Mohon tunggu...
Ahmad Subandi
Ahmad Subandi Mohon Tunggu... profesional -

aku mempunyai cara hidupku sendiri. aku mempunyai idealismeku sendiri. aku mempunyai pandanganku sendiri. aku tau mana yang BENAR dan mana yang SALAH. aku akan melakukan segala sesuatunya dengan dasar kebebasan. akulah yang akan menanggung semua resikonya. akulah yang akan bertanggung jawab atas semua ini. aku percaya bahwa aku mampu melakukan segalanya karena Allah SWT...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Protes!!! Adalah Tugas Mahasiswa

7 Oktober 2010   19:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:37 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lama sekali saya tidak melihat sebuah gerakan mahasiswa yang berkesan efektif, berskala masif, dan punya daya gedor yang bersifat nasional. Hampir 11 tahun, karena terakhir mungkin peristiwa kejatuhan Soeharto pada Mei 1998 yang bisa dicatat dalam tinta sejarah sebagai gerakan mahasiswa yang bercirikan hal di atas. Apa yang sebenarnya terjadi pada gerakan mahasiswa kita?

Berbagai macam isu kekinian yang mestinya mampu menggerakkan mahasiswa untuk bergerak seolah pudar. Kasus lumpur Lapindo sepi dari gerakan mahasiswa yang militan dan tangguh. Padahal dampak dari kasus tersebut tak ubahnya nasib penduduk Kedungombo yang terusir paksa di era Orde Baru demi sebuah waduk. Meski terusir, tapi mereka tetap mendapat “dampingan” yang lumayan kuat dari para mahasiswa saat itu.

Tak beda dengan itu adalah isu makelar kasus di ranah hukum negeri ini, kasus cicak vs buaya, dan terakhir skandal dana talangan Bank Century yang seperti jauh dari penglihatan kaum mahasiswa kita. Kasus-kasus itu seperti tidak “menarik” bagi mahasiswa kita untuk mengolah dan memproduksinya sebagai isu besar bagi basis pergerakannya.

Entah, saya tidak tahu kenapa. Namun, kaum mahasiswa kita seharusnya tidak melupakan pesan Theoder Geiger, seorang sosiolog paripurna asal Jerman yang hidup di awal abad ke-20. Kata Geiger, sebagai kaum muda terpelajar, tugas mahasiswa adalah berfungsi kritis terhadap pihak yang berkuasa. Karenanya, mahasiswa harus senantiasa mengambil jarak dengan setiap kebijakan politik pemerintah sebagai bagian dari pertumbuhan intelektualnya.

Geiger tidak keliru. Faktanya, sejarah mencatat bahwa pergerakan mahasiswa selalu berfungsi sebagai kekuatan korektif dan pencetus kesadaran masyarakat luas akan problema yang ada. Terlepas dari konsep pemaknaan kaum mahasiswa sebagai wakil dari kenyataan demografis usia muda atau wajah dari suatu kekuatan politik. Pokoknya, mahasiswa sebagai wakil dari kaum muda terpelajar adalah suatu entitas, bagian dari struktur sosial yang sungguh-sungguh ada.

Sebagai wakil kenyataan demografis, kaum mahasiswa berhadapan dengan generasi yang lebih tua dalam berpikir dan berperilaku. Sebaliknya, sebagai wajah dari suatu kekuatan politik, kaum mahasiswa sejajar dengan kekuatan-kekuatan politik lain, seperti ahli hukum, politisi, atau insan pers. Meskipun demikian, kaum mahasiswa biasa diindikasikan pada bingkai gerakan yang sifatnya aksidental, sedangkan yang lainnya terrefleksikan pada gagasan perubahan yang terstruktur dan sistematis.

Gerakan-gerakan mahasiswa di masa lalu yang memiliki pola tak seragam adalah contohnya. Timbulnya cita-cita kesatuan dan persatuan menjadi kepedulian gerakan kaum muda di awal abad ke-20. Karena tumbuh dalam situasi perang, Angkatan muda terpelajar 45 lebih menyukai perjuangan bersenjata yang revolusioner. Sendi-sendi dasar dan ideologi kenegaraan sebagai penegak bangsa yang kokoh menjadi perhatian Angkatan 66. Angkatan muda 98 mendobrak sistem ketatanegaraan dalam sebuah bangsa yang korup demi terciptanya clean government.

Alhasil, implementasi kekuatan korektif niscaya menunjukkan sisi lain dari mereka, yakni keberagaman interpretasi dan ekspresi dalam realitas sosio-politik pada masanya. Maka sungguh keliru bila kita berusaha memahami gerakan mahasiswa dengan utuh dan baku, tapi di kepala kita sudah terpatri asumsi bahwa gerakan mahasiswa pada hakikatnya merupakan sebuah kontinuitas generasi.

Sungguh masing-masing generasi memiliki sejarahnya sendiri! Termasuk gerakan mahasiswa. Hal ini disebabkan faktor intern dan ekstern yang melingkupinya memang tidaklah sama. Namun, kita semestinya percaya bahwa pada setiap generasi, kaum mahasiswa akan selalu memiliki kesamaan tradisi, meminjam ungkapan Anton Lucas, protes sosial.

Nah, kalau begitu, kenapa mahasiswa kita hingga sekarang belum bergerak juga meski kasus-kasus “besar” dan “menarik” sudah di depan mata? Ah, wait and see saja….

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun