[caption caption="www.pubinfo.id"][/caption]Kemarin, saya melihat pemberitaan yang mengejutkan. Ternyata, dibalik serangkaian aksi teror yang dilakukan oleh kelompok teroris, ada aliran dana dalam jumlah besar, yang mengalir kepada kelompok teroris di Indonesia. Jumlahnya sangat fantastis. Menurut pengakuan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, setidaknya ada tiga kelompok teroris, yang mendapat aliran dana masing-masing sebesar Rp 1,3 miliar dari Yordania, Iraq, dan Suriah. (http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160215211329-12-111100/usai-bom-thamrin-ada-tiga-kelompok-rencanakan-teror/)
Saya pribadi jadi berpikir, sebenarnya niat melakukan serangkaian bom itu, murni ingin membunuh orang? Jihad yang tidak benar itu? Atau memang ingin mendapatkan uang? Bayangkan saja, Rp 1,3miliar setiap bulan, sampai berhasil melaksanakan aksinya. Karena tindak pidana terorisme ini sudah tidak antar kampung, atau antar kota, melakukan lintas negara, makanya perlu kerjasama dengan banyak negara. Harus bersama-sama mencegah tindak pidana terorisme.
Yang lebih mengejutkan, aliran dana itu ternyata tidak hanya dari ketiga negara yang disebutkan diatas. Berdasarkan penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), diduga ada aliran dana warga negara Australia yang mengalir kewarganegaraan Indonesia, untuk pendanaan jaringan terorisme. https://nasional.tempo.co/read/news/2015/12/28/063731285/ppatk-deteksi-aliran-dana-terorisme-dari-australia
Wah..kalau ini benar, makin tidak karuan saja peredaran kelompok teroris ini. Perlu ada upaya bersama lintas negara, untuk memblokir aliran dana ini. Perang melalui adu senjata, faktanya tidak cukup bias meredam pergerakan mereka. Harus ada upaya lain, seperti menciptakan system deteksi dini, agar aliran uang dalam jumlah tertentu, langsung bias diblokir. Bagi teman-teman di kalangan perbankan, mungkin bisa urun rembug untuk melakukan pencegahan ini.
Begitu massifnya jaringan teroris internasional ini, membuat berbagai pertemuan kepala negara, seringkali menyempatkan untuk membahas isu terorisme. Seperti yang dilakukan pada pertemuan, US-Asean Summit di Amerika Serikat. Bahkan, presiden Joko Widodo katanya akan memimpin pertemuan, untuk berbagai pengalaman Indonesia dalam menangangi tindak pidana terorisme, namun masih tetap menjaga kerukunan antar umat beragama di Indonesia.
Lagi-lagi, terorisme di Indonesia, sepenuhnya tidak berdiri sendiri. Kelompok teroris ini saling terhubung satu dengan yang lainnya. Melalui apa? Salah satunya melalui kecanggihan teknologi. Internet, di satu sisi memudahkan kita untuk mencari informasi dari belahan dunia manapun.Tapi di sisi lain, internet juga sangat efektif mensosialisasikan prograpaganda kelompok teroris ini. Sebut saja seperti ISIS. Hampir setiap eksekusi yang dilakukan selalu diunggah ke dunia maya. Karena itu, perlu filter yang cukup kuat bagi kita, khususnya memberikan pemahaman kepada anak-anak kita, untuk berinternet secara sehat.
Coba kita renungkan, seandainya uang Rp 1,3miliar itu diamalkan untuk membangun masjid, sudah berapa masjid yang terbangun. Jika digunakan untuk membantu anak-anak yang tidak bias sekolah, sudah berapa anak yang bias sekolah. Jika dana itu digunakan untuk membeli senjata, merakit bom, atau melakukan serangkaian tindakan teror, apakah ada gunanya? Jawabnya tentu saja tidak. Karena itu, ayo kita terus waspada. Bersama kita cegah terorisme.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H