Mohon tunggu...
Ahmad Safar
Ahmad Safar Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

menunggu akhir kisah gusur sekolah

9 Mei 2015   10:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:14 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentu masih yang ingat [atau program melawan lupa sudah tidak aktif lagi] akan kisruh lahan yang menyebabkan beberapa sekolah di Parepare, Sulawesi Selatan. Tidak dapat beroperasi laiknya sekolah, sebabnya Pemerintah daerah dan warga saling klaim tanah. Misalnya, SD Negeri 24 ParePare yang hingga kini harus berpindah-pindah tempat untuk menyelamatkan proses belajar siswa. proses belajar berubah menjadi proses menyingkir sementara [baca:  sudah berlangsung lama] di gedung Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), yang sebelumnya di lokasi SMPN 9.

Sekolah lainnya, yakni SDN 11 Parepare. Warga yang mengaku memiliki sertifikat tanah, lalu menyita gedung yang baru saja direnovasi, akibatnya [sudah bisa diduga] kegiatan belajar di SDN 11 Kota Parepare terpaksa dialihkan ke tempat lain [SMAN 4 Parepare].

Kedua sekolah dasar tersebut adalah sekolah inti di gugusnya masing-masing. Sederet prestasi dan penghargaan menjadi sejarah puluhan tahun berdirinya sekolah tersebut. Kini, jika menyusuri Jalan H. Agussalim, tak ada lagi SD Negeri 24 yang bersejarah itu, yang tersisa hanyalah pagar yang ditumbuhi semak belukar. Begitupula jika kita ke Jalan Atletik, tak ada lagi canda tawa anak didik SD negeri 11, yang ada hanyalah gedung megah yang kosong, tidak ada aktifitas.

Kisruh dua sekolah tersebut tentu tidak harus berimbas pada proses pembelajaran di kelas. Anak-anak kita masih dapat menikmati situasi belajar yang menyenangkan sejatinya, jika pemerintah memiliki kepedulian nyata terhadap pendidikan.  SKB dan SMAN 4 sebagai tempat penitipan hanyalah solusi alternatif yang sifatnya sementara.

Ada yang menyebut bahwa pendidikan bisa dinikmati oleh hampir semua kalangan. mencerdaskan kehidupan bangsa, adalah azimat yang dipegang oleh Negara ini dalam menegaskan komitmennya membangun pendidikan baik dari infrastruktur maupun sumber daya manusia. Di kota parepare, bahkan menyebut dirinya siap menjadi kota pendidikan. Dalam moementum hari pendidikan bangsa ini, komitmen itu kembali ditagih, tatkala banyak peristiwa yang menimbulkan Tanya, apa iya pemerintah saat ini serius mencerdaskan bangsanya. Apa iya, Parepare siap menjadi kota pelajar. Masih adakah yang mendengar kabar di mana anak-anak (siswa sekolah tersebut) kini mengejar cita-citanya. Ataukah seiring waktu berjalan, makna peduli hanyalah slogan dan janji untuk sebuah kekuasaan semata.

Sekali lagi, karena dengan alasan sengketa, siswa SD negeri 24 dan SD negeri 11 kota parepare tidak dapat menikmati -benar- pendidikan di sekolah dasar. Kita tentu memahami bahwa pendidikan di sekolah bukan hanya ditentukan oleh usaha anak didik secara individual tetapi berkat interaksi anak dan guru dalam proses belajar-mengajar dan interaksi anak dengan lingkungan dalam berbagai situasi yang dihadapinya baik di dalam maupun di luar sekolah. Entah bagaimana kepala sekolah dan tenaga pendidik ‘menyiasati’ proses pembelajaran agar dapat berjalan maksimal dan efektif. Miris, pada saat yang sama, kota Parepare menerima penghargaan di bidang pendidikan.

Sejatinya, persoalan pendidikan menjadi tanggung jawab kita semua. Bukan hanya pemerintah semata, tetapi masyarakat turut memberi andil. Pemerintah dan masyarakat mesti duduk bersama membicarakan masalah, mengedepankan prioritas, dan melahirkan solusi-solusi, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Terkait mengenai permasalahan sengketa tanah kedua sekolah negeri tersebut, hak-hak anak tetap menjadi prioritas utama. Sengketa tanah dan proses pembelajaran adalah dua hal yang berbeda. Beberapa pihak harus ‘sepatutnya’ tampil sebagai tokoh solutif bukan tokoh retoris.

Kita tidak ingin mencari siapa yang salah dan siapa yang benar. Kita ingin mencari siapa yang khawatir, siapa yang peduli, siapa yang bertanggung jawab. Khawatir akan kualitas dan keberlanjutan proses pembelajaran anak didik kita. Peduli terhadap masa depan anak didik kita. Bertanggung jawab atas pendidikan anak didik kita. Yang pasti, sampai hari ini, banyak pihak menunggu akhir baik dari kisah gusur sekolah di kota yang konon memiliki visi pendidikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun