Realitas yang diterima oleh para guru di banyak daerah tertinggal adalah problem yang tidak pernah terselesaikan. Bukan tidak mungkin, persoalan ini dapat berakibat pada hasil pendidikan itu sendiri. Beban berat yang dipikul oleh guru seringkali tak sebanding dengan penghidupan yang mereka terima. Tuntutan sebagai pendidik untuk mencerdaskan putra-putri Indonesia juga sering tak dinilai sebagai perjuangan panjang menciptakan masyarakat yang maju.
Upaya pemerataan fasilitas sangat dibutuhkan bagi para guru selain dari pemerataan kesejahteraan guru yang tentu harus menjadi program prioritas. Karena, dengan meratanya akses fasilitas, kemungkinan meningkatnya kualitas pendidikan dapat dirasakan secara signifikan. Tanggung jawab ini tentu tidak hanya dibebankan pada pemerintah pusat, sebab tata kelola guru juga merupakan tanggung jawab pemerintah daerah sesuai Undang-Undang Otonomi Daerah.
Perlunya KomitmenÂ
Hasil baik dari pendidikan adalah konsekuensi atas komitmen pemerintah dalam memperhatikan kondisi kesejahteraan para guru. Sebab, pendidikan tak bisa dipandang dikotomis, guru adalah garda terdepan dalam mentransformasi putra-putri bangsa. Perlu adanya kerjasama dari berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan penghidupan yang setara bagi para guru agar dapat dengan baik meningkatkan mutu pembelajaran.
Selain itu, perbaikan atas pemerataan kesejahteraan guru mesti dilakukan, karena dengan begitu pemerintah dapat menghilangkan stigma masyarakat bahwa profesi guru di daerah merupakan profesi dengan penghasilan rendah. Sebab jika hal ini dibiarkan, maka ketertarikan masyarakat untuk menjadi guru kian berkurang sehingga akan menimbulkan ketimpangan ketersediaan guru antara satu daerah dengan daerah lain.
Lebih lagi, Keterbatasan fasilitas pendidikan seperti alat dan bahan ajar, laboratorium, perpustakaan bahkan bangunan sekolah yang layak juga mesti jadi fokus utama pemerintah di daerah 3T. Ketidakmerataan fasilitas pendidikan di daerah 3T akan menghambat pengalaman belajar siswa. Bahkan motivasi belajar siswa dapat terpengaruh dengan ketersediaan fasilitas belajar yang kurang baik. (Luthfia, Wahiddiyah, Safitri, & Sujarwo, 2023)
Tak kalah penting adalah memperhatikan keterjangkauan pelatihan-pelatihan guru untuk mengoperasionalisasi alat dan bahan ajar tersebut. Pemerintah perlu memperluas perhatiannya pada daerah-daerah tertinggal, agar pembangunan pendidikan tidak hanya terjadi di wilayah-wilayah perkotaan. Peningkatan kompetensi dan kemampuan guru adalah satu di antara banyak cara membangun pendidikan di wilayah tertinggal.
Refleksi Hari Guru
Guru dan pendidikan adalah dua hal yang tidak dapat terpisah. Kendati para guru di daerah merasakan adanya ketimpangan terutama pada kesejahteraan dan fasilitas pendidikan. Akan tetapi hal itu tidak serta merta menjadikannya abai pada pendidikan, penghasilan dan kesempatan mereka memang kecil tetapi harapan untuk pendidikan anak-anak Indonesia jauh lebih besar. Itulah sebabnya Pak Alvi masih memilih menjadi guru di tengah penghasilan yang belum layak.
Mereka tidak memilih pada tanggal 25 November saja mereka mengajar, atau di hari-hari ketika usaha dan perjuangannya dipandang mulia. Tetapi, mungkin setiap hari adalah hari mengajar bagi para guru itu. Pikiran dan hatinya tertuju pada bagaimana caranya mengajar siswa-siswi, apa yang harus ia persiapkan untuk pembelajaran esok. Tentu bukanlah perkara mudah menjadi mereka, beban berat yang ditanggung itu tak sebanding dengan keterbatasan yang dimiliki.
Perhatian pemerintah pada kebijakan yang berpihak pada para guru yang marjinal adalah harapan untuk peningkatan mutu pendidikan di seluruh wilayah Indonesia. Lebih jauh, hal itu adalah kado terbaik bagi para guru yang sudah berjuang mengabdikan hidupnya untuk pendidikan.