Mohon tunggu...
Ahmad Sahidin
Ahmad Sahidin Mohon Tunggu... Lainnya - Learner

Alumni UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

(Membaca Novel) Hayy bin Yaqdzan

11 Juni 2017   13:28 Diperbarui: 11 Juni 2017   13:38 829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena semakin penasaran, Hayy menangkap Salaman dan dari mulutnya keluar suara seperti rusa dan binatang. Salaman sadar bahwa yang menagkapnya itu manusia. Kemudian diajak untuk bicara dengan gerakan tangan. Diberi makanan yang dijadikan bekal. Keduanya memakan. Salaman mengajari Hayy bicara, berlaku lampah seperti manusia. Hingga kemudian bisa bicara. Hayy dan Salaman menjadi dua manusia yang dekat dan saling berbagi informasi. Hayy ceritakan semua pengalaman yang ditemukan dan dialaminya, termasuk menanyakan sebab dari semua gerak semesta alam. Salaman mengajari agama dan menyatakan sebab yang menggerakan itu Tuhan. Keduanya beribadah dalam gua. Hingga tiba suatu saat Hayy ingin mengetahui kehidupan di luar pulau Wak-wak. Dibawalah pada pulau tempat Salaman berasal.

Bertemulah dengan orang-orang dan Hayy menyampaikan temuan-temuan yang didapatkannya di pulau Wak-wak. Hayy mengajak orang-orang untuk percaya dan yakin ada kekuatan di semesta alam yang dahsyat; yang kepadanya harus menyembah dengan cara-cara yang dilakukannya. Namun, orang-orang tidak tertarik dengan cara Hayy. Karena tidak berhasil, maka Hayy dan Salaman kembali pada pulau Wak-wak dan hidup hingga mati keduanya.

Apa yang saya dapatkan?

Sayang ceritanya berakhir di kematian keduanya tanpa ada detail kejadian dan kronologi hidup selama di pulau terpencil itu. Mungkin Ibnu Thufail sengaja tidak memberikan detail karena kehidupan manusia sama saja. Ibnu Thufail, selaku penulis Muslim yang hidup di Andalusia, dengan novelnya: Hayy bin Yaqdzan telah memberikan sumbangan dalam "pendidikan" pencarian ilmu dan spiritual melalui novelnya. Ibnu Thufail ini dari biografi adalah guru dari Ibnu Rusyd, filsuf Andalusia, yang banyak memiliki kontribusi dalam filsafat dan ilmu-ilmu agama. Keduanya hidup pada abad 14-15 Masehi.  

Sekadar catatan saja tentang novelHayy bin Yaqdzan.Saya membacanya dari terjemahan yang diterbitkan Navila. Nah, apa yang saya dapatkan darinya?

Pertama, dari alur perjalanan novel itu bisa dipahami bahwa untuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan bisa melalui pengalaman: berupa pengamatan inderawi dan merenungkan semua yang diamatinya. Hasil dari pengamatan yang puncaknya sampai menemukan adanya "sang" sebab utama dari semesta ini, maka manusia bisa sampai pada spiritualitas tanpa bimbingan agama. Apa yang ditemukan melalui "pengalaman" bisa sesuai dengan yang diajarkan agama. Pertemuan Salaman dengan Hayya hingga terjadi bertukar informasi menunjukkan bahwa riset sains dengan agama tidak bertolak belakang. Malahan saling menguatkan satu sama lain.

Kedua, novel karya Ibnu Thufail telah menginspirasi cerita-cerita yang berkembang dalam jagad sastra tentang manusia tarzan dan sebuah gambaran tentang kehidupan manusia awal saat penciptaan dan menjalani kehidupannya di bumi.

Ketiga, ini yang saya kira perlu dikaji dan buka manuskrip aslinya dari Ibnu Thufail bahwa "riset" emperik dari Hayy bin Yaqdzan terpenggal belum sampai pada menemukan asal muasal dirinya. Ini saya kira akan jauh lebih penting karena diawal cerita saja sudah menyebutkan dua asal usul adanya Hayy. Harusnya kedua hal itu diselesaikan dalam bentuk narasi pula. Memang sekilas dengan mengikuti dan berlaku hidup serta membenarkan yang diajarkan oleh Salaman bisa diketahui bahwa Hayy bin Yaqdzan menyakini segalanya diciptakan dan bukan muncul dengan sendirinya. Tentu itu bagian dari teori agama tentang adanya Sang Pencipta: Tuhan.  

Ibnu Thufail melalui novelnya telah mengajarkan pada manusia, secara tidak langsung, untuk menjadi seorang penempuh "sufi" dan hidup membujang. Namun, patut dipertanyakan: bukankah selama di Pulau Wak-wak, Hayy melihat kembang biak binatang? Mengapa tidak ada alur untuk coba kembang biak dirinya sendiri? Mengapa harus dibenarkan dengan agama? Bukankah dengan lepas saja dari sosok Salaman dan tidak dipertemukan pun, saya yakin penulisnya Ibnu Thufail bisa sampai pada adanya "Sebab" dari semesta ini: Tuhan, dengan tanpa penjelasan agama?

Saya mengira bahwa aspek teologi menjadi kunci dari novel karya Ibnu Thufail. Ingin rasanya membaca karya novel dari Ibnu Sina dan Suhrawardi, yang kabarnya sama menggunakan tokoh dengan nama yang dipakai oleh Ibnu Thufail yang sama-sama---konon---tentang pencarian kebenaran. Pasti akan ada bedanya. Adakah yang punya dan mau share naskahnya? Saya tunggu ya... [ahmad sahidin]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun