Mohon tunggu...
Ahmad Ali Rendra
Ahmad Ali Rendra Mohon Tunggu... Lainnya - Kartawedhana

Kurator sekaligus Edukator Museum Rakyat Hulu Sungai Selatan, Anggota Tim Ahli Cagar Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sejarah Katupat Kandangan, dari Hidangan Rakyat hingga Ikon Budaya

22 September 2024   06:53 Diperbarui: 22 September 2024   08:12 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketupat Kandangan kuah gurih lauk Iwak Haruan (koleksi : penulis)

Oleh : Rendra, Pemerhati Budaya/Peneliti/Kurator Museum Rakyat Hulu Sungai Selatan.

Di tengah arus modernitas, Katupat Kandangan tetap menjadi primadona dalam berbagai acara, mulai dari syukuran keluarga hingga perayaan hari besar keagamaan. Makanan ini seolah menjadi benang merah yang menghubungkan masyarakat Hulu Sungai Selatan dengan warisan nenek moyang mereka.

Apa yang membuatnya begitu istimewa? Selain rasa, proses pembuatan Katupat Kandangan juga sarat akan nilai-nilai kearifan lokal. Dari pemilihan bahan hingga elemen-elemen pendukungnya, Katupat Kandangan menyimbolkan bagaimana dulu nenek moyang orang Kandangan bijak dalam memanfaatkan sesuatu yang ada (terkait hal ini akan kita bahas khusus pada paragraf lain).

Secara historis Katupat Kandangan tidak lepas dari perkembangan kota Kandangan itu sendiri yang merupakan sebuah district di wilayah Afdeling Hulu Sungai yang pada masa lalu menjadi pusat perkebunan kelapa dan penghasil kopra. Sulit untuk melacak sejak kapan tepatnya ada warung Ketupat Kandangan pertama muncul. 

Massifnya penyebaran warung ketupat Kandangan sudah sejak lama terjadi bahkan sampai ke luar kawasan Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang dibawa oleh diaspora masyarakat Kandangan, contohnya seperti ungkapan Atma Prawira (turunan diaspora masyarakat Kandangan di Banjarbaru), dulu nenekny yang hijrah dari Kandangan ke Banjarbaru membawa resep ketupat Kandangan dan membuka warung Katupat Kandangan mungkin yang pertama di kota Banjarbaru sekitar tahun 60-an.

Lain lagi dengan Hasan dan Husin yang mengatakan neneknya yang sudah membuka warung ketupat Kandangan di dekat kampung Parincahan yang diperkirakan pada masa kolonial Hindia-Belanda.

Katupat Kandangan memang diduga kuat mulai hadir dan berkembang pada saat era kolonial Hindia-Belanda yakni ketika Clapperculture atau perkebunan kelapa mulai digalakan di Kandangan. Kopra yang menjadi primadona ekspor dari Kandangan, jumlahnya sangat melimpah. Ketersediaan dan melimpahnya bahan baku dari pohon kelapa inilah yang pada gilirannya mendorong pemanfaatannya oleh masyarakat di kota kandangan.

Unsur "kelapa" dalam katupat Kandangan sangat begitu dominan. Mulai dari anyaman ketupatnya yang terbuat dari daun kelapa, kuahnya yang terbuat dari santan kelapa, tusukan ikan haruannya, bahkan dahulu untuk memangang ikan untuk lauknya masih terbuat dari pelepah pohon kelapa. Bahkan sabut dan tempurungnya pun digunakan untuk bahan bara pembakarnya.

Katupat Kandangan menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia tahun 2022 silam. Kepopuleran Ketupat Kandangan bahkan mungkin melampaui "Soto Banjar". Katupat Kandangan bisa saja tak se-populer Soto Banjar jika di luar Kalimantan. Namun Katupat Kandangan merajai pangsa kuliner lokal di Kalimantan Selatan khususnya untuk kelas makanan berat seperti Soto Banjar dan Gangan Paliat dari Kalua . 

Tidak seperti Soto Banjar, Katupat Kandangan massif menyebar bersama diaspora orang Kandangan ke berbagai daerah di Kalimantan Selatan, Timur dan Tengah bahkan di Banjarmasin yang merupakan tuan rumah dari kuliner Soto Banjar itu sendiri, warung Katupat Kandangan juga tak kalah menancapkan pengaruhnya di daerah Kuala Banjar apalagi dengan adanya koloni diaspora orang-orang Kandangan di wilayah Gambut dekat Banjarmasin.

Katupat Kandangan yang khas dengan nasi ketupatnya yang terurai ketika kita beri tekanan, dimana nasi yang terurai akan menyatu dengan kuahnya yang gurih. Ada yang lebih khas lagi dimana makan ketupat Kandangan akan lebih "afdol" ketika pakai tangan atau tidak pakai sendok, ini semacam ke harusan jika orang Hulu Sungai khususnya orang Kandangan makan ketupat tidak pakai sendok. Katanya sih, jauh lebih nikmat.

Katupat Kandangan disajikan ketika ada selamatan (koleksi penulis)
Katupat Kandangan disajikan ketika ada selamatan (koleksi penulis)

Anda fakta menarik tentang Katupat Kandangan yang jarang diketahui bahkan oleh masyarakat Kandangan (Hulu Sungai Selatan) itu sendiri. Apakah itu ?.

Ketupat Kandangan faktanya memiliki 2 jenis yakni Katupat Kandangan kuah putih (manis) dan Katupat Kandangan Kuah Gurih (agak kuning). Perbedaan tersebut sangat kentara jika kita jeli, katanya perbedaan itu terjadi ketika memasak santannya. 

Namun yang menarik Katupat Kandangan dengan kuah putih, segar dan manis itu sering kita temui di wilayah Amandit Selatan yakni daerah Wasah, Simpur dan sekitarnya. Namun apabila arah ke Hulu Amandit rata-rata kuah ketupatnya sangat gurih, berminyak dan agak kuning (sembari akan terbayang kuliner dengan kolestrol super tinggi saat melihat dan mencicipinya) .

Kuliner dari Kalimantan Selatan memang unik untuk makanan kelas berat memang memiliki latar belakang kebudayaanya masing-masing contohnya Soto Banjar, dimana sudah rahasia umum kuliner Soto diseluruh Indonesia berkembang di kota-kota pelabuhan yang memiliki interaksi dan pengaruh yang kuat dengan para penduduk tionghoa yang katanya Soto berasal dari kuliner masyarakat Tionghoa yang dalam bahasa Hokkian, yaitu Cau Do atau Jao To.( lihat Soto Betawi, Soto Lamongan, Soto Banjar, Soto Madura, Coto Makassar, dll ). Kuliner berkuah yangbterpengaruh dari masakan Tionghoa ini kemudian berkembang dengan ciri khasnya masing-masing di tiap daerah yang berbeda tak terkecuali di Banjarmasin. 

Beda lagi dengan Gangan Paliat dari Kalua yang awalnya merupakan hidangan VVIP ala keraton Banjar dengan resep rahasia yang super lezat dan lemak yang gurih. Dulu kuliner ini disajikan hanya untuk raja dan para Bangasawan Banjar dengan lauk utama ikan Baung yang "berenang" di kuah santan kuning yang sudah tercampur dengan extrak kunyit. Tentu makanan ini sangatlah lezat dan lauknya pun kini bisa digantikan dengan ikan Patin dan udang Galah. Namun yang tak kalah pentingnya sangat menjadi harapan penulis makanan ini juga kelak akan terpublikasi dengan baik dan populer sebagaimana Soto Banjar dan Katupat Kandangan. 

Eksklusifitas resep "original" Gangan Paliat yang berasal dari masakan khas dari kalangan yang tidak biasa dan resep khusus yang dijaga turun temurun oleh keluarga tertentu membuat persebarannya mungkin tidak semasif Katupat Kandangan ataupun Soto Banjar.

Sedangkan Katupat Kandangan adalah makanan yang memang berangkat dari latar belakang sajian berjenis "makanan rakyat" yang lahirnya bersamaan dengan maraknya perkebunan kelapa dan produksi kopra di kota Kandangan pada masa Hindia Belanda. 

Bahkan secara orisinil untuk nasi ketupatnya dibuat dari beras yang menghasilkan nasi yang "karau" (tidak pulen), mudah terurai ketika ditekan hal ini cukup menggambarkan makanan ini memang muncul dari kelas rakyat umum.

Mungkin itu saja episode tulisan kali ini. Semoga budaya kita tetap lestari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun