UMKM sendiri di desa Ngancar tidak begitu banyak karena mayoritas penduduk memilih untuk bertani. Bahkan dari data yang didapatkan di website resmi desa, dari sekitar 2256 penduduk yang telah terdata, 48.2% penduduknya berprofesi sebagai petani, yakni sekitar 1067 penduduk. Sedangkan sisanya terbagi menjadi berbagai profesi lain yang didominasi sebagai wiraswasta. Dari seluruh penjuru desa khususnya dusun Ngancar dan Geyong, kelompok kami setidaknya hanya menemukan 2 jenis produk UMKM, yaitu tusuk dan sambal sate yang biasanya digunakan untuk berjualan di Sarangan, serta berbagai olahan dari wortel dan bahan sayur alami lainnya yang dibentuk menjadi stik, mi, dan minuman bubuk. Olahan UMKM ini dikelola oleh perkumpulan ibu-ibu KWT Seruni dengan menggunakan bantuan modal awal dari desa.
Dari sisi sosial, masyarakat Desa Ngancar dikenal memiliki ikatan yang kuat. Kehidupan sosial di desa ini sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai gotong royong, di mana warga saling membantu dalam berbagai kegiatan, baik dalam pertanian maupun acara-acara sosial. Seperti contoh bila ada yang mengandakan acara pernikahan, maka hampir seluruh masyarakat dari ujung selatan sampai utara desa akan hadir membantu “rewang-rewang” di kediaman yang bersangkutan tanpa perlu diundang satu-persatu. Contoh lainnya ialah bila ada seorang masyarakat hendak membangun rumah, maka yang datang membantu “mengecor” dan lain-lain pasti tidak kurang dari 200 orang. Begitulah kiranya gambaran atas sikap “persaudaraan” dan nilai gotong royong yang sudah melekat dalam diri masyarakat. Tradisi ini benar-benar menciptakan rasa kebersamaan yang tinggi di antara penduduk.
Budaya lokal Desa Ngancar sangat kaya dan beragam. Berbagai upacara adat dan perayaan tradisional masih dilestarikan, seperti sedekah bumi dan perayaan hari besar keagamaan. Kegiatan mujahadah dan yasinan pun rutin dilakukan setiap minggunya, baik yang terkhusus untuk ibu-ibu, maupun yang umum mencakup kaum laki-laki dan perempuan. Kegiatan-kegiatan ini tidak hanya menjadi sarana untuk menjaga tradisi, tetapi juga memperkuat hubungan antarwarga. Dalam setiap perayaan, masyarakat biasanya menyajikan makanan khas, yang menjadi simbol syukur atas hasil panen.
Pendidikan di Desa Ngancar menjadi salah satu hal yang harus mendapat perhatian yang lebih. Di desa ini, hanya terdapat satu sekolah dasar yang bertempat di belakang balai desa, yakni di tengah-tengah dusun Ngancar. Sekolah ini menampung semua murid SD baik yang berasal dari dusun Ngancar maupun Geyong. Jumlah keseluruhan murid pun hanya sekitar 75 siswa dari seluruh tingkatan kelas dengan murid rata-rata hanya berkisar 10-18 anak per kelas. Kondisi ini disebabkan tingginya antusias masyarakat untuk memasukkan anaknya ke pondok pesantren dibanding SD Negeri setempat sehingga sebagian besar murid yang seharusnya bisa mengisi sekolah tersebut berpindah ke pondok pesantren. Meskipun demikian, tantangan ini tidak menjadi halangan bagi para guru untuk mendidik calon masa depan desa Ngancar.
Infrastruktur di Desa Ngancar juga mengalami perkembangan. Jalan-jalan yang menghubungkan desa dengan daerah lain semakin baik, meskipun masih ada beberapa bagian yang perlu perbaikan. Akses transportasi yang baik sangat penting untuk mendukung kegiatan ekonomi, terutama dalam distribusi hasil pertanian.
AIR TERJUN TIRTOSARI NGANCAR
Air terjun Tirtosari dikelilingi oleh hutan tropis yang lebat dan hijau, menciptakan suasana yang sejuk dan tenang. Suara gemericik air yang jatuh dari ketinggian sekitar 30 meter menambah keindahan alami tempat ini. Keberadaan flora dan fauna yang beragam membuat kawasan ini menjadi habitat yang ideal bagi berbagai spesies. Udara segar dan pemandangan yang menakjubkan menciptakan pengalaman yang tak terlupakan bagi para pengunjung.
Perjalanan menuju air terjun Tirtosari bisa dibilang cukup menantang namun sangat memuaskan. Jalan setapak selebar kurang lebih 1.5 meter dengan medan yang menanjak cukup tinggi dapat menguji kekuatan fisik maupun kemampuan kendaraan dalam melaluinya. Dari pusat kota Ngancar, pengunjung dapat menggunakan kendaraan pribadi, berjalan kaki, ataupun ojek menuju jalur setapak yang mengarah ke air terjun. Jalur ini dikelilingi oleh pemandangan alam yang indah, dengan pepohonan besar, hamparan ladang yang luas, dan suara burung berkicau. Setelah berjalan kaki beberapa kilometer, pengunjung akan disambut oleh panorama air terjun yang memukau. Selain itu, wisata ini dapat pula dimasuki melalui Telaga Sarangan, yakni melalui gerbang masuk utama belakang tugu pesawat yang berada di sebelah barat telaga. Setelah memasuki gerbang, pengunjung akan menyusuri jalan menurun menyusuri jurang dan kanal yang juga memberikan pemandangan yang tak kalah indah. Cukup menantang namun memberikan keindahan yang sepadan.
Air terjun Tirtosari memiliki potensi besar untuk dijadikan sebagai objek wisata alam. Keindahannya yang alami dan suasana yang tenang menjadikannya tempat ideal untuk berlibur, berkemah, atau sekadar bersantai. Selain itu, air terjun ini juga berpotensi untuk dikembangkan dalam sektor pendidikan lingkungan, di mana pengunjung dapat belajar tentang ekosistem hutan tropis dan pentingnya pelestarian alam. Air terjun Tirtosari Ngancar ini adalah contoh sempurna dari keindahan alam yang dapat kita nikmati. Dengan keadaan alamnya yang memukau, perjalanan yang menantang, potensi wisata yang besar, sejarah yang kaya, serta cerita-cerita menarik yang menyertainya, air terjun ini layak dijadikan sebagai destinasi wisata. Melestarikan keindahan dan nilai-nilai yang ada di dalamnya adalah tanggung jawab kita bersama agar generasi mendatang juga dapat menikmati keajaiban alam ini.
AIR TERJUN PUNDAK KIWO DAN SUNGAI CANDI (SUMBER)
Selain air terjun Tirtosari, terdapat air terjun lainnya yakni air terjun Pundak Kiwo. Lokasinya berada cukup dekat dengan pusat desa Ngancar, yakni sekitar 1 kilometer di belakang balai desa. Untuk mencapai air terjun ini, pengunjung hanya bisa melakukan perjalanan kaki menyusuri lembah dan sungai “Candi” atau yang biasa disebut “sumber” oleh masyarakat. Jalan yang dilalui pun masih berupa jalan setapak yang membelah hutan dan pegunungan di kanan dan kirinya. Tidak ada jalan mulus seperti Tirtosari yang sudah berupa cor tebal, hanya berupa tanah dengan rumput-rumput yang lebat di sekitarnya. Kendaraan jenis apapun tidak akan bisa mencapai daerah tersebut. Perjalanan ini memberikan sensasi “membabat alas” kepada setiap pengunjung yang hendak mendatanginya. Sangat menantang namun memberikan keindahan dan keseruan yang sepadan dengan perjuangannya.