Ketika azan berkumandang, puluhan, ratusan, ribuan, bahkan jutaan manusia dari berbagai penjuru mendatangi masjid atau mushala untuk menunaikan sholat berjamaah. Hal terjadi di seluruh daerah di Indonesia ataupun negara lain. Sholat berjamaah merupakan bukti, bahwa kebersamaan antar sesama muslim bisa terjadi melalui tempat ibadah dalam hal ini masjid. Begitu juga dengan gereja, vihara ataupun tempat ibadah lainnya, akan mampu menjadi magnet bagi pemeluknya untuk beribadah di tempat ibadah. Persaudaraan melalui tempat ibadah ini, nyatanya bisa keluar dalam jangkauan yang lebih luas. Itulah yang disebut toleransi antar umat beragama.
Nilai-nilai persaudaraan melalui tempat ibadah ini, harus ditularkan ke seluruh penjuru negeri. Karena Tuhan menciptakan manusia saling berbeda satu dengan yang lainnya. Karena perbedaan itulah, setiap manusia dianjurkan untuk saling mengenal, saling berinteraksi satu dengan yang lain. Dengan saling interaksi, maka akan ada proses saling mengerti dan memahami. Ketika proses ini terjadi, maka rasa saling menghormati dan menghargai akan terjadi dalam lingkungan di sekitar kita.
Contoh positif ini, sayangnya banyak mulai diganggu oleh pemahaman yang salah dari kelompok-kelompok tertentu. Mereka secara sengaja menggunakan tempat ibadah, untuk menebarkan propaganda radikalisme. Bahkan beberapa kajian mengatakan banyak masjid yang mulai terpapar paham radikalisme. Tak heran jika pada pilkada DKI Jakarta waktu itu, masjid juga disalahgunakan untuk mengancam masyarakat, yang memilih paslon yang non muslim. Berbagai pengajian, ceramah, juga begitu massif mencaci, dan menjatuhkan paslon tertentu. Pola yang sama, nampaknya kembali dilakukan menjelang pemilihan presiden dan wakil presiden ini.
Tidak hanya ceramah, berbagai selebaran, bahkan tabloid diedarkan di masjid dan pesantren, yang isinya mendiskreditkan paslon tertentu. Lagi-lagi, tempat ibadah digunakan oleh oknum tertentu, untuk menjatuhkan dan menaikkan elektabilitas paslon. Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan. Tempat ibadah yang sejatinya menawarkan toleransi, justru digunakan untuk memupuk intoleransi.
Tempat ibadah yang semestinya bisa menyatukan keragaman, justru digunakan untuk memecah belah. Ingat, tempat ibadah telah mengajarkan kepada kita tentang pentingnya menjaga persaudaraan. Entah itu sesama saudara seiman, ataupun sesama manusia.
Jika saat ini tempat ibadah justru digunakan oleh oknum masyarakat, tentu ini merupakan sebuah kemunduran. Karena tempat ibadah apapun itu, sejatinya tidak diperuntukkan untuk kampanye politik, untuk menggalang kebencian, ataupun untuk merencanakan perilaku yang tidak baik. Mari kita saling introspeksi dan mengingatkan. Dan mari kita tanggalkan ego yang masih ada dalam hati.
Tahun politik seperti sekarang ini, adalah tahun untuk merekatkan tali persaudaraan. Tahun untuk saling mendoakan, agar pemimpin yang lahir dalam perhelatan demokrasi, adalah pemimpin yang amanah. Dan tempat ibadah merupakan tempat yang tepat untuk memanjatkan doa dan harapan. Karena itulah, jangan kotori tempat ibadah dengan ceramah yang menyesatkan, dengan selebaran yang membingunkan, dengan kampanye yang tak ada gunannya. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H