Mohon tunggu...
AHMAD RIDWAN
AHMAD RIDWAN Mohon Tunggu... Dosen - Buruh di Kemendikbudristek

Fakultas Manajemen dan Bisnis | Universitas Karya Persada Muna

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pentingnya Etika Bagi Korporasi

14 September 2024   12:42 Diperbarui: 25 September 2024   23:18 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Desain penulis melalui platform Canva

1. PENDAHULUAN

Pada tahun 1960-an, terjadi retropeksi pada tendensi etika yang konkret. Kepedulian etis pada saat itu, menandai lahirnya "etika terapan". Saat itu, marak publikasi ilmiah yang mengkaji etika terapan, misalnya Journal of Business Ethics yang terbit pada tahun 1981 dan Business Ethics Quarterly yang terbit pada tahun 1991, keduanya merupakan jurnal akademik yang secara luas membahas isu-isu etika dalam konteks bisnis. 

Isu-isu ini menyangkut persoalan-persoalan etis, seperti eksploitasi tenaga kerja, skandal akuntabilitas keuangan, perlindungan konsumen atau dampak lingkungan hidup akibat operasi bisnis dan lain sebagainya.

Praktik-praktik bisnis yang dilakukan secara tidak etis atau tidak beretika, tidak hanya berdampak bagi para stakeholders, tetapi bagi bisnis itu sendiri. 

Sebagai contoh, WorldCom, salah satu perusahaan telekomunikasi paling besar di dunia saat itu, mengumumkan kebangkrutan terbesar dalam sejarah Amerika Serikat pada tahun 2002. WorldCom terlibat skandal manipulasi akuntansi sebesar miliaran dolar. 

Ada pula kasus yang menjerat perusahaan Volkswagen Dieselgate. Pada tahun 2015, Volkswagen Dieselgate mengakui bahwa mereka telah menggunakan perangkat lunak yang melanggar hukum untuk mengubah hasil uji emisi kendaraan diesel mereka. Skandal ini mengakibatkan kerugian besar dan serangkaian tuntutan hukum. 

Ada pula kasus yang menjerat perusahaan pembayaran digital Jerman, Wirecard. Perusahaan itu mengalami kebangkrutan pada tahun 2020. Skandalnya melibatkan tuduhan pencucian uang dan kecurangan lainnya. 

Kasus berbeda juga pernah dialami oleh Enron Corporation pada tahun 2001. Akibat praktik akuntansi yang manipulatif telah mengakibatkan kerugian finansial yang besar bagi Enron Corporation dan hilangnya kepercayaan pasar. 

Di tahun yang sama, pada waktu itu, perusahaan Arthur Andersen ikut terseret bersama Enron Corporation. Setelah diadili atas tuduhan pemalsuan dokumen, Arthur Andersen dinyatakan bersalah dan akhirnya mengalami kebangkrutan pada tahun 2002.

Lalu, pada tahun 2016, Wells Fargo mengalami kontroversi besar ketika ditemukan bahwa perusahaan tersebut telah membuat jutaan akun palsu tanpa persetujuan konsumen. Skandal ini menyebabkan penurunan reputasi Wells Fargo, tuntutan hukum, dan pembayaran denda besar.

Contoh yang lain, PT Freeport Indonesia, sebuah anak perusahaan Freeport-McMoRan Inc., telah berulang kali terlibat dalam kontroversi lingkungan dan sosial. Misalnya, kasus limbah tailing-yang merupakan sisa dari proses pengolahan hasil tambang---telah merusak sungai-sungai di kawasan Mimika (Sucahyo, 2023). 

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga menganggap PT Freeport Indonesia telah menyebabkan kerusakan lingkungan dengan total potensi kerugian lingkungan yang timbul mencapai Rp 185 triliun (Hidayat, 2017). Belum lagi 47 Pelanggaran yang pernah ditemukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (Hidayat, 2018). 

Perilaku tidak etis yang dilakukan oleh Freeport-McMoRan Inc., memunculkan masalah reputasi dan telah memberikan tekanan tambahan bagi perusahaan. Menyebabkan investasi dan ekspansi tambang terterhambat karena ketidakpastian hukum dan tekanan dari berbagai stakeholders, yang pada akhirnya berkontribusi pada kesulitan keuangan perusahaan.

Masih terkait rusaknya lingkungan hidup akibat praktik bisnis. Selama ini, praktik pembukaan lahan oleh "sebagian" pelaku usaha perkebunan kelapa sawit telah menyebabkan kebakaran hutan besar-besaran di Indonesia dan Brasil. Insiden ini menimbulkan kerusakan lingkungan dan memicu perubahan iklim. Pada akhirnya, perusahaan yang terlibat harus menghadapi tuntutan hukum, denda, atau kampanye advokasi dari para aktivis lingkungan.

Tuntutan hukum dan kerugian finansial merupakan implikasi dari praktik bisnis yang tidak etis. Ridwan (2018, hlm. 2) mengemukakan bahwa tanggung jawab perusahaan bukan hanya berpijak pada nilai perusahaan yang direfleksikan dalam kondisi keuangan, tetapi juga berpijak pada masalah sosial dan lingkungan hidup. 

Dalam jangka panjang, etika menentukan keberlanjutan entitas bisnis. Sekelumit masalah-masalah etis akan berbalik menjadi ancaman terhadap pencapaian tujuan bisnis itu sendiri. Keputusan bisnis yang tidak etis dapat merusak reputasi. 

Mella dan Gazzola (2015) menemukan bahwa etika dan reputasi bisnis saling terkait. Reputasi yang baik menjaga keberlanjutan bisnis. Rusaknya reputasi menyebabkan ketidakpuasan stakeholders dan tuntutan hukum. Akibatnya, bisnis diperhadapkan dengan hilangnya kepercayaan pasar dan investor. 

Sehingga, bisnis akan menderita kerugian finansial. Potensi risiko ini sulit dipulihkan dan berdampak negatif pada kinerja bisnis jangka panjang (Ridwan, 2024, hlm. 169). Oleh karena itu, etika bisnis berperan strategis.

2. TINJAUAN TEORITIS: KONSEP ETIKA BISNIS BAGI KORPORASI

Menurut Gazzola dan Colombo (2014), apa yang menjadi landasan etika bisnis selalu mencakup hubungan antara bisnis dan masyarakat, yang diilhami oleh prinsip-prinsip etis. 

Tindakan yang benar diukur berdasarkan moralitas. Prinsip seorang manajer dalam pendekatan ini dinyatakan dengan: “Apakah saya siap jika tindakan saya dicetak di halaman depan surat kabar?” atau “Apakah menurutku bisa diterima, jika orang lain memperlakukanku sebagaimana aku memperlakukan mereka?” (Gibson, 2023, hlm. 8-9).

Gibson (2023, hlm. 7) mendefinisikan etika bisnis sebagai bidang dalam etika normatif yang berkaitan dengan isu-isu moral khusus dan keprihatinan yang timbul dalam konteks aktivitas bisnis. Bentuk keprihatinan yang timbul dalam konteks ini seperti manipulasi akuntansi yang pernah dilakukan oleh WorldCom pada tahun 2002, kecurangan yang pernah dilakukan oleh Volkswagen Dieselgate pada tahun 2015, dan lain sebagainya.

Definisi berbeda, dikemukakan oleh Ferrell, et al. (2019, hlm. 4), yang menyatakan bahwa etika bisnis menyangkut prinsip, nilai, dan norma organisasi yang mungkin berasal dari individu, pernyataan organisasi, atau dari sistem hukum yang memandu perilaku individu dan kelompok dalam bisnis. 

Oleh karena itu, dengan kata lain, etika bisnis dapat saja berlandaskan pada prinsip, nilai, dan norma yang bersumber dari Nabi Muhammad ﷺ sebagai individu yang mengajarkan nilai moral universal, misalnya keadilan, kemurahan hati, keterbukaan serta kesetaraan dan lain-lain. 

Atau etika bisnis yang berasal dari pernyataan organisasi, seperti Universal Declaration of Human Rights 1948 yang disahkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). 

Atau etika bisnis dapat saja berlandaskan pada prinsip, nilai, dan norma yang bersumber dari sistem hukum, misalnya United Nations Framework Convention on Climate Change dan Protokol Kyoto, yang menjadi standar moral internasional untuk perlindungan lingkungan dan mitigasi perubahan iklim.

Nilai membentuk dasar moral dan prinsip memandu perilaku dan interaksi manusia dalam konteks sosial yang lebih luas. Oleh karena itu, Ferrell, et al. (2019) menganggap etika sebagai perilaku atau keputusan yang dibuat dalam nilai-nilai kelompok. Maka dalam bisnis, tidak hanya investor, tetapi juga tenaga kerja, konsumen, dan masyarakat umum sering kali menentukan apakah suatu tindakan atau standar tertentu, etis atau tidak.

Maka, penting untuk ditekankan bahwa korporasi tidak hanya bertanggung jawab kepada pihak pemilik modal.

Sebagaimana gagasan yang diajukan di dalam stakeholders theory, bahwa perusahaan harus bertanggung jawab tidak hanya kepada pemegang sahamnya tetapi juga kepada semua ‘pihak yang terdampak’ (Mella dan Gazolla, 2015, hlm. 40). 

Freeman (1984, hlm. 46) menggambarkan stakeholders sebagai setiap kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan organisasi. Oleh karena itu, bisnis juga harus bertanggung jawab kepada para stakeholders-nya. 

Bertens (2007, hlm. 143) menjelaskan bahwa sebagai “nilai” yang berbeda dengan nilai lainnya (misal, nilai ekonomis, nilai estetika, atau nilai intelektualitas), nilai moral itu berkaitan dengan "tanggung jawab". Sehingga, bisnis yang dilandasi nilai-nilai moral akan bertanggung jawab.

Weiss (2022, hlm. 65-66) mengemukakan bahwa individu bertanggung jawab secara moral atas dampak buruk dari tindakannya, yaitu: (1) ketika mereka secara sadar dan bebas bertindak atau menyebabkan tindakan tersebut terjadi dan mengetahui bahwa tindakan tersebut “salah” secara moral atau menyakiti orang lain; dan (2) ketika mereka secara sadar dan bebas, gagal mencegah tindakan yang merugikan, dan mereka tahu bahwa tindakan tersebut merupakan tindakan yang “salah”

3. MANFAAT PRAKTIK BISNIS YANG ETIS BAGI KORPORASI

Berman, et al. (2005), Hillman dan Keim (2001), Harrison dan Freeman (1999) serta Kotter dan Hesket (1992) telah mengamati masalah hubungan dengan stakeholders dan mereka menemukan bahwa manajer perusahaan yang berkinerja tinggi cenderung mempertimbangkan kepentingan semua kelompok stakeholders sewaktu mengambil keputusan (Robbins, Coulter, dan Decenzo, 2017, hlm. 66). 

Artinya bahwa keberhasilan jangka panjang perusahaan terkait dengan hubungan baik tidak hanya dengan pemilik modal, tetapi juga hubungan baik dengan semua pihak yang terlibat dalam operasi perusahaan, seperti karyawan, konsumen, dan masyarakat. 

Dengan memperhatikan kepentingan semua kelompok stakeholders, manajer dapat membangun kepercayaan, meningkatkan kinerja perusahaan, dan meminimalkan risiko konflik. Ini adalah pendekatan yang berkelanjutan dan berorientasi pada nilai yang dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi perusahaan dan stakeholders-nya.

Manfaat ini dirangkum oleh Ferrell, et al. (2019) sebagaimana pada Gambar berikut.

Ferrell, et al. (2019)
Ferrell, et al. (2019)

Hubungan antara etika bisnis dan kinerja sebagaimana yang dikemukakan oleh Ferrell, et al. (2019) berkaitan dengan reputasi bisnis. Asumsinya, kinerja bisnis dicapai melalui reputasi yang baik. 

Sejak dulu, teori-teori yang mengkaji mengenai dampak reputasi telah mengilustrasikan pentingnya memperhitungkan dampak negatif dari kegiatan bisnis dalam pengambilan keputusan. Bisnis yang bertanggung jawab harus meminimalkan risiko bagi masyarakat dan lingkungan hidup. 

Ditekankan dalam institutional theory bahwa praktik bisnis yang konsisten dengan norma dan nilai-nilai sosial dapat meningkatkan reputasi bisnis di mata masyarakat (DiMaggio dan Powell, 1983); 

theory of corporate social responsibility juga menekankan pentingnya praktik bisnis yang bertanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan dalam membentuk reputasi perusahaan. Praktik CSR (Corporate Social Responsibility) yang positif dapat meningkatkan citra perusahaan dan meningkatkan kepercayaan stakeholders (Carroll, 1991); 

lalu, ada theory of corporate image yang menyoroti pentingnya citra atau image bisnis dalam mempengaruhi persepsi konsumen dan publik tentang reputasi. Citra bisnis yang positif dianggap dapat meningkatkan reputasi dan kepercayaan konsumen (Balmer dan Gray, 2003).

Tinjauan teoritis tersebut sesuai dengan beberapa studi empiris yang telah meneliti hubungan antara reputasi dan kinerja bisnis.

Misalnya, Rose dan Thomsen (2004) menemukan bahwa reputasi berpengaruh pada kinerja. Jika manajemen berkepentingan untuk meningkatkan nilai pemegang saham, maka manajemen harus memperhatikan dampak bisnis terhadap reputasi perusahaan.

 Kemudian, dalam penelitian dengan subjek serupa yang dilakukan oleh Li, Zhongwei, dan Ma (2016) ditemukan bahwa reputasi perusahaan memiliki hubungan positif yang signifikan terhadap pertumbuhan bisnis. 

Temuan ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bag, Srivastava, Gupta,  Sivarajah, dan Wilmot (2024) yang menemukan bahwa tanggung jawab etika perusahaan secara tidak langsung meningkatkan identitas merek perusahaan. Pada akhirnya hal ini mengarah pada peningkatan kinerja.

Argumentasi sebelumnya menunjukkan bahwa sikap etis akan membuahkan hasil dengan kinerja yang lebih baik. Bahkan, biaya ekuitas dan pembiayaan bagi perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial lebih rendah dibandingkan perusahaan yang tidak melibatkan stakeholders (Girerd-Potin, et al., 2014; dalam Ferrell, et al. 2019, hlm. 19). 

Investor melihat lebih banyak risiko pada perusahaan yang tidak memiliki budaya etis. Perusahaan yang dianggap memiliki tingkat kejujuran dan integritas yang tinggi oleh tenaga kerjanya memiliki rata-rata profit yang jauh lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang dianggap memiliki tingkat kejujuran dan integritas yang rendah (Ferrell, et al. 2019). 

Kepedulian perusahaan terhadap perilaku etis menjadi bagian dari perencanaan strategis untuk profitabilitas yang lebih tinggi.

4. PENUTUP

Etika bisnis yang baik berkaitan dengan keberlanjutan jangka panjang perusahaan. Praktik bisnis yang etis cenderung mengurangi risiko reputasi yang dapat mengganggu operasi bisnis dalam jangka panjang. Oleh karena itu, etika bisnis bukan hanya tentang melakukan hal yang benar, tetapi juga merupakan investasi yang berharga dalam membangun dan mempertahankan reputasi yang kuat bagi perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA

  • Bag S., Srivastava G., Gupta S.,  Sivarajah U., dan Wilmot N.V. 2024. The effect of corporate ethical responsibility on social and environmental performance: An empirical study. Industrial Marketing Management. 117: 356-370. DOI: 10.1016/j.indmarman.2024.01.016.
  • Balmer J.M.T., dan Gray E.R. 2003. Corporate brands: What are they? What of them? European Journal of Marketing, 37(7-8), hlm. 972–997. DOI: 10.1108/03090560310477627.
  • Berman L., Phillips R. A., dan Wicks A. C. 2005. Resource Dependence, Managerial Discretion, and Stakeholder Performance. Academy of Management Annual Meeting Proceedings, Vol. 2005, issue 1, Conference Paper. DOI: 10.5465/ambpp.2005.18783425.
  • Bertens, K. 2007. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  • Brandt, R.B. 1959. Ethical Theory: The Problems of Normative and Critical Ethics. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
  • Carroll, A.B. 1991. The pyramid of corporate social responsibility: Toward the moral management of organizational stakeholders. Business Horizons, Volume 34, Issue 4, hlm. 39-48. DOI: 10.1016/0007-6813(91)90005-G.
  • DiMaggio, Paul J. dan Powell. 1983. The Iron Cage Revisited: Institutional Isomorphism and Collective Rationality in Organizational Fields. American Sociological Association, Vol. 48 (2), hlm. 147-160. DOI: 10.2307/2095101.
  • Edi Y. P., Safitri D., Shintia Y., Putri T.F., Amanda X., Tazkia P., dan Amada S.N. 2023. Analisa Corporate Social Responsibility pada PT Unilever Indonesia pada Bisnis Internasional di Indonesia. Jurnal Publikasi Ilmu Manajemen; Vol. 2 No. 2: 178-189.
  • Ferrell O.C., Fraedrich J., dan Ferrell L. 2019. Business Ethics: Ethical Decision Making and Cases (Twelfth Ed.). Boston: Cengage Learning, Inc.
  • Freeman, R.E. 1984. Strategic Management: A Stakeholder Approach. Massachusetts: Pitman Publishing.
  • Gazzola, P. dan Colombo, G. 2014. Ethics and CSR. the strategy debate. Confluências Interdisciplinary Review of Sociology and Law, Vol. 16, No. 1, hlm.84–98.
  • Gibson, K. 2023. Ethics and Business: An Introduction (2nd Ed.). Cambridge: Cambridge University Press.
  • Girerd-Potin I., Jimenez-Garcés S., dan Louvet P. 2014. Which Dimensions of Social Responsibility Concern Financial Investors? Journal of Business Ethics 121, 4 (2014), 559–576.
  • Harrison J.S.  dan Freeman R.E. 1999. Stakeholders, Social Responsibility, and Performance: Empirical Evidence and Theoretical Perspectives. Academy of Management Journal, volume 42, issue 5: 479–87. DOI: 10.5465/256971.
  • Hidayat, A.A.N. 2018. Kementerian Lingkungan Hidup Temukan 47 Pelanggaran Freeport [Halaman Web]. Dapat diakses pada:
  • https://bisnis.tempo.co/read/1069429/kementerian-lingkungan-hidup-temukan-47-pelanggaran-freeport, tanggal 21 April 2024.
  • Hidayat, A.A.N. 2017. Enam Pelanggaran Lingkungan Freeport Versi BPK [Halaman Web]. Dapat diakses pada: https://bisnis.tempo.co/read/871310/enam-pelanggaran-lingkungan-freeport-versi-bpk, tanggal 24 April 2024.
  • Hillman A. J.  dan Keim G. D. 2001. Shareholder Value, Stakeholder Management, and Social Issues: What’s the Bottom Line? Strategic Management Journal Vol. 22 issue 2: 125–39. DOI: 10.2307/3094310
  • Kotter J. dan Heskett J. 1992. Corporate Culture and Performance. New York: The Free Press.
  • Li G. Honggui, Zhongwei W. Chen, Ma X. Guoxin. 2016. Corporate Reputation and Performance: A Legitimacy Perspective. Entrepreneurial Business and Economics Review, 4(3):181-193. DOI: 10.15678/EBER.2016.040313
  • Leonidou L.C., Kvasova O., Leonidou C.N., dan Chari S. 2013. Business Unethicality as an Impediment to Consumer Trust: The Moderating Role of Demographic and Cultural Characteristics. Journal of Business Ethics 112, 3: 397–415.
  • Loe T.W. 1996. The Role of Ethical Culture in Developing Trust, Market Orientation and Commitment to Quality. Disertasi PhD: Universitas Memphis.
  • Mella, Piero dan Gazzola, Patrizia. 2015. Ethics builds reputation. Int. J. of Markets and Business Systems. 1. 38-52. DOI: 10.1504/IJMABS.2015.070293.
  • Nisa D.K., Paksi A.K., Hutami, Amalia A.N., dan Fadilla Q.Y. 2021. Unilever's contribution to achieving sustainable development goals 3 in Indonesia. E3S Web of Conference, 316(2):01023. DOI: 10.1051/e3sconf/202131601023.
  • Nielsen. 2014. Doing Well by Doing Good, [Halaman Web] Dapat diakses:https://nielseniq.com/global/en/insights/report/2014/doing-well-by-doing-good/,pada 25 April 2024.
  • Nurbaiti A., Ihsani I., Raharjo S. T., dan Humaedi S. 2020. Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Melalui Program Berbagi Sehat Oleh Pt Unilever. Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat; Vol 6, No 3: 238-245.
  • Petruno T. 2014. Beyond profits: Millennials embrace investing for social good, [Halaman Web]. Dapat diakses pada: https://www.latimes.com/business/la-fi-socially-conscious-investing-20141207-story.html, pada 25 April 2024.
  • Ridwan A. 2024. Etika dalam manajemen. Dalam Rachmayanti A. (Ed.). Dasar-Dasar Manajemen, (hlm. 176-190). Gowa: CV. Karsa Cendekia.
  • Ridwan, A. 2018. Pengaruh Good Corporate Governance, Ukuran Perusahaan dan Profitabilitas terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility. Skripsi. Kendari: Universitas Halu Oleo. Dapat diakses pada: https://www.researchgate.net/publication/379957584/, tanggal 24 April 2024.
  • Robbins S.P, Coulter M., Leach E., Kilfoil M. 2018. Management (Twelfth Ed.). New York: Pearson Canada Inc.
  • Robbins S.P., Coulter M, dan Decenzo D.A. 2017. Fundamental of Management: Management Myth Debunked! (Tenth Ed.). Harlow: Pearson Education Limited.
  • Rose C., dan Thomsen S. 2004. The Impact of Corporate Reputation on Performance: Some Danish Evidence. European Management Journal, Volume 22, Issue 2, Hlm. 201-210. DOI: 10.1016/j.emj.2004.01.012.
  • Sucahyo, N. 2023. Limbah Tailing Freeport Rusak Lingkungan, Hancurkan Kehidupan [Halaman Web].  Dapat diakses pada: https://www.voaindonesia.com/a/limbah-tailing-freeport-rusak-lingkungan-hancurkan-kehidupan-/6943257.html, tanggal 24 April 2024.
  • Udayana, I. B. N., Cahya, A. D., & Dewi, N. S. 2023. Pengaruh Strategi Pemasaran Dan Corporate Social Responsibility Terhadap Loyalitas Pelanggan Yang Dimediasi Oleh Kepuasan Pelanggan Pt Unilever Indonesia. Jurnal Manajemen Terapan Dan Keuangan, Vol. 12 No. 01:263-276.
  • Unilever. 2024. Unilever Indonesia Catat Laba 4,8 Triliun di 2023. Dapat diakses pada: https://www.unilever.co.id/news/press-releases/2024/fokus-pada-pertumbuhan-jangka-panjang-unilever-indonesia-catat-laba-48-triliun-di-2023/, tanggal 23 April 2024.
  • Valentine S., Godkin L., Fleischman G.M., dan Kidwell R. 2011. Corporate Ethical Values, Group Creativity, Job Satisfaction and Turnover Intention: The Impact of Work Context on Work Response. Journal of Business Ethics 98, 3: 353–572.
  • Weiss, J.W. 2022. Business ethics: A stakeholder and issues Management approach (7th Ed.). Oakland: Berrett-Koehler Publishers, Inc.
  • Wijaya, S. M., Kevin, N., dan Ie, M. 2023. Pembangunan Strategi Untuk Melaksanakan Rencana Keberlanjutan Lifebuoy Unilever Di India. Jurnal Serina Ekonomi Dan Bisnis; Vol. 1 No. 2: 329-342.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun