Media sosial benar-benar telah menjadi rumah kedua di era digital ini. Berbagai macam aktifitas dunia maya, bisa dilakukan di media sosial. Tidak hanya mencari teman, mendapatkan informasi, media sosial juga sudah mulai marak digunakan banyak lembaga, kementerian untuk mensosialisasikan berbagai kebijakan yang mereka keluarkan. Namun tak jarang pula media sosial digunakan untuk menyalurkan ekspresi, baik itu dalam bentuk tulisan, gambar, hingga video.
Dibalik ekspresi positif, ada juga yang berekspresi dengan cara-cara yang salah. Diantaranya menebarkan pesan-pesan kebencian serta kebohongan. Penyebaran ujaran kebencian ini mulai marak, ketika kelompok radikal mulai merambah dunia digital untuk menyebarkan propaganda radikalisme.
Mereka secara sengaja menebarkan bibit radikalisme ini, agar generasi muda terpapar paham radikalisme. Ketika mereka mulai terpapar, provokasi-provokasi terus dimunculkan agar bisa naik ke level berikutnya, yaitu bertindak. Makanya akhir-akhir ini mulai marak persekusi. Bahkan pada titik yang lebih ekstrim, mereka berani melakukan aksi terorisme.
Dalam beberapa bulan kebelakang, ketika memasuki tahun politik, ujaran kebencian begitu massif menyebar ke dunia maya. Kemunculannya ini untuk menjatuhkan atau menaikkan elektabilitas pihak-pihak yang bertarung dalam pilkada, pileg, hingga pilpres mendatang.
Sadar atau tidak, kebencian ini merupakan salah satu bibit dari perilaku intoleran dan radikal. Karena kebencian yang menjadi-jadi, membangkitkan egoisme dan amarah yang membabi buta.
Pada titik  inilah, akal sehat dan logika akan hilang. Dan kita logika hilang, maka rasa saling menghargai dan toleransi itu juga akan hilang. Dan jika toleransi hilang, karakter keindonesiaan kita juga akan ikut tergerus secara perlahan. Dan jika karakter keindonesiaan itu tergerus, maka kepribadian bangsa ini pelan-pelan juga akan hilang.
Karena itulah, jangan anggap remeh penyebaran ujaran kebencian. Disinilah penguatan pendidikan karakter ke seluruh anak-anak. Tidak hanya di level keluarga, di tempat pendidikan, tempat bekerja dan tempat manapun, penguatan karakter keindonesiaan harus terus ditingkatkan. Penguatan pendidikan karakter ini juga harus bisa beradaptasi dengan kemajuan jaman.
Ketika hoax dan hate speech bisa menyebar melalui broadcast message dan media sosial, informasi tentang karakter keindonesiaan juga harus bisa menggunakan kemajuan teknologi. Hal ini penting agar dunia maya tidak terus dipenuhi dengan pesan kebencian, kebohongan dan bibit intoleransi.
Untuk bisa melakukan itu, tentu tidak bisa dilakukan sendiri. Perlu peran serta kita semua, agar karakter keindonesiaan kita tetap terjaga. Dari kecil, orang tua sudah mengajarkan tentang bagaimana meminta maaf ketika salah, saling bertegur siapa dengan orang lain, saling membantu antar sesama, dan saling menghormati serta menghargai perbedaan.
Dasar-dasar itulah yang telah diajarkan orang tua sejak dini. Lalu, nilai-nilai kearifan lokal yang menempel pada masing-masing suku, juga telah kita dapatkan di lingkungan tempat kita tinggal. Agama-agama yang ada di bumi ini, juga saling bersinergi untuk menjaga keharmonisan antar sesama.
Perpaduan itu semua adalah kita. Perpaduan itu sema adalah Indonesia. Karena kita Indonesia, maka jangan saling membenci, saling persekusi, atau melakukan perilaku intoleran. Mari saling menghargai dan membantu antar sesama, agar karakter keindonesiaan kita tetap terjaga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H