Mohon tunggu...
Ahmad Sahidin
Ahmad Sahidin Mohon Tunggu... Lainnya - Learner

Alumni UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Membaca Buku Stop Anarkisme, Menyerap Inspirasi Perjuangan

17 Agustus 2021   12:50 Diperbarui: 17 Agustus 2021   13:02 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengapa Al-Husain tetap teguh menolak baiat? Dalam buku Stop Anarkisme (halaman 11-12), Muthahhari menulis:

 "...Yazid adalah manusia kepala batu yang ingin merendahkan Islam dan komunitas muslimin. Dihadapan umat Islam, Yazid terang-terangan menenggak minuman keras, mendatangi rapat umum dalam keadaan mabuk, perilaku seperti ini tidak pernah dilakukan oleh Muawiyah secara terang-terangan.

"Dalam catatan sejarahwan, Yazid adalah orang yang gemar bermain-main dengan kera, bahkan memiliki kedekatan khusus dengan binatang tersebut. Ibunya adalah perempuan dari lingkungan badui yang juga akrab dengan kera dan anjing.

"Mas'ud dalam kitab Muruj Dzahab merekam kegiatan Yazid yang mengenakan pakaian sutera kepada monyetnya dan memasang mahkota di atas kepala monyetnya, lalu mendudukan monyet itu di bahunya. Hal ini dilakukan secara sengaja  agar posisi monyetnya lebih tinggi dari semua prajurit dan pejabat yang berada di dalam pemerintahannya. Orang inilah yang memaksa Imam Husain as untuk berbaiat kepadanya."

Kembali pada buku Stop Anarkisme, Muthahhari menyebut tiga faktor Al-Husain berjuang menentang penguasa Bani Umayyah. Pertama adalah baiat. Kedua adalah undangan masyarakat Kufah. Ketiga adalah amar makruf nahi mungkar. Al-Husain menolak berbaiat kepada Yazid. Masyarakat Kufah mengundang Al-Husain untuk bersama melawan kekuasaan Bani Umayyah sehingga berangkat ke Kufah dan tertahan di Karbala. Perjalanan dari Madinah ke Makkah kemudian menuju Kufah merupakan bentuk amar makruf nahi mungkar yang diperankan Al-Husain yang berakhir dengan kesyahidan. 

Setelah peristiwa Karbala, umat Islam ada yang sadar dengan situasi yang amoral dan zalimnya sang penguasa. Di antara umat Islam ada yang bergerak melawan penguasa, bahkan menyerang dan memerangi orang-orang yang membantai Al-Husain.

Tragis dan duka. 10 Muharram 61 Hijriah menjadi tanda perjuangan, amar makruf  nahi mungkar. Simbol penentangan pada kezaliman, penjajahan, dan upaya membebaskan umat dari belenggu sang penguasa. 

Banyak nilai etik dari kesyahidan Al-Husain untuk menginspirasi kehidupan. Muthahhari dengan indah dan bernas menyajikannya dalam buku Stop Anarkisme. Bukunya tidak tebal, 146 halaman. Layak baca buku ini. Labbayka ya Husain! Indonesia tangguh, Indonesia tumbuh. *** (Ahmad Sahidin)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun