Buku Struktur Filosofis Artefak Sunda ini tebalnya 186 halaman. Terbagi 4 bab dan tersaji juga lampiran. Meski dibilang tipis, tetapi isinya tak bisa langsung dicerna.Â
Mesti dikunyah saat baca. Mesti perlahan dan tidak terburu-buru. Pasalnya ini buku mengajak untuk memberi makna atas sejumlah artefak berupa tinggalan masa lalu di Jawa Barat dari sejak benda pekakas, syair, gundukan tanah, makam, posisi jalur sungai sampai batuan yang menumpuk pun diberi interpretasi.
Sekilas itulah isi buku karya Prof Jakob Sumardjo yang berjudul Struktur Filosofis Artefak Sunda (Bandung: Kelir, 2019). Pak Jakob adalah seorang budayawan kelahiran Klaten Jawa Tengah dan besar serta berkiprah di Bandung.Â
Saat kenal Pak Jakob di kampus UIN Bandung. Ia kerap datang saat mahasiswa memintanya untuk menjadi narasumber diskusi terbatas. Meski bukan dosen UIN, tetap bersedia dan mau berbagi ilmu dengan mahasiswa tanpa dibayar.
Saya kagum kepada guru besar di kampus Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung ini. Dari biografinya, Pak Jakob adalah seorang keturunan Jawa. Namun, Pak Jakob terlihat punya minat pada tradisi dan budaya Sunda.Â
Saya temukan beberapa artikel di koran dan buku-bukunya banyak mengulas tentang sastra lisan, tradisi, dan benda-benda budaya dari etnis Sunda. Pada buku Struktur Filosofis Artefak Sunda, saya temukan bagaimana Pak Jakob berperan sebagai interpreter atas artefak Sunda dengan kajian filsafat. Sangat khas analisanya.
Pak Jakob menilai produk budaya dan situs-situs arkeologis di Tatar Sunda melambangkan tiga unsur keteraturan dan harmoni. Misalnya pada seeng, wadah untuk mendidihkan air dan kadang dipakai menanak nasi yang memakai aseupan. Bentuk seeng itu bagian bawah bulat dan besar.Â
Tengah lingkaran kecil dan bagian atas lingkaran besar seperti bagian bawah, tetapi terbuka. Posisi bawah ini menurut Jakob melambangkan bumi dan atas itu langit. Bagian tengah itu yang menghubungkan keduanya.
 Menurut Jakob dalam khazanah Sunda hampir seluruhnya produk budaya merepresentasikan unsur tritangtu. Tiga dalam satu kesatuan, yang saling terkait dan menandakan harmoni dalam spiritualitas.Â
Pada manusia pun terbagi dalam tritangtu: tekad, ucap dan lampah. Ketiganya tidak bisa dipisahkan untuk mencapai kesempurnaan hidup dan menjalani kehidupan.
Tritangtu itu adalah tiga dalam satu dan satu dalam tiga. Saling terkait dan ketiganya itu sebuah harmoni. Dalam kosmologi memang dipahami bahwa semesta adalah keteraturan atau harmoni. Jika satu hilang dari tritangtu itu maka tidak harmoni lagi.Â