Oleh : Ahmad Ali Rendra
Tenaga Ahli Cagar Budaya (TACB) - Kab. Hulu Sungai Selatan
Beberapa waktu lalu aku dan teman-teman ku mandi pada sebuah sungai kecil yang berada di pegunungan Meratus (tepatnya di desa Malinau - Kab.HSS). Menjelang jam 4 sore kami bersiap-siap untuk meninggalkan tempat itu, namun ada satu fenomena menarik, kuperhatikan ada sekelompok udang-udang kecil menepi kearah tebing sungai. Udang-udang tersebut sangat mudah ditangkap, semakin lama semakin banyak udang yang menepi, bahkan muncul beberapa ekor ketam seukuran "mouse" laptop juga ikut menepi.Â
Fenomena ini tentu membuat aku cukup heran dan menyimpan banyak tanya di kepala. Mengapa mereka berprilaku demikian ? seberkas tanya ku bungkus bersamaan dengan bergegasnya kami untuk meninggalkan tempat itu.
Sungai kecil di Malinau  yang kami kunjungi mempunyai air yang segar ; udik dari sungainya mengalir diantara kaki perbukitan meratus dan hutan tropis dimana banyak aliran sungai-sungai kecil lain yang saling terhubung.Â
Sesampainya dirumah, tepatnya setelah makan malam aku ceritakan fenomena unik yang aku temui pada sungai di desa Malinau itu kepada ibundaku. Ibuku adalah seorang wanita tangguh yang memiliki darah campuran yang begitu plural berasal dari berbagai etnik. Ia dibesarkan di Hulu Tabalong tepatnya di desa Nunding tempat dimana suku Dayak Abal terakhir bermukim, ia merupakan generasi terakhir yang mewarisi gen Dayak Abal yang sudah menjelang punah. Namun ia dibesarkan dengan tradisi Banjar Hulu Sungai yang kental karna memiliki garis keturunan Banjar (Hulu) Batang Banyu dari wilayah Kalua dari pihak nenek. Sekali-kali ia pun juga fasih berbicara dengan bahasa jawa halus, kata ibu itu  hal tersebut ia pelajari karna kakeknya berasal dari daerah Surakarta (Solo) yang datang ke Desa Bongkang (Tabalong) saat ramainya industri perkebuanan Tembakau pada masa kolonial.Â
Kehidupan masa kecilnya di daerah Hulu Tabalong yang kala itu masih jauh dari jamahan raksasa-raksasa pertambangan membuatnya banyak mengetahui tentang pengetahuan alam, kearifan lokal dan kebudayaan. setelah mendengar cerita dariku, Ibu tersenyum dan kemudian menerangkan peristiwa yang bagiku tampak "aneh" tersebut dalam sudut pandang "kearifan lokal", Ibu menyebut fenomena tersebut lumrah terjadi pada sungai-sungai kecil yang berada dipegunungan. Masyarakat adat tempo dulu melihat fenomena tersebut sebagai tanda alam bahwasanya air akan segera naik, air yang dalam (tinggi) akan lewat sana dalam beberapa hari kedepan, binatang itu seolah memberi jalan dan mengamankan diri jika tiba-tiba air datang dengan jumlah yang banyak. Aku setengah percaya dan tidak, bisa saja itu "cocoklogi" orang zaman dahulu.
Sekitar hampir 5 hari kemudian, pegunungan meratus Amandit dan kota Kandangan diguyur hujan deras yang cukup lama. aku mendengar kabar bahwa air dengan volume yang besar mulai masuk ke sungai Amandit (Sungai utama yang membelah kota Kandangan), beberapa desa di pegunungan meratus diterjang oleh air bah dan mengalami Banjir Bandang dan benar saja,  salah satunya di Desa Malinau, sungai yang ku datangi beberapa waktu sebelumnya, ketinggian air disana menurut informasi sudah lebih tinggi dari pada tebing sungainya. Sejenak aku berfikir, ada benarnya juga "tanda-tanda alam" yang dibicarakan ibu ku beberapa hari sebelumnya. Tidak hanya sampai disitu saja, sebelumnya saat malam hari ketika aku ke belakang rumah untuk mematikan keran air tiba-tiba aku di kejutkan oleh sekumpulan semut Katikih sebutan orang di Kalimantan  Selatan atau lebih dikenal Semut Salimbada (Lasius Fuliginosusa) sekelompok semut "ganas" yang acap kali dihindari masyarakat Kalimantan Selatan karena gigitannya yang amat perih.
Perilaku aneh sekumpulan semut Katikih ini membuatku heran dan agak ngeri. Biasanya semut katikih berjalan berbaris lurus seperti pasukan tentara. Namun kali ini agak berbeda, formasi semut katikih agak berhamburan, tidak dalam keadaan berbaris seperti biasanya, mereka berhamburan seperti panik memenuhi areal di hadapanku dan tentu itu pemandagan yang tergolong menakutkan. Alhasil aku menunda niatku sementara untuk mematikan keran air di belakang rumah.Â