Kecamatan Susukan dan sekitarnya yang berada di Kab. Semarang, Jawa Tengah sudah mulai menjumpai agenda tahunan, yaitu kelangkaan BBM terutama pertalite. Kelangkaan ini sudah dirasakan dari 2 bulan lalu hingga saat ini. Yang awalnya tempat pengisian pertalite selalu terisi oleh minimal 1-2 sepeda motor, sekarang sering terlihat kosong. Hal tersebut dikarenakan seringnya tulisan “Pertalite Habis” terpampang di depan tempat pengisian BBM tersebut. Dan disaat pertalite tersedia, antriannya begitu panjang mengular bahkan sampai di luar area SPBU. Yang awalnya setiap hari tersedia, sekarang hanya tersedia 1-2 kali dalam seminggu. Warga yang kesulitan memperoleh pasokan, terpaksa mengisi pertamax dengan harga yang lebih mahal.
Sampai saat ini belum diketahui secara pasti terkait penyebab kelangkaan pertalite. Hal ini menimbulkan berbagai persepsi di masyarakat. Ada yang mengatakan bahwa kelangkaan ini mungkin disebabkan oleh stok minyak yang mulai menipis, ada yang menduga hal ini merupakan strategi pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM, bahkan ada juga yang menduga bahwa terdapat orang yang dengan sengaja menimbun pertalite demi keuntungan pribadi. Namun kebanyakan dari mereka berpikir bahwa pemerintah sudah mulai mendorong masyarakat untuk beralih ke BBM yang lebih tinggi seperti permatax.
Penggunaan pertamax sebenarnya tidaklah buruk, karena seperti yang diketahui bahwa pertamax memiliki oktan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertalite. Semakin tinggi oktan, performa mesin akan semakin baik apalagi untuk mesin keluaran baru yang kebanyakan dirancang untuk mengonsumsi bahan bakar beroktan 92 (RON92). Selain itu, dengan nilai oktan yang lebih tinggi maka polusi yang dihasilkan akan semakin sedikit. Sehingga jika dibandingkan dengan pertalite, pertamax lebih ramah lingkungan.
Yang menjadi masalah adalah saat harga BBM naik, pendapatan masyarakat tidak ikut naik. Dengan kenaikan BBM maka biaya distribusi barang juga akan meningkat. Hal tersebut berimbas pada kenaikan harga barang-barang pokok yang lain. Jika pendapatan masyarakat tidak ikut naik, maka masyarakat harus menganggarkan biaya lebih untuk kebutuhan BBM. Hal ini mungkin tidak akan terlau terasa bagi masyarakat kalangan menengah ke atas. Namun bagi masyarakat kalangan bawah, tentunya perlu usaha lebih untuk beradaptasi.
Di satu sisi, pengalihan alokasi BBM menuju bahan bakar yang memiliki oktan lebih tinggi akan beguna bagi lingkungan. Namun di sisi lain, masyarakat menjerit karena harga BBM yang tinggi.
Kelangkaan BBM subsidi memang sudah menjadi asupan dari tahun ke tahun. Karena barang yang terbatas bila digunakan terus-menerus maka juga akan habis. Namun, jika berkaca pada pengalaman-pengalaman sebelumnya, kelangkaan seperti ini hanya digunakan oleh pemerintah sebagai batu loncatan untuk mengurangi subsidi BBM. Dengan kata lain yaitu menaikkan harga BBM atau bahkan menghapuskannya.
Kenaikan harga BBM sendiri sudah seperti bom waktu yang akan meledak pada waktu yang telah ditentukan. Harga BBM pun juga akan naik seiring dengan keputusan pemerintah.
Hal seperti ini pernah terjadi pada BBM subsidi yang lain, yaitu premium. Pada kala itu premium telah mengalami kenaikan dan penurunan harga, kelangkaan, hingga akhirnya dihapuskan pada awal tahun 2023.
Belum genap setahun, penggantinya yaitu pertalite telah ikut mengalami kelangkaan. Apakah pertalite akan mengikuti jejak pendahulunya? Seperti apakah solusi dari pemerintah terkait hal ini? Mari kita pantau dan awasi bersama!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H