pilpres dan pileg telah usai, dinamika politik di Indonesia masih saja terjadi. Berbagai dugaan kecurangan mulai bermunculan. Ini artinya, potensi masifnya bibit kebencian juga bisa berpotensi semakin masif. Kenapa bisa begitu? Pola ini bisa digunakan untuk menjatuhkan pasangan calon yang terpilih. Dan hal hasil, pemerintahannya akan sering dipenuhi dengan penolakan dan ketidakpercayaan publik.
MeskiPertanyaannya, apakah kita mau akan terus berseteru? Apakah kita masih terus mempersoalkan pemilu? Mari kita introspeksi. Mari kita berpikir lebih obyektif dan untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas. Jika kita terus berseteru hanya mempersoalkan hal yang kita juga belum tahu, akan jadi sangat sia-sia. Bahwa perolehan suara harus dikawal, menjadi sebuah keharusan. Tapi jika proses pengawalan sudah dilakukan, dan hasilnya tidak sesuai yang diharapkan, tentu kita semua harus berlapang dada.
Bahwa setelah pemilu masih menyisakan polemik, menjadi tugas kita untuk menyikapinya secara bijaksana. Narasi kecirangan pemilu harus dilihat secara hati-hati. Karena oknum tertentu pasti akan memanfaatkan situasi ini, untuk semakin memperburuk keadaan. Mereka akan terus menyebarkan provokasi kebencian dan mendeligitimasi pemerintah dan calon pemimpin tertentu. Jika hal ini dilakukan, amarah yang belum reda tersebut bisa kembali muncul dan memicu terjadinya konflik.
Tentu kita ingin pemilu berjalan damai. Kita juga ingin semua masyarakat menghormati hasil pemilu. Sekali lagi, mari kita mengedepankan kepentingan yang lebih luas. Yaitu menjaga persaudaraan, saling menghargai dan menghormati, demi terciptanya persatuan dan kesatuan Indonesia. Karena menjaga persatuan dan kesatuan merupakan kewajiban kita semua, sebagai generasi penerus bangsa.
Indonesia tidak boleh hancur hanya karena provokasi dan kebencian. Karena sejatinya kita semua tidak sifat untuk saling memprovokasi dan membenci. Justru dalam darah kita mengalir sikap untuk saling menghargai dan menghormati antar sesama. Hasil pemilu semestinya tidak harus memecah belah persatuan dan kesatuan yang selama ini sudah terbentuk. Kecurangan pemilu harus dicarikan solusi agar tidak terjadi lagi. Siapapun yang berbuat curang, juga semestinya bisa mendapatkan hukuman, agar tidak mengulangi lagi.
Narasi kecurangan juga harus kita sikapi secara obyektif, agar kita tidak mudah terprovokasi informasi yang menyesatkan terkait hal ini. Karena narasi kecrungan seringkali dimanipulasi demi memperkeruh suasana di masyarakat. Sempat muncul undangan aksi menolak hasil pemilu 2024 di media sosial. Hal tersebut tentu harus kita waspadai. Bukan bermaksud untuk memilih pasangan A, B atau C. Mari kita pikirkan kepentingan yang jauh lebih penting. Yaitu kepentingan nasional.
Mari kita belajar dari pemilu sebelumnya, yang sempat membuat masyarakat terbelah hanya karena perbedaan pilihan politik. Jika hal tersebut terjadi, tentu kita semua yang dirugikan. Sementara elit politik tidak peduli, karena sudah duduk di kursi kekuasaan. Mari kita perkuat sistem kontrol, agar pihak yang terpilih nanti tidak semaunya dalam memimpin negeri ini. Salam persatuan Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H