Mohon tunggu...
Ahmad Sahidin
Ahmad Sahidin Mohon Tunggu... Lainnya - Learner

Alumni UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Arbain Walk dari Allahyarham ke Amirul Mukminin (4)

25 September 2024   12:56 Diperbarui: 25 September 2024   13:03 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masjid Kufah (ahmadsahidin.doc)

Najaf

Sekarang ke Najaf. Cuaca Najaf tidak beda dengan Karbala. Panas. Keluar pada siang hari pasti berkeringat. Tidak heran penduduk Najaf di rumah selalu pakai kipas angin dan ac. Di Najaf, ada haram Imam Ali bin Abu Thalib kw. Beliau wafat pada 21 Ramadhan. Setelah dibacok pada saat sujud oleh Abdurrahman bin Muljam, tokoh Khawarij, pada 19 Ramadhan dini hari. Imam Ali dikuburkan di Najaf. Area haram Imam Ali ramai dikunjungi para peziarah. Waktu yang ramai dan padat ziarah yakni setelah shalat maghrib dan isya serta ba'da shubuh dan ba'da dzuhur.

Mungkin sudah standar bahwa area shalat berjamaah di haram tanpa atap sehingga bisa memandang ke langit. Begitu juga di haram Imam Ali. Di area haram terasa sejuk. Bisa duduk berlama-lama sambil baca Alquran dan doa. Suatu ketika di haram Imam Ali, saya melihat iringan orang membawa peti jenazah. Dikelilingkan ke makam Imam Ali sambil melafalkan: Laa ilaha illallahu Muhammadur Rasulallah. Laa ilaha illallahu 'Aliyyun Waliyullah.

Kunjungan selanjutnya ke Masjid Kufah dan Masjid Sahlah. Masjid Kufah merupakan tempat Imam Ali dibacok oleh Ibnu Muljam. Dini hari 19 Ramadhan. Dari peristiwa itu Imam Ali dikenal sebagai syahid mihrab dan dikebumikan di Najaf Asyraf. Sekira 9,8 km jarak dari haram Imam Ali ke masjid Kufah.

Di Masjid Kufah terdapat maqam (tempat shalat) Nabi Nuh as, Nabi Adam as, Nabi Ibrahim as, makam Hani bin Urwah, makam Mukhtar Tsaqafi, dan makam Muslim bin Aqil. Tiga makam terakhir ini sahabat setia Al-Husain. Ketiganya syahid.

Masih di area Masjid Kufah, terdapat rumah Imam Ali. Sederhana dan tidak terlalu luas. Masih bernuansa klasik dari tembok dan atap pelepah kurma. Tentu itu hanya rekonstruksi berdasarkan riwayat. Sama halnya dengan bangunan Masjid Kufah yang luas masih bercorak klasik dengan benteng berbahan tanah. Area luar dekat rumah Imam Ali terdapat sumur dengan air yang tidak pernah kering. Warga menyebut air itu penuh berkah. Banyak orang antre ambil air. Mereka berkeyakinan air tersebut sangat manjur untuk menyembuhkan orang sakit dan membuat badan segar bugar.

Masjid Sahlah berjarak sekira 8,9 km dari haram Imam Ali. Malam hari kami ke lokasi ini. Areanya cukup luas. Dengan bangunan tinggi dan ornamen indah khas Persia. Ada beberapa maqam (tempat shalat) seperti Nabi Idris, Imam Al-Mahdi, Nabi Ibrahim, Imam Zainal Abidin, Imam Jafar Shadiq, Nabi Khidir dan lainnya. Kami sempat melakukan shalat di tempat tersebut.

Kembali ke Najaf. Syukur kepada Ilahi karena penginapan kami cukup dekat ke haram Imam Ali. Sehingga leluasa untuk ziarah dan melaksanakan shalat fardhu berjamaah. Di haram Imam Ali ternyata ada tradisi kultum, pembacaan hadis, lantunan ayat suci Alquran, dan doa-doa qobla shalat fardhu dipandu qori. Sedangkan shalat fardhu berjamaah dipimpin ulama yang tiap hari bergantian bertugas.

Last day

Ba'da shalat fardhu berjamaah di Haram Imam Ali, saya menikmati suasana haram sambil melafalkan doa, membaca Alquran dan menyampaikan salam perpisahan kepada Imam Ali. Kemudian bergerak masuk ke makam mengikuti arus keluar meninggalkan haram Imam Ali sambil menyeka air mata. Menoleh pada kubah. Lama menatap kubah seraya mengucapkan salam kepada Sang Pintu Ilmu Rasulullah saw. Inginnya terus menikmati suasana haram, tetapi terbatasi waktu. Terasa cepat berlalu. Berharap dapat kembali ziarah dan menikmati suasana haram. 

Dalam perjalanan kembali ke tanah air, saya sedikit tafakur untuk mengambil makna bahwa ziarah dari Allahyarham hingga Amirul Mukminin dapat dimaknai simbol untuk menyatukan persaudaraan, persatuan, dan empati dengan sesama umat Islam. Meski tanpa kenal siapa pun, tidak mengetahui dari bangsa dan negara mana, berkedudukan apa pun. Bahwa  yang ikut longmarch arbain merupakan "tamu" Al-Husain cucu Rasulullah saw. Mereka ini layak dilayani sebagai tamu Al-Husain.

Setuju dengan Guru kami yang menyatakan maukib dan longmarch kecintaan pada Ahlulbait Rasulullah saw tidak hanya di negeri Irak, tapi juga bisa dilakukan di Indonesia. Khidmat tanpa batas. Cag! *** (tamat)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun