Mohon tunggu...
Ahmad Sahidin
Ahmad Sahidin Mohon Tunggu... Lainnya - Learner

Alumni UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Setia Memegang Islam

18 November 2023   03:45 Diperbarui: 18 November 2023   03:58 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ABU Sufyan bin Harb merasa geram ketika ada orang Quraisy lepas dari genggaman kekuasaannya. Apalagi jika itu menyangkut agama, yaitu melepaskan agama nenek moyang. Inilah yang membuat Abu Sufyan  marah. Namun, Ramlah alias Ummu Habibah, putrinya sendiri, telah menentangnya dengan cara keluar dari agama latta dan `uzza yang beralih ke Islam.

Ia bersama suaminya, Ubaidillah bin Jahsy masuk Islam dan menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Bagi Abu Sufyan, ini sebuah penghinaan sekaligus tamparan muka. Karena itu ia dan para pembesar Quraisy berupaya sekuat tenaga mengembalikan anak dan mantunya ke agama nenek moyang. Tapi usahanya itu selalu menemui jalan buntu. Sebab keimanan yang terhunjam di hati Ummu Habibah sudah kuat dan tidak mudah digoyahkan oleh badai sekali pun.

Rasa marah, bingung, kesal, dan malu menyatu dalam diri Abu Sufyan. Orang-orang kafir Quraisy yang mengetahui Abu Sufyan marah kepada anak dan mantunya ikut-ikutan memarahinya, mengejek, menghina, dan menyakiti keduanya. Atas tindakannya itu Ummu Habibah dan suaminya tidak betah lagi tinggal di Mekkah hingga meminta izin kepada Rasulullah Saw untuk hijrah ke negeri Habasyah. Di Habasyah ini mereka mendapat perlindungan Raja Najasyi.

Tiba di Habasyah, Ramlah alias Ummu Habibah segera merasakan akan menikmati hari-hari yang cerah sesudah mengalami masa-masa suram di Mekkah. Namun takdir Allah kadang tak sejalan dengan kemauan nafsu manusia. Allah menguji Ummu Habibah dengan ujian berat.

Diceritakan, suatu malam ia bermimpi. Ia melihat suaminya, Ubaidillah Ibn Jahsy, mendapat kecelakaan di lautan yang  bergelombang besar. Kondisinya mengkhawatirkan sehingga Ummu Habibah terbangun dari tidurnya. Tapi ia tidak menceritakan mimpinya kepada siapa pun, termasuk pada suaminya.
Memang benar mimpinya itu, sebab Ubaidillah Ibn Jahsy masuk agama Nasrani. Perilakunya makin jauh dari akhlak yang agung. Ia mulai sering nongkrong di warung-warung minuman keras dan menjadi pemabuk. Bahkan ia memperingatkan istrinya, Ummu Habibah, bila tidak ikut agama Nasrani akan dicerai.

Mendengar itu Ummu Habibah merasa berada di persimpangan jalan. Ikut suaminya yaitu menjadi Nasrani ataukah cerai? Ia gundah gulana. Tapi kemudian dia bertekad tidak mau murtad dari Islam. Ia juga tidak kembali ke rumah orangtuanya di Mekkah, yang merupakan basis pertahanan kaum kafir Quraisy. Ummu Habibah mengambil keputusan untuk menetap di Habasyah tanpa tanpa famili, dan tanpa ada yang melindungi.

Selanjutnya, bagi wanita yang dikenal cantik seperti Ummu Habibah tak perlu khawatir dalam kesendiriannya. Sesudah masa iddahnya habis, Ummu Habibah kedatangan seorang tamu bernama Abrahah yang mengaku utusan Raja Najasyi.

"Baginda Raja kirim salam buat anda. Baginda bertitah, Muhammad Rasulullah melamar anda untuk pribadinya. Beliau mengirim surat kepada Baginda Raja untuk mewakilinya dalam acara akad nikah. Tunjuklah wakil yang anda sukai untuk melakukan akad nikah ini," kata Abrahah menerangkan.
Mendengar kabar itu, Ummu Habibah merasa seperti terbang ke langit. Hatinya berbunga-bunga, karena tak menduga jika Allah menggantikan suaminya dengan lelaki yang tidak ada bandingannya di dunia.

"Semoga Allah membahagiakan engkau dengan segala kebaikan," tutur Ummu Habibah seraya memberikan segala perhiasan yang melekat di tubuhnya kepada Abrahah sebagai tanda terima kasih. "Aku menunjuk Khalid Ibn Said Ibn `Ash sebagai wakilku. Karena dialah keluargaku yang terdekat," tambahnya.

Berlangsunglah pernikahan Rasulullah SAW dengan Ummu Habibah. Rasulullah menunjuk Raja Najasyi sebagai wakilnya dengan mahar 400 dirham yang berikan langsung kepada Ummu Habibah. Setelah upacara pernikahan selesai, Ummu Habibah ikut bersama suaminya menetap di Madinah. Mereka hidup bahagia. Itulah Ummu Habibah, kesetiaannya memegang Islam telah membawanya kepada kemuliaan yang tak terkira. *** (ahmad sahidin)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun