Dalam bahasa Indonesia, terdapat berbagai jenis kalimat yang digunakan dalam keseharian. Berdasarkan tujuannya, kalimat biasanya terbagi untuk menyatakan, mempertanyakan, atau meminta melakukan sesuatu. Jenis kalimat yang bertujuan untuk meminta sesuatu ini disebut juga dengan kalimat perintah (imperatif). Tanpa disadari, kita lebih sering berurusan dengan kalimat ini, khususnya dalam bentuk perintah ajakan. Entah berhasil atau tidak, kalimat imperatif memiliki ciri-ciri tersendiri, salah satunya adalah menggunakan kata ajakan, seperti "ayo, "sila", dan "mari". Secara sekilas, kata "ayo" terkesan lebih santai, sementara "sila" dan "mari" terkesan lebih formal dan sopan. Keduanya juga tampak sama-sama memiliki makna untuk mengajak, namun terdapat perbedaannya antara keduanya jika dilihat lebih mendalam.Â
Kata "sila" biasa digunakan juga sebagai "silakan" (bukan "silahkan") dalam kalimat perintah. Ketika mendengarnya, hal pertama yang ditangkap adalah kesan yang sangat halus dan sopan. Jika mendengarnya sambil memejamkan mata, akan terbayang menjadi anggota bangsawan yang sedang diarahkan oleh abdi dalem Keraton, misalnya "Silakan, Ndoro."
Sebenarnya, kesan tersebut juga sebenarnya tidak aneh. Menurut KBBI, lema kata tersebut akan mengarah ke kata menyilakan yang bermakna "minta, baik untuk menyuruh, mengajak, dan mengundang dengan hormat supaya menuruti maksud penuturnya." Masalahnya, apakah dengan kesan hormat akan cukup untuk menarik kesediaan penerimanya? Mungkin saja cukup, mungkin juga belum cukup.
Sementara itu, coba bayangkan ketika mendengar kata "mari". Anda tidak sendiri jika yang terbayang justru karakter Dora yang mengajakmu berpetualang atau hal-hal yang terkesan asik lainnya. Tentu bukan hanya saya seorang yang langsung terbayang dengan kartun masa kecil tersebut, bukan? Barangkali, saya memang merindukan tayangan televisi pada hari minggu saat masa kecil dahulu.Â
Supaya perbandingannya seimbang, tidak ada salahnya mengintip KBBI lagi. Kata "mari" didefinisikan sebagai "kata seru untuk menyatakan ajakan". Bisa juga disamakan dengan kata "ayo". Sebagai kata seru, kata "mari" memang terdengar kurang halus daripada kesan dari kata "sila" sebelumnya. Akan tetapi, kata "mari" justru terdengar lebih mantap sebagai ajakan yang bersemangat. Oleh karena itu, tak salah juga jika kesan asyik juga melekat dengan kata tersebut.
Apa Perbedaan Antara Sila dan Mari?
Setelah pembedahan kecil-kecilan dengan KBBI tadi, setidaknya dapat ditangkap juga perbandingan dasar akan kedua kata tersebut. Kata "sila" terdengar lebih halus dan sopan, sementara kata "mari" terdengar lebih asyik dan bersemangat. Jika langsung menarik kesimpulan bahwa kata "sila" lebih cocok untuk mengajak, maka jangan terburu-buru.
Mari mencoba menempatkan diri sendiri sebagai penerimanya. Kata "sila" memang lebih sopan terdengar. Akan tetapi, bukankah terasa bahwa kita seolah hanya akan melakukannya sendiri saja? Tidak ada yang menemani. Hanya berjalan sendiri di jalan yang sudah diberikan arahnya, misalnya seperti "Silakan beli ini, kemudian silakan keluarkan uang segini". Bukankah tidak ada rasa yang paling ingin dihindari kecuali kesepian? Ah, mohon maaf jika sedikit merusak suasana bagi para pejuang asmara.
Berbeda dengan kata "mari" yang terkesan kurang halus, tetapi timbul rasa kebersamaan ketika mendengarkannya. Pendengar tidak melakukannya sendiri, melainkan dilindungi payung serasa dan sepenanggungan. Melakukannya dengan bersama tentu memerlukan rasa semangat. Maka, tak jarang kata tersebut hadir dalam suasana perjuangan, seperti "Mari, Bung rebut kembali!" atau "Mari kita menua bersama". Begitulah kiranya.
Oleh karena itu, kata "mari" juga tidak kalah efektif jika digunakan dalam kalimat ajakan yang sesuai dengan konteksnya. Misalnya, menggunakan kata tersebut dalam lingkup anak muda. Mereka tentu membutuhkan semangat tinggi dalam jalan kehidupannya yang masih panjang. Kata "mari" juga dapat digunakan dalam kebutuhan secara umum, seperti layanan masyarakat. Dengan kesan sedikit lebih sopan daripada kata "ayo:, niat untuk mengajak dan ingin melakukan kegiatan yang dimaksud secara masif tetap dapat sampai kepada para pendengarnya.
Apakah berarti kata "mari" lebih baik daripada kata "sila"? Tentu tidak. Lagi dan lagi, kesimpulan dari perbandingan ini adalah perlunya digarisbawahi bahwa setiap kata akan mengeluarkan potensi terbesarnya dalam penggunaannya yang tepat dan efektif. Pembahasan ini tentu hanya menyentuh permukaan saja. Jika para pembaca justru memiliki penilaian berbeda, tidak masalah. Sila mengutarakannya dengan argumen yang lebih kuat. Setidaknya, tercapai sudah tujuan penjelasan ini untuk membahas hal-hal menarik tentang bahasa. Memang tidak akan sederhana lagi menggunakannya, tetapi tidak menakutkan pula untuk menyelaminya. Tidak perlu takut atau khawatir setelahnya. Bukankah saya juga sudah menggunakan kedua kata tersebut sedari tadi?Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI