Mohon tunggu...
Ahmad Ali Rendra
Ahmad Ali Rendra Mohon Tunggu... Lainnya - Kartawedhana

Kurator sekaligus Edukator Museum Rakyat Hulu Sungai Selatan, Anggota Tim Ahli Cagar Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bagi Orang-orang yang Memperhatikan Tanda-tanda

3 Juni 2023   16:00 Diperbarui: 3 Juni 2023   18:27 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banjir sungai Amandit (Sumber: dok penulis)

Saat berdiskusi dengan ibuku, aku memberitahukan fenomena tersebut kepadanya, namun ia tidak begitu keheranan. ia menyebutkan sebuah istilah (lupa sebutannya) menggambarkan fenomena tersebut dari sudut pandang kearifan lokal. Ia menjelaskan masyarakat tradisional dahulu menafsirkan prilaku binatang (-semut) tersebut sebagai tanda akan naiknya air sungai hingga mencapai daratan alias Banjir. Betul saja kurang lebih 2 hari setelahnya "Banjir" terjadi disebabkan oleh luapan sungai Amandit yang mengair membelah kota Kandangan, dan air banjir dibelakang rumah ku mencapai batas tidak jauh dari lokasi semut-semut tersebut berprilaku aneh. 

Memang dalam pengetahuan modern disebutkan semut adalah salah satu binatang "cerdas"yang dapat mendeteksi kemungkinan Banjir dan hal senada juga pernah diungkapankan oleh Dosen Departemen HPT, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Ibu Dr Sri Nur Aminah Ngatimin, SP M.Si tentang kemampuan semut dalam "meramal" Banjir yang pernah ia disebutkan dalam sebuah tulisan di laman media online, namun tidak hanya itu saja bahkan Buku Artificial Intelligence karya Prof Imam Robandi, Ketua Dewan Profesor ITS Surabaya juga menyinggung kepandaian semut yang diterapkan dalam kecerdasan buatan dengan meniru perilaku hewan. ACO (Ant Colony Optimization) adalah teknik komputasi probabilistik untuk memecahkan masalah menemukan jalur terbaik dan mudah ditempuh. Umumnya, iring-iringan semut yang bertemu anggota lainnya sekilas terlihat saling berciuman. Ternyata mereka bertukar informasi menggunakan antenanya (Kaltimpos.jawapost.com : 2023). 

Dari beberapa kasus diatas menarik untuk kita cermati, bagaimana masyarakat tempo dulu mampu bertahan hidup dengan modal alat navigasi yang terbatas. Bahkan untuk  mitigasi bencana, kelompok masyatakat tradisional kita mencoba melihatnya dari pola dan prilaku alam sekitar. 

Seperti yang saya tuliskan sebelumnya di"Kode Alam dan Masyarakat Hulu Sungai di Kalimantan Selatan" tentang pendapat seorang Lesley Potter  dalam “Banjarese in Beyond Hulu Sungai" terkait "kepekaan" org Banjar secara umum dalam melihat kesempatan dan resiko erat kaitannya karna faktor geografis / struktur konstant geografi alam Kalimantan Selatan yang terdiri dari tanah alluvial dan rawa-rawa dengan tingkat keasaman tinggi, pasang surut aliran sungai (yang tak menentu), iklim, tanah terbuka dataran tinggi dan lainnya. Kepekaan masyarakat tradisional Banjar Hulu Sungai terhadap lingkungannya sesuai dengan tradisi kepercayaan nenek moyang mereka lalu kemudian ditambahkan dan disusul oleh ajaran agama ( Islam ) yang saat kini mayoritas mereka anut dan mengacu pada pada firman Allah SWT dalam Al-Qur'an :


"Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda (QS : Al-Hijr)"

Umat Islam memang terbiasa melihat tanda-tanda alam sebagai renungan dan mendalami rasa syukur terhadap nikmat dan kekuasaan Tuhan, disamping tradisi islam dalam terkait menentukan waktu ibadah berdasarkan dari mempelajari lintasan benda-benda langit sepeeti matahari, bulan, dan bumi untuk mengetahui posisi dan kedudukan benda langit yang satu dengan benda langit lainnya (Ilmu Falakiyah).

Berdasarkan penghayatan itulah dari berbagai peristiwa alam yang senantiasa dialami dalam perputaran waktu  terkadang terjadi berulang-ulang dan akhirnya dapat diperhitungkan gejala-gejalanya melalui sebuah tanda-tanda. Berlandasakan hal-hal tersebut orang Banjar tempo dulu saling berkaitan manusia dan alam dalam aspek saling menjaga dan memberi manfaat namun saat ini perubahan iklim dan prilaku alam yang semakin tidak menentu erat kaitannya ketika manusia era modern yang sudah "tidak bersahabat" lagi dengan alam, ketika manusia sombong dengan akal dan teknologinya, tidak memperdulikan "dampak besar" dari perubahan alam yang diakibatkan oleh "kerusakan" yang merajalela dan membabi buta menghancurkan ekosistem dan segala "perangkat alamiah" yang selama ratusan bahkan ribuan tahun telah membantu dan memberi manfaat positif agar mahluk yang bernama manusia agar dapat tetap melangsungkan hidup dan bertahan lama di dunia ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun