Mohon tunggu...
Ahmad Sahidin
Ahmad Sahidin Mohon Tunggu... Lainnya - Freelancer

Alumni UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Masih tentang Burung Kicau

31 Januari 2022   20:39 Diperbarui: 31 Januari 2022   20:56 2228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada satu burung yang dirawat dalam waktu lima hari langsung jinak, makan voer, dan berbunyi. Indah dan rajin. Itulah satu-satunya burung yang cepat gacor. Burung itu dikenal dengan sebutan anis biru. Sayangnya burung tersebut mati karena lupa tidak pindah tempat saat jemur. Saya pergi dan baru ingat saat balik ke rumah. Ternyata terik panas matahari membuat si anis biru mati.

Tentu saya merasa kehilangan karena dibeli masih keadaan belum gacor dan kategori bahan. Lantas dipelihara intensif sampai jinak, makan voer, dan gacor. Tentu ada kerugian biaya dan waktu yang tidak sedikit. Mulai beli burung yang bahan, pakan dan peralatan burung, sampai perhatian berbentuk memandikan, jemur, mengembunkan, dan menikmati alunan bunyi burung.

Sejak mati anis biru, saya beralih pada burung flamboyan, trucukan, dan mugimaki. Yang terakhir ini adalah burung imigran dari Asia Timur, yang berkembang mampir ke Indonesia dan kena tangkap para pemburu burung. Para pemburu burung kicau biasanya menangkap burung pakai leugeut, jebakan sangkar, dan lainnya. Hasil tangkapan itu dijual ke kios-kios burung. Kemudian dibeli dan dipelihara oleh para penghobi burung kicau.

Alhamdulillah meski mugimaki itu termasuk burung kecil, setelah dirawat intensif menjadi jinak dan gacor. Karena merasa berhasil lantas saya beli lagi burung mugimaki yang masih bahan, muda, dan jantan. Saya rawat sekira lima hari dan mulai keluar bunyi tapi tidak lantang. Saya senang karena kurang dari seminggu bisa cepat keluar kicauan meski tidak rajin seperti mugimaki yang pertama. Mungkin saya lagi tidak beruntung, mugimaki yang kedua itu kabur dari sangkar saat ganti air minumnya. Saya lupa tidak merapatkan pintu sangkar dan mugimaki kedua itu keluar terbang bebas. Duh, handeueul henteu tarapti na ngajagi.

Sedikit info bahwa untuk sampai gacor si burung dirawat dengan tahapan: saat subuh gantung di luar rumah yang terasa sejuk dan berembun, ganti air minum, tambah pakan saat tampak berkurang, bersihkan kotoran pada sangkar bagian bawahnya, mandikan burung dengan cara semprot, jemur, dan kembali gantung di ruang yang nyaman.

Dalam memelihara burung kicau kadang muncul rasa tidak cukup dengan satu atau dua burung. Muncul keinginan ingin merawat burung lainnya yang berbeda. Kalau diikuti terus keinginan itu akan membuat rumah banyak gantungan sangkar. Dan harus siap untuk habisnya waktu, tenaga, dan biaya.  Kalau bisnis tentu beda lagi ceritanya.

Bagi mereka yang bisnis burung kicau bahwa menjalani perawatan burung yang intensif bisa menjadi rutinitas kerja. Sedangkan orang yang sekadar suka dan minat hanya sebagai aktivitas tambahan. Biasanya orang bilang hanya "cocoan" pelepas lelah dengan menikmati kicau burung.

Saat muncul pandemi covid19 dan orang banyak full time di rumah, banyak memelihara burung kicau sebagai pengisi waktu. Di lingkungan tempat tinggal saya, tiap rumah mempunyai burung kicau yang digantung depan rumah. 

Kadang para empunya burung itu kumpul satu tempat sambil bersama sama jemur burung kicaunya. Ada nilai silaturahmi dan keakraban antar tetangga. Ini positifnya. Adakah negatifnya? Untuk yang negatif biar orang lain saja yang bercerita.

Sekarang ini, karena mulai masuk kerja lagi maka burung peliharaan banyak yang dirawat asal asalan. Para penghobi burung bilang bahwa yang penting ada pakan dan minumnya. Namun,  itu berefek pada burung yang tidak lagi rajin bunyi, tidak gacor lagi. Bahkan, ada yang sampai mati saking sibuknya lupa dengan pakan dan minum burung yang habis. Kalau sudah tidak terpelihara dengan intensif, biasanya dijual dan ada yang dilepaskan.

Saya kira melepaskan burung dari sangkar itu lebih baik karena membiarkan burung hidup dan kembali pada habitatnya. Hanya saja kalau dilepas bukan di hutan, maka si burung kasihan tidak berada pada lingkungan yang tepat dan tidak sesuai habitatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun