Mohon tunggu...
Ahmad Sahidin
Ahmad Sahidin Mohon Tunggu... Freelancer - Alumni UIN SGD Bandung

Orang kampung di Kabupaten Bandung. Sehari-hari memenuhi kebutuhan harian keluarga. Beraktivitas sebagai guru honorer, editor and co-writer freelance, dan bergerak dalam literasi online melalui book reading and review.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Muhammad sebagai Nabi dan Negarawan

8 Januari 2019   20:15 Diperbarui: 8 Januari 2019   20:24 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seorang yang disisihkan penduduk Makkah karena letupan pikiran yang "menyimpang" dalam tradisi Makkah dan orang yang mampu merangkul orang-orang tertindas, yang dalam perjalanannya mampu  mengubah masyarakat Arab menjadi bercorak religius.

Saat disisihkan orang Makkah, Muhammad menjalin hubungan dengan orang Madinah. Meyakinkah mereka bahwa ajarannya sebuah solusi dan mampu mengangkat kehidupan manusia menjadi lebih baik dan bahagia dunia akhirat.

Orang-orang Madinah tertarik pada ajaran Islam karena di negerinya sedang mengalami krisis dan Muhammad mampu merekatkan dua suku yang konflik: Aus dan Khazraj. Karena itu, saat hijrah maka sambutan orang-orang Madinah sangat antusias. Persiapan Muhammad untuk pindah ke Madinah terencana dengan matang sehingga saat masuk diterima dan diharapkan kehadirannya.

Sayang sekali Watt tidak menguraikan kaum Yahudi yang merasa kalang kabut ketika Muhammad hadir di Madinah. Upaya pemersatuan dalam satu komunitas Islam (ummah) dari beragam suku di Madinah dan kaum pendatang (muhajirin) tidak diuraikan dengan detail. Padahal aspek ini penting untuk melihat kebesaran Muhammad dalam membangun negeri Madinah yang lebih maju dan kiprahnya sebagai negarawan.

Sayangnya interaksi dan pola-pola membangun karakter kaum Muslim di Madinah oleh Muhammad tidak dimunculkan. Malahan yang diperlihatkan urusan rumah tangga berupa pernikahan dengan perempuan untuk mengikat hubungan dengan suku-suku agar menjadi penyokong gerakannya.  

Masih tentang pernikahan Muhammad---saya kira ini mengulang Sir William Muir---adalah narasi pernikahan dengan Zainab binti Jahsyi. Seorang yang pernah membaca kisah Raja Daud menikahi Batseba dalam versi Barat (istri dari seorang prajurit yang mati dalam perang yang disuruh ke depan oleh Raja Daud) mungkin akan menyatakan ada kesamaan dengan yang diuraikan oleh Watt.

Seperti Daud mengunjungi seorang prajurit, Muhammad suatu hari pergi ke rumah Zaid bin Haritsah, anak angkatnya yang juga pejuang Islam.  Di rumah tidak ada Zaid, yang ada hanya Zainab dengan gaun dan bentuk tubuh yang memesona pandangan Muhammad sehingga keluar ucapan yang berharap memilikinya. Zainab cerita kepada Zaid pertemuannya dengan Muhammad.

Kemudian Zainab oleh Zaid diceraikan dan Muhammad mengambilnya sebagai istri. Sejarah mengisahkan Zaid disuruh pergi memimpin perang dan meninggal dunia. Narasi tersebut dilegitimasi oleh Watt dengan ayat Al-Quran yang menyebutkan Tuhan memenuhi hasrat Muhammad kepada Zainab  dan tidak ada larangan menikahi istri bekas anak angkatnya.

Terasa kurang nyaman saat membaca narasi tersebut. Maklum gambaran saya tentang Nabi Muhammad saw adalah seorang terhormat, mulia, dan agung. Tidak ada unsur cacat dan hasrat seksual yang besar hingga mengambil perempuan untuk memenuhi libido.

Nabi Muhammad saw sendiri ketika di Madinah menikah poligami dalam usia sepuh. Usia muda dihabiskan bersama Khadjiah dalam pernikahan monogami.  Mengapa tidak poligami ketika masih usia muda? Saya yakin ada pelajaran dan nilai-nilai teladan yang bisa diambil dari peristiwa pernikahan Zainab binti Jahsyi kalau memang sumbernya otentik.

Sumber peristiwa pernikahan Zainab binti Jahsyi dengan Nabi Muhammad saw kalau dilacak berasal dari Ath-Thabari.  Tidak diingkari bahwa Ibnu Jarir Ath-Thabari bukan seorang sejarawan yang kritis. Ath-Thabari memasukan seluruh riwayat dalam bukunya tanpa sikap kritis. Parahnya, Watt yang memiliki perangkat ilmu sejarah dan metodologi ilmiah (ternyata) tidak kritis dalam mengambil sumber.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun