Penyebaran ujaran kebencian di Indonesia mungkin sudah pada tahap mengkhawatirkan. Dalam situasi apa saja, selalu ada hujatan.
Betul pro dan kontra itu menjadi hal yang wajar. Tapi jika pro dan kontra berujung pada musyawarah untuk mendapatkan titik temu tidak masalah. Namun jika pro dan kontra didasarkan pada subyektifitas penuh kebencian, tentu akan bisa berpotensi memicu terjadi perpecahan.
Ketika Indonesia dilanda bencana alam, entah itu banjir, gempa atau tsunami, dibalik gelombang bantuan yang datang, juga selalu ada gelombang informasi bohong dan ujaran kebencian dibelakangnya.
Ketika Indonesia memasuki tahun politik, dibalik gelombang dukungan kepada pasangan calon tertentu, juga selalu diikuti gelombang ujaran kebencian dan kebohongan yang selalu disebarkan di media sosial.
Tak terkecuali ketika Indonesia sedang dilanda sebaran pandemic covid-19. Hanya dalam hitungan beberapa minggu saja, per tanggal 21 Maret 2020, sudah mencapai 450 orang yang dinyatakan positif corona.
Pemerintah sendiri telah melakukan himbauan untuk bekerja, beribadah dan beraktivitas dari rumah. Perkantoran dihimbau untuk melakukan work from home.
Tapi pada kenyataannya, masih banyak masyarakat yang memilih beraktifitas di luar rumah. Pada titik inilah, hujatan demi hujatan terus bermunculan di media sosial.
Kepedulian untuk menangkal virus ini, nampaknya belum menjadi perhatian semua orang. Gubernur DKI Jakarta sempat menjadi bulan-bulanan di media sosial. Entah siapa yang memulai.
Kepanikan dalam menyikapi penebaran virus, berubah menjadi kebencian terhadap kebijakan pemerintah. Apalagi hampir setiap peningkatannya cukup efektif. Kondisi ini diperparah ketika untuk mendapatkan masker dan hand sanitizer begitu sulit di pasaran.
Ketika China dan beberapa negara terkena corona, beberapa orang di Indonesia berkeyakinan virus tersebut tidak bisa masuk ke Indonesia karena negara ini beriklim tropis. Dan faktanya, virus yang jadi pembicaraan itu masuk juga ke Indonesia dan berhasil membuat ratusan orang terpapar.
Ketika masuk, umpatan, makian, kritikan, mulai bermunculan satu persatu. Mengkritik pemerintah laman, pemerintah tidak aware, gubernur DKI dianggap cekatan dan lain sebagainya. Ujung-ujungnya, ungkapan tersebut tetap saja bernuansa kebencian kepada seseorang.