Mohon tunggu...
Ahmad Sajidin
Ahmad Sajidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat

Seorang mahasiswa Pendidikan Sosiologi Universitas Lambung Mangkurat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kesadaran terhadap Pentingnya Pendidikan Multikultural di Indonesia

17 Juni 2024   20:44 Diperbarui: 17 Juni 2024   20:44 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Keberhasilan pendidikan multikultural terlihat dari kemampuan peserta didik untuk memiliki sikap toleransi, saling menghormati, dan tidak terlibat dalam konflik akibat perbedaan budaya, suku, bahasa, dan lainnya. Menurut Sleeter dan Grant (1988), pendidikan multikultural akan berhasil jika melibatkan semua elemen masyarakat karena melibatkan aspek kehidupan yang kompleks. Perubahan yang diharapkan adalah terciptanya kondisi sosial yang nyaman, damai, dan toleran, di mana konflik akibat perbedaan budaya dan SARA dapat diminimalkan (Puspita, 2018).

Pendidikan multikultural penting untuk memastikan peserta didik tetap terhubung dengan akar budaya mereka dalam menghadapi tantangan globalisasi. Peserta didik perlu diberikan pengetahuan yang beragam agar memiliki kemampuan global dan memahami berbagai budaya, sehingga tidak melupakan asal budayanya. Langkah antisipatif diperlukan untuk menghadapi tantangan globalisasi, terutama dalam aspek kebudayaan, dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memungkinkan interaksi antar budaya. Kompleksitas tantangan dalam pendidikan saat ini membutuhkan upaya serius dengan solusi konkret untuk mencegah peserta didik kehilangan arah dan identitas budayanya. Melalui pendidikan multikultural diharapkan Indonesia dapat membangun masyarakat yang mempertahankan keanekaragaman budaya dan ras sebagai kekayaan yang harus dijaga dan dilestarikan (Puspita, 2018).

Pendidikan multikultural menjadi fondasi penting dalam pengembangan kurikulum nasional, terutama dalam menentukan materi dan isi pelajaran yang harus dipelajari peserta didik sesuai dengan tingkatannya. Pengembangan kurikulum berbasis pendidikan multikultural dapat dilakukan melalui langkah-langkah berikut: mengubah filosofi kurikulum agar sesuai dengan tujuan, misi, dan fungsi setiap jenjang pendidikan; melihat konten kurikulum sebagai sesuatu yang mencakup nilai moral, prosedur, proses, dan keterampilan yang diperlukan generasi muda; memperhatikan keragaman sosial, budaya, ekonomi, dan politik dalam teori belajar; mengembangkan proses belajar berkelompok dan bersaing secara positif untuk memperkuat keberagaman budaya; serta menggunakan evaluasi yang mencakup seluruh aspek kemampuan dan kepribadian peserta didik sesuai dengan tujuan dan konten yang diajarkan (Puspita, 2018).

Pentingnya multikulturalisme dalam reformasi Indonesia meliputi upaya menciptakan masyarakat sipil yang demokratis, menegakkan hukum untuk keadilan, memastikan pemerintahan bebas dari korupsi, menciptakan keteraturan sosial, dan memberikan rasa aman untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan ekonomi rakyat. Konsep Bhineka Tunggal Ika tidak hanya merujuk pada keragaman suku bangsa, tetapi juga melibatkan keberagaman budaya yang luas di Indonesia. Keberagaman ini tercermin dalam sikap saling menghargai, menghormati, dan toleransi antar kebudayaan. Multikulturalisme mencakup nilai-nilai seperti demokrasi, keadilan, hukum, budaya, kesetaraan dalam perbedaan, suku bangsa, keagamaan, hak asasi manusia, dan konsep lain yang relevan untuk memperkuat kesatuan dalam keragaman budaya Indonesia (Puspita, 2018).

Implementasi Pendidikan Multikultural di Indonesia

Peran penting sekolah adalah menanamkan nilai-nilai multikulturalisme pada siswa sejak dini. Jika siswa memahami kebersamaan, toleransi, cinta damai, dan menghargai perbedaan sejak usia muda, nilai-nilai tersebut akan tercermin dalam perilaku sehari-hari mereka karena telah terinternalisasi dalam kepribadian mereka. Jika generasi muda berhasil menginternalisasi nilai-nilai ini, kehidupan masa depan dapat diharapkan lebih damai dan penuh dengan penghargaan antar sesama. Sasaran utama pendidikan multikulturalisme adalah mengubah cara pengajaran dan pembelajaran agar setiap anak memiliki kesempatan yang sama. Melalui pendekatan ini, siswa diajarkan untuk menghargai keberagaman dan keunikan, serta belajar berinteraksi dengan sesama yang berbeda latar belakangnya. Integrasi pendidikan multikultural dalam kurikulum berarti memanfaatkan keberagaman budaya siswa untuk mengembangkan filosofi, misi, tujuan, dan komponen kurikulum serta lingkungan belajar, sehingga siswa dapat menggunakan kebudayaan pribadinya untuk memahami dan mengembangkan nilai, keterampilan, sikap, dan moral yang diharapkan. Pendidikan multikulturalisme merupakan tanggapan terhadap pertumbuhan keragaman populasi sekolah dan kebutuhan akan kesetaraan hak bagi setiap kelompok (Supriatin & Nasution, 2017).

Implementasi pendidikan multikultural dalam praktik pendidikan di Indonesia tidak harus terbatas pada mata pelajaran khusus atau integrasi ke dalam kurikulum formal dengan mengubah kurikulum yang sudah ada. Yang terpenting adalah menerapkannya secara langsung dalam tindakan nyata. Gibson menekankan pentingnya guru memberikan contoh sikap dan keteladanan sesuai dengan nilai-nilai multikultural, sehingga siswa akan mencontoh perilaku tersebut. Gibson juga menyoroti pentingnya menjadi guru yang menghargai perbedaan, memiliki sikap toleran, cinta damai, dan saling menghargai terhadap anak didik sebagai kunci untuk menjadi guru yang baik (Supriatin & Nasution, 2017).

Dalam praktik pendidikan multikultural di Indonesia, implementasinya bisa dilakukan dengan fleksibelitas yang memprioritaskan prinsip-prinsip dasar multikultural. Namun, tidak peduli bentuk atau model pendidikan multikultural yang digunakan, penting untuk tetap memperhatikan tujuan umum pendidikan multikultural. Tujuan tersebut meliputi pengembangan pemahaman tentang proses penciptaan sistem pendidikan yang setara dan menyediakan layanan pendidikan yang merata. Selain itu, mengaitkan kurikulum dengan karakter guru, metode pengajaran, atmosfer kelas, budaya sekolah, dan konteks lingkungan sekolah untuk membangun visi tentang "lingkungan sekolah yang setara" juga merupakan hal yang penting dalam pendidikan multikultural (Supriatin & Nasution, 2017).

Dalam konteks pendidikan multikultural, diusulkan bahwa sekolah berperan sebagai instrumen rekayasa sosial melalui pendidikan formal. Hal ini berarti bahwa institusi sekolah harus berperan dalam meningkatkan kesadaran hidup dalam masyarakat multikultural dan mengembangkan sikap toleransi serta tenggang rasa agar dapat bekerjasama dengan segala perbedaan yang ada. Sekolah seharusnya dipandang sebagai suatu masyarakat kecil, yang berarti bahwa nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga harus tercermin dalam lingkungan sekolah. Perspektif ini juga menunjukkan bahwa setiap siswa dipandang sebagai individu yang memiliki karakteristik unik yang tercermin dalam bakat, minat, dan aspirasi mereka yang merupakan hak mereka (Supriatin & Nasution, 2017).

Dalam implementasi pendidikan multikultural di tingkat sekolah, penting untuk mempertimbangkan berbagai kebutuhan perkembangan siswa, termasuk kebutuhan personal, sosial, karier, psikologis, dan moral serta spiritual. Di tingkat masyarakat, kebutuhan yang harus dipenuhi meliputi kebutuhan akademik, psikologis, kebersamaan, dan rasa aman. Oleh karena itu, pendidikan multikultural harus memperhatikan aspek-aspek ini dengan menciptakan lingkungan sekolah yang aman, inklusif, dan mendukung. Proses pembelajaran seharusnya difokuskan pada pengembangan individu secara holistik, termasuk aspek intelektual, sosial, dan moral-spiritual, serta memotivasi intrinsik siswa (Supriatin & Nasution, 2017).

Dalam konteks pembelajaran, pendidikan multikultural fokus pada tiga aspek kunci bagi setiap siswa: pertama, pengembangan identitas kultural untuk mengenali diri dalam suatu etnis dan meningkatkan kesadaran akan kelompok etnis tersebut; kedua, membangun hubungan interpersonal yang didasarkan pada kesetaraan dan menghindari prasangka serta stereotip; ketiga, memberdayakan diri sendiri dengan terus memperluas pengetahuan terkait kehidupan multikultural (Supriatin & Nasution, 2017).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun