Memanfaatkan waktu saat stay at home bisa dengan aneka bentuk. Tidak dipungkiri ada yang masih kerja di pabrik dan perkantoran dengan standar protocol cegah Covid19. Sopir angkot, tukang sayur keliling dan jasa kirim barang masih aktif kerja. Tidak stay at home. Pekerja bangunan masih kerja untuk kebutuhan keluarga. Tukang bakso juga masih keluar masuk kompleks dan kampung. Kebutuhan nafkah lebih mendesak ketimbang rasa takut covid19.Â
Bahkan kini, para ustadz dan imam shalat aktif lagi melakukan kegiatan berjamaah di masjid. Mengadakan pengajian dan melaksanakan shalat wajib secara berjamaah di masjid. Di pasar tradisional pun kembali lagi aktivitas jual beli. Meski anjuran pemerintah diharuskan orang-orang memakai masker, saya lihat ada orang-orang yang tidak mematuhi protocol cegah Covid19. Padahal situasi negeri ini belum benar-benar bersih dari Covid19. Ini saya kira terkait dengan belum tertanamnya kesadaran untuk sehat dan kebutuhan ekonomi mengalahkan rasa takut.
Mereka yang benar-benar stay at home itu guru, dosen, murid, mahasiswa, dan santri. New normal dengan rencana kembali ke sekolah menuai protes, juga ada yang dukung. Saya teringat dengan Finlandia dan Korea Selatan, saat back to school bukannya berkurang orang yang positif corona malah bertambah.Â
Saya kira orang yang berpikir sehat akan menangguhkan back to school pada masa pandemi ini. Karena fungsi pendidikan, meski di rumah, masih terus berjalan dengan pembelajaran jarak jauh berbasis internet. Memang pembelajaran ini tidak maksimal dan pengawasan pada murid tidak ada sehingga dipercayakan saja pada orangtua di rumah. Sekiranya ada orangtua di rumah dan respons, pasti akan terbantu dan berjalan lancar proses pembelajaran di rumah. Sedangkan orangtua yang kerja, maka proses pembelajaran jarak jauh akan bermasalah. Dan itu dinamika pendidikan masa pandemi.Â
Sekarang jelang akhir tahun kalender akademik, yang berarti akan masuk masa tahun pembelajaran baru. Saya simak wacana tentang ini bahwa pembelajaran baru akan diundur tahun 2021. Pasti akan timbul masalah-masalah baru, terutama untuk guru dan murid serta orangtua. Dan perlu ada kegiatan pendidikan selain pelajaran regular bila tahun 2021 dimulainya pembelajaran baru. Biar selama Juli sampai Desember 2020, anak dan remaja Indonesia ada kegiatan yang berbasis keilmuan dan lifeskill. Saya menyarankan agar kegiatan literasi agama dan local wisdom serta ditugaskan saja baca buku-buku yang bernuansa karakter positif. Bahkan, para guru pun perlu giat dalam literasi. Sayang sekali kalau stay at home tanpa menambah ilmu pengetahuan.
Saya termasuk orang yang stay at home. Satu dan dua bulan kemarin sangat terjadwal aktivitas saya yang dilakukan di rumah. Mengerjakan tugas dengan persiapan pelajaran online dan memantau via online aktivitas murid. Awalnya masa pembelajaran jarak jauh ini orangtua dan murid respons, tetapi makin ke sini kurang respons. Mungkinkah bosan? Kabarnya pelajaran di TVRI pun tidak ditonton. Ah, ini masalah lagi.
Sekadar berbagi saja, kegiatan harian di rumah selama stay at home. Ini hasil obrolan dengan kawan dan yang dilakukan saya sendiri. Kebanyakan orang setelah beres dengan menunaikan tugas (yang dikerjakan dari rumah) mengisi kegiatan dengan melakukan kerja bakti di rumah seperti cuci piring, bantu masak, belanja ke warung, perbaiki genteng bocor, sapu dan pel, bersih-bersih sekitar rumah, baca buku, main gadget (handphone), menemani anak, dan lainnya. Pokoknya, semua yang bisa dilakukan di rumah dan luar rumah dengan area masih lingkungan RT.
Dari semua yang disebutkan, saya termasuk dominan membaca buku dan sesekali menyimak seminar atau ceramah dari para kiai dan cendekiawan yang punya kedalaman ilmu. Biasanya dapat informasi jadwal mereka dari facebook dan sebaran WhatsApp. Ada yang live streaming dari YouTube, Fanfage, dan Zoom. Yang belum saya ikuti melalui streaming Instagram.Â
Dan ternyata mengikuti kajian live pada medsos tersebut menguras quota internet. Dalam waktu sekira dua bulan ini, setiap dua pekan sekali saya beli quota. Biasanya saya hanya satu kali beli yang lima puluh ribu rupiah untuk satu bulan. Kini dua sampai tiga kali beli untuk satu bulan.
Harus diakui kegiatan saya dalam pendidikan dan sekolah tidak lepas dari internet. Pembelajaran jarak jauh berbasis online, rapat guru, dan ditambah lagi promo sekolah melalui medsos. Saya kira itu penyebab terkurasnya quota. Saya hitung biaya quota perbulan melebihi biaya beli buku dalam satu bulan.Â
Pada masa pandemi ini saya tidak beli buku karena biaya diperuntukkan kebutuhan lainnya. Jadi, masa pandemi ini saya paksakan diri untuk membaca buku-buku yang berjejal pada rak buku di rumah.
Meski kini aktivitas baca buku kurang diminati, justru masa pandemi ini harus digiatkan untuk terus meningkatkan diri dengan ilmu dan pengetahuan. Saya percaya bahwa manusia akan bermakna kalau ia punya ilmu dan pengetahuan, sehingga ia bisa membedakan yang penting dan tidak penting; yang benar dan salah; yang harus dikerjakan dan tidak perlu. Kemampuan memilah dan memilih ini bagian dari kecerdasan manusia yang berbasiskan ilmu dan pengetahuan. Begitu juga pengalaman orang lain sangat penting untuk pembanding jalan hidup sekaligus motivasi aktivitas.
Tanpa ilmu, saya kira dalam langkah akan banyak salah dan tidak tepat. Dan satu di antara cara dapatkan ilmu adalah dengan membaca buku. Memang bisa dengan nyimak video dan diskusi. Namun membaca buku dengan penulis yang pakar dibidangnya akan memiliki kedalaman pengetahuan dari buku yang dibaca.Â
Menurut saya bahwa membaca buku itu melatih sabar dan mendidik kita tanggung jawab. Setiap kali saya baca buku, ada upaya menyelesaikan hingga tuntas. Tentu untuk sampai tuntas ini perlu dilakukan dari awal sampai akhir. Ini memerlukan ketahanan diri dalam menyelesaikannya. Ibarat projek dari awal sampai finishing harus tuntas dengan baik dan ada hasilnya. Bisa saja loncat pada bagian dan bab mana pun, atau langsung simpulan.Â
Namun, jika itu dilakukan maka saya (selaku pembaca) tidak akan mengetahui konstruksi isi buku secara menyeluruh dan tidak dapat asupan pada otak yang lebih banyak. Sebab membaca itu asupan gizi untuk otak dan akan membentuk pemikiran yang lebih baik. Silakan lihat dan bedakan antara orang berilmu dan tidak? Pasti ada bedanya.Â
Tradisi membaca (dalam sejarah umat manusia) telah membentuk peradaban dunia gemilang. Dari membaca akan lahir kreativitas dan inovasi baru. Apalagi ditunjang dengan riset dan dialog ilmiah, maka akan berkembang kebudayaan manusia dan muncul penemuan baru. Produk teknologi informasi dan riset anti-virus pun, saya kira hasil dari pengkajian ilmu dan upaya inovasi dari karya imiah sebelumnya. Untuk lakukan semua itu tentu butuh ilmu. Semuanya bermuara pada membaca, baik bacaan berbentuk buku dan jurnal cetak maupun online. Â Â
Maaf ini gumam saya yang tidak sistematis dan sekadar berbagi gagasan saja. Melalui tulisan ini, saya ingin mendorong orang-orang yang stay at home untuk memanfaatkan waktunya dengan menambah pengetahuan dan berbagi pada orang lain. Satu di antaranya mengisi waktu dengan membaca buku.
Alhamdulillah, setiap kali tuntas baca buku, saya tuliskan ulasannya sebagai upaya berbagi pengetahuan. Maklum tidak bisa bagi-bagi sembako, ya hasil baca buku saja yang dibagikan. *** (ahmad sahidin)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H