Mohon tunggu...
Ahmad Sahidin
Ahmad Sahidin Mohon Tunggu... Lainnya - Learner

Alumni UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Ulasan Buku "Al-Juwaini, Peletak Dasar Teologi Rasional dalam Islam"

9 Juni 2020   14:47 Diperbarui: 16 Juni 2020   13:25 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengenai ini, sayangnya Tsuroya Kiswati dalam menyajikan pemikiran Al-Juwaini tidak mencantumkan kutipan langsung berupa pernyataan dari setiap pemikirannya. Hanya tersaji uraian berupa pernyataan dari penulis atas pembacaan dan telaah karya-karya Al-Juwaini.

Yang menarik buat saya dari disertasi Tsuroya Kiswati ini bahwa dalam uraian mengenai pokok pemikiran Al-Juwaini dibandingkan dengan pemikiran dari Mutazilah, Asy'ariyah, Maturidiyah dan lainnya. Diterangkan yang sama pada aliran teologi tersebut dengan Al-Juwaini, juga perbedaannya dengan ulasan yang dirujuk pada berbagai pustaka dari para ahli dari luar negeri maupun dalam negeri. Ini menunjukkan keluasan wawasan dari sang doktor bidang pemikiran Islam jebolan IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Simpulan dari Tsuroya Kiswati bahwa Al-Juwaini bukan seorang Mutazilah meski ia rasional dalam berpikir. Bukan seorang Asy'ariyah meski mengambil pemikiran dari tokoh Asy'ariyah, bahkan ada kritikan padanya. 

Bukan pula seorang Maturidiyah meski ada kesamaan dalam kajian akhirat dan kebangkitan setelah mati saat tiba Kiamat. Al-Juwaini ini intelektual Muslim yang berdiri sendiri dalam ilmu Kalam (teologi), sehingga layak disebut aliran Juwainiyah. Dan tak menjadi soal dikatakan aliran tersendiri, bukankah mazhab agama yang muncul berasal dari tokoh pencetusnya.

Saya kira memang bisa dikatakan dinamis untuk pemikiran teologi Islam abad klasik sampai abad pertengahan Masehi. Bentuknya khas, yaitu mengkaji teks suci Islam dengan penalaran akal dan mengutip para mutakalimun sebelumnya. 

Sangat kurang mengutip pendapat para sahabat Rasulullah saw, bahkan hadis digunakan untuk legitimasi dari doktrin teologi yang dirumuskan oleh sang teolog. Jika ia punya murid, maka muridnya itu yang menyebarluaskan pemikiran sang guru. 

Bahkan dari satu aliran, ada murid yang menyempal kemudian menjadi aliran baru. Ini kasus Abu Hasan Asy'ari yang keluar dari Mutazilah kemudian mendirikan aliran sendiri Asy'ariyah, yang selanjutnya dikenal tokoh perintis mazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah.

Demikian dinamika pemikiran di tengah umat Islam, yang kini pada abad modern secara teologi terdapat Syiah dan Ahlussunnah serta Wahabiyah.

Tentu kalau dibaca pada khazanah ilmiah terkait dengan tiga aliran teologi Islam, banyak bermunculan aliran baru dari ketiganya. 

Saya kira wajar terjadi aneka pemikiran karena manusia diberi akal kemudian saat digunakan muncul ide atau gagasan, selanjutnya dituliskan secara sistematis dengan legitimasi teks suci menjadi teori suatu paham keagamaan (firqah) dalam Islam.

Saya kira itu saja yang dapat saya bagikan hasil bacanya. Maklum susah dicerna bukunya, meski saat kuliah dapat pelajaran ilmu Kalam. Mungkin karena tidak update lagi dengan teologi dan filsafat maka banyak yang tidak dipahami dan lupa. Maaf kurang informatif ulasan bukunya. Cag! *** (Ahmad Sahidin)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun