kebudayaan yang terlihat dalam naskah tersebut menjadi bukti untuk ilmu sejarah yang terjadi, khususnya dalam penyebaran agama Islam di Indonesia. Bahasa Melayu yang digunakan menjadi bukti jalur penyebaran agama Islam melalui budaya Melayu yang beradaptasi hingga dapat diterima oleh masyarakat Nusantara. Catatan berbahasa Belanda yang ditulis di halaman awal juga menjadi bukti kehadiran bangsa Belanda di daerah tersebut, bahkan telah mempengaruhi sistem penanggalan dalam kehidupan masyarakat seperti di dalam literasi yang digunakannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun