PENDAHULUAN
Pada tanggal 10 Desember 1948 terjadi peristiwa bersejarah. Saat itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadopsi dokumen Universal Declaration of Human Rights (UDHM).Â
Peristiwa ini menjadi tonggak penting dalam pengakuan Hak Asasi Manusia (HAM) secara universal.
Di antara poin kunci yang termaktub dalam deklarasi tersebut meliputi pengakuan bahwa semua manusia dilahirkan setara dalam martabat dan hak-haknya.Â
Tidak boleh ada diskriminasi atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, kebangsaan, atau asal-usul sosial.Â
Semua individu memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan hukum yang adil dan tanpa diskriminasi.Â
Relevansi deklarasi HAMÂ PBB tidak hanya berlaku bagi negara dan individu, tetapi juga memiliki implikasi yang signifikan bagi perusahaan atau bisnis.
Sangat disayangkan, kenyatannya, tidak sedikit praktik bisnis di era modern ini yang justru "menganulir" isu HAM. Sebagai contoh kecil saja, melalui Laporan Komnas HAM periode semester 1 2023, dilaporkan bahwa telah terjadi kriminalisasi pekerja/buruh di salah satu perusahaan pengolah nikel di Kabupaten Morowali Utara pada 14 januari 2023.Â
Tidak hanya itu, melalui siaran pers WALHIÂ tanggal 15 Juni 2021 silam, dilaporkan telah terjadi pelanggaran HAM di dalam industri minyak sawit Indonesia yang memasok perusahaan-perusahaan besar.Â
Pelanggaran hak asasi manusia yang didokumentasikan oleh WALHI waktu itu, di antaranya perampasan tanah masyarakat tanpa persetujuan, pemindahan paksa, pengingkaran hak lingkungan dasar, kekerasan terhadap masyarakat adat dan komunitas yang tergusur, pelecehan, kriminalisasi dan bahkan korban jiwa bagi mereka yang berusaha mempertahankan tanah dan hutan mereka. Â Â