Mohon tunggu...
Ahmad Sahidin
Ahmad Sahidin Mohon Tunggu... Lainnya - Freelancer

Alumni UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Ulasan Buku "Manusia Seutuhnya: Studi Kritis berbagai Pandangan Filosofis"

22 Juli 2019   13:51 Diperbarui: 22 Juli 2019   14:07 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Kembali saya membaca karya Murtadha Muthahhari. Kali ini terjemahan dari "Insone Komil" yang diberi judul baru "Manusia Seutuhnya: Studi Kritis Berbagai Pandangan Filosofis". Diterbitkan Sadra Press tahun 2012. Tebalnya 298 halaman. Terdiri dari 13 bab, yang secara isi saling terkait dengan perspektif kajian yang berbeda. Mulai dari kajian ta'rif dari kaum sufi dan filosof. Dilengkapi dengan kutipan ayat Alquran dan riwayat hadis dari Baginda Rasulullah Saw dan Ali bin Abu Thalib as.

Dikarenakan uraiannya berurut maka akan terasa tidak lengkap saat berhenti membaca pada bab awal. Sehingga perlu dibaca tuntas. Inilah yang saya lakukan. Dibaca sampai beres dari awal sampai akhir buku.

Banyak informasi dan pengetahuan yang saya dapatkan. Di antaranya tentang lemahnya filsafat eksistensialisme dan sosialisme, tidak kokohnya pemikiran Nietzsche, pemikiran Rumi, catatan sejarah Islam tentang konsep insaniyah dari Umar, Ali, kaum urafa, dan paham yang mengutamakan akal dan cinta, kekuatan dan kekuasaan. Juga memberikan kritik atas sejumlah aliran Irfan yang cenderung egoisme dan asosial. Pada bagian akhir bab, Muthahhari memberikan catatan atas unggulnya ajaran Agama Islam atas pandangan filsafat dan irfan yang mengkaji konsepsi manusia sempurna.

Tentang unggulnya Islam di atas berbagai pendapat dan aliran, diungkapkan oleh Muthahhari dalam kalimat:

"Islam bukanlah paham satu nilai atau bernilai tunggal. Ia mempunyai mata yang dapat melihat semua hal. Apa pun yang dikatakan para filosof, Islam telah mengatakan sebelumnya. Apa pun yang dilihat oleh urafa, Islam lebih tajam memandangnya. Islam memiliki pandangan uang lebih luas ketimbang paham mahabbah, paham kekuasaan dan kekuatan, paham sosialisme, paham kebebasan dan eksistensialisme.

"Pada hakikatnya, pada wajah Islam tidak terdapat titik-titik noda kelemahan seperti yang terdapat pada beberapa paham lain. Logika yang gamblang dan terarah menunjukkan bahwa Islam adalah paham yang komprehensif dan sempurna. Inilah yang membuktikan bahwa Islam itu datangnya dari Allah SWT" (halaman 293).

Tentu yang disimpulkan oleh Muthahhari di atas belum bisa dianggap final. Sebab pemikiran manusia akan terus berkembang dan mengalami kritik dari para pemikir setelahnya. Memang sosok Muthahhari ini sangat kuat dalam memegang ajaran Islam dan bisa dikatakan ulama yang konsern dalam studi kritis atas pemikiran dari ilmuwan dan filsuf Barat. Bahkan kepada para ilmuwan, filosof, urafa, dan ulama pun dilakukan oleh Muthahhari. Dan mesti diakui di Indonesia, sejumlah akademisi dan cendekiawan Muslim mengetahui pemikirannya dari terjemahan buku-bukunya. Sampai di Bandung ada institusi pendidikan yang menggunakan nama Muthahhari. Bisa dipahami karena Muthahhari menguasai khazanah ilmu-ilmu Islam dan mengetahui perkembangan peradaban Barat. Dan saya beruntung bisa membaca karya-karyanya.

Terakhir, saat membaca dari awal sampai akhir buku, saya mencatat beberapa petikan dari buku (yang menurut saya mencerahkan) sebagai berikut:

Orang yang kuat adalah orang yang tidak menyimpan dendam kepada siapa pun. Sebaliknya, orang yang lemah selalu mendendam dan iri hati kepada setiap orang (halaman 239).

Mendekatkan diri kepada Allah bukan merupakan pendahuluan dari mengabdi pada hamba-hamba-Nya. Tapi sebaliknya, mengabdi pada hamba-Nya merupakan pendahuluan dari mendekatkan diri kepada Allah dan taqarrub menuju maqam Ilahi (halaman 254).

Insan Kamil adalah manusia yang seluruh nilai insaninya berkembang seimbang dan stabil. Tak satu pun dari nilai-nilai itu yang berkembang tidak selaras dengan nilai-nilai yang lain. Al-Quran menyebut manusia yang nilai-nilai insaninya berkembang dan sempurna ini sebagai "imam" (halaman 29).

Demikian yang saya bagikan dari hasil Baa buku. Semoga bermanfaat. Terima kasih. *** (Ahmad Sahidin)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun