ziarah PW IJABI Jawa Barat bergerak menuju makam Sunan Kalijaga dan makam Sunan Kudus.Wali kedua yang diziarahi adalah Sunan Kalijaga (1450-1513 M). Daerah dakwah di Demak, Jawa Tengah. Populer disebut Raden Syahid. Bukan keturunan Arab. Dalam film senantiasa berpakaian khas Jawa. Memiliki kesaktian hingga mengalahkan Syaikh Siti Jenar. Medukung Raden Fatah dalam memegang tampuk Kesultanan Demak.
Selesai dari Sunan Gunung Jati, kafilahRaden Syahid pernah belajar kepada Sunan Bonang dan kepada Ki Samadullah di Cirebon. Diceritakan saat menjadi santri diperintah gurunya untuk melakukan tapa di pinggiran sungai sampai badannya lumutan.
Dari tapa ini Raden Syahid digelari Sunan Kalijaga, yang diberi makna penjaga hiruk pikuk keagamaan di masyarakat Demak agar berada pada jalur yang benar dan ramah budaya. Ia menggunakan budaya lokal sebagai media dakwah. Tidak melarang bakar kemenyan/dupa saat doa dan pengajian bersama masyarakat.
Ringkasnya dapat dikatakan Islam yang dimunculkan Sunan Kalijaga berwajah kultur sehingga Islam bercorak Jawa. Bahkan --dalam film--Sunan Kalijaga tampil dengan pakaian khas Jawa dan mengenakan blankon sebagai tutup kepala. Tidak seperti wali lainnya dililit dengan kain khas Timur Tengah.
Makam Sunan Kalijaga berada di Kadilangu, Demak. Di tengah kota. Berdinding tembok dan ukiran kayu. Bangunan khas Jawa. Â
Kabarnya Sunan Kalijaga senang mengonsumsi pecel lele dan urab daun singkong. Saya menikmati makanan lokal tersebut saat panitia mendapatkannya dari juru kunci makam. Panitia menawari saya dan langsung santap kuliner penuh berkah dari waliyullah.
Selanjutnya menuju Sunan Kudus, wali ketiga yang diziarahi. Sesuai dengan lokasi dakwah, wali bernama Jafar Shadiq (1400-1550 M.) ini popular disebut Sunan Kudus. Beliau menjadi senapati Kerajaan Demak dan pernah memimpin perang. Dikenal wali ilmi, yang berpengetahuan luas.
Makamnya berada di tengah kota Kudus. Untuk ke lokasi menggunakan ojek motor dari parkiran bus. Melewati pasar souvenir dan pernak pernik atau area perbelanjaan para peziarah. Kurang dari sepuluh menit dari parkiran bus ke makam.
Kami tiba di area makam saat kumandang adzan maghrib. Tiba depan pintu depan memasuki gapura khas Pura Hindu. Bangunannya pun masih bata merah dan kusam. Berjalan melewati pemakaman. Di antara pemakaman itu ada Kyai Asnawi Kudus, pejuang dan ulama Nahdlatul Ulama yang ternama.
Kami memasuki area dzarih yang berbahan kayu jati dengan atap khas rumah tradisional Jawa. Kami merapat pada dinding dzarih dan membaca tahlil disertai shalawat dan doa. Tepat pada pintu dzarih ada ukiran naga dan dedaunan khas batik. Kain warna putih dan hitam melapisi dzarih.
Rombongan ziarah di samping dzarih membaca dengan suara keras dan saling bersahutan. Harus konsentrasi agar tidak teralihkan dalam berdoa atau ketika melafalkan ayat suci Alquran.