Mohon tunggu...
Ahmad Ali Rendra
Ahmad Ali Rendra Mohon Tunggu... Lainnya - Kartawedhana

Kurator sekaligus Edukator Museum Rakyat Hulu Sungai Selatan, Anggota Tim Ahli Cagar Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Banjar-Hulu" Penguasa Jaringan Perdagangan di Kalimantan Selatan pada Awal Abad 20

27 September 2023   19:06 Diperbarui: 27 September 2023   19:09 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapal dari Nagara di kawasan Hulu Sungai ke Muara Teweh (sumber: KITLV digitalcollections.universiteitleiden)

Oleh : Rendra (Dapur Budaya HSS- TACB Kab.HSS) 

Memasuki abad 20 adalah fase baru bagi kawasan "nusantara" yang berada dalam wilayah kekuasaan pemerintah Hindia Belanda. Perubahan kebijakan oleh pemerintah kolonial cukup berpengaruh bagi daerah dan masyarakat. 

Revolusi Industri juga secara tidak langsung mendorong perubahan di berbagai sektor termasuk sektor perekonomian ditambah lagi dengan kebijakan "Politik Etis" yang telah digagas oleh Ratu Belanda dimana pada masanya  menjadi salah satu pola penentu alur dari perubahan yang terjadi.

Daerah Kalimantan Selatan sepeninggal pemerintahan feodal Kerajaan Banjar yang telah dihapuskan oleh Belanda pada abad 19 tepatnya di tahun 1860 masehi menjadi daerah yang benar-benar baru dengan sistem birokrasi yang baru pula. 

Kalimantan Selatan menjadi ibukota dari Residensi Timur dan Selatan Borneo (wilayahnya sekarang meliputi  Kalimantan bagian Selatan, Timur dan Tengah) hal unik yang membedakan saat itu jika di Kalimantan Timur masih dipertahankan agar tetap dengan pemerintahan yang bergaya feodal sedangkan di Kalimantan Selatan sistem pemerintahan benar-benar baru sehingga memberi keleluasaan "masyarakat umum" non bangsawan ikut andil dalam birokrasi pemerintahan, situasi ini tentu mendorong ledakan perekonomian menuju era yang baru di seluruh kawasan Residensi Selatan dan Timur Borneo.

Banjar Hulu merujuk pada masyarakat sub-etnik Banjar Pahuluan dan Batang Banyu yang mendiami wilayah hulu dari aliran Sungai Bahan (Sungai Nagara). Mereka adalah keturunan penduduk  kawasan kuno di Kalimantan Selatan. Daerah mereka sangat subur dan kaya akan komoditi alam yang bernilai tinggi. Selain itu kawasan Hulu Sungai merupakan kawasan yang strategis yaitu pertemuan dari wilayah-wilayah pedalaman Kalimantan Selatan, Tengah dan Timur.

Perbedaan penerapan kebijakan di wilayah Jawa dengan Kalimantan cukup mencolok, dimana Culturesteel atau sistem tanam paksa tidak pernah benar-benar terjadi di Kalimantan Selatan (Sejarah Banjar : 2003). Terkait hal itu pada pertengahan dan penghujung abad ke 19 wilayah ini masih diwarnai oleh serangkaian konflik yang berlarut-larut antara pemerintahan kolonial Hindia Belanda dan masyarakat terutama penduduk Hulu Sungai.

Penduduk kawasan Hulu Sungai dikenal cukup keras, mereka juga adaptif memiliki ciri yang khas dari segi karakter prilaku umum, logat/aksen serta kemampuan umum. 

Mereka adalah masyarakat yang mengobarkan perang Banjar yang meletus tahun 1859. Seiring berjalanannya waktu masyarakat Banjar Hulu yang sangat adaptif ini menyesuaikan sikap mereka dengan dinamika yang terjadi saat itu. perubahan yang signifikan terjadi terutama dari sektor Industri. Para investor dan perusahan-perusahan asing mulai "melirik" potensi kekayaan alam Kalimantan yang melimpah. 

Perusahan-perusahan asing mulai mendirikan usahanya di Kalimantan Selatan. Kantor Nederlands Handel Maatschappij (NHM) yang sudah berdiri sejak tahun 1840 diambil alih oleh J.W Schlimmer pada tahun 1883 dan memulai perusahaan ini dengan nama Borneo-Sumatera-Maatschappij (Borsumij) yang lambat laun tumbuh menjadi perusahaan termasyhur di Kalimantan Selatan mengiringi peningkatan industri dan perdagangan yang pesat diwilayah Hulu Sungai.

Masyarakat Kalimantan Selatan tempo dulu menganut kebudayaan sungai seperti yang terdapat pada masyarakat di Palembang dan Jambi. Aliran Sungai Bahan merupakan jalur emas perdagangan di Kalimantan Selatan. 

Sungai bahan merupakan induk dari beberapa daerah aliran sungai yang bermuara diperbukitan Meratus yaitu kawasan pegunungan dan hutan tropis yang membentang vertikal dari sisi tenggara Kalimantan hingga jauh kewilayah utara dekat Kalimantan Timur, dari daerah Nagara  para pedagang merintis akses via sungai kedaerah Hulu pada kawasan Tanah Dusun (Kalimantan Tengah). Keuntungan dari kawasan geografis ini cukup menunjang kawasan Hulu Sungai menjadi sentral "bisnis" di Kalimantan Selatan.

Seperti pendapat Lesley Potter "kepekaan" orang Banjar dalam melihat kesempatan dan resiko sangat erat kaitannya karna faktor geografis (struktur konstant geografi) alam Kalimantan Selatan dan juga karena terbiasa dengan faktor dinamika politik di Kalimantan Selatan yang sangat cepat berubah-ubah. 

Kondisi ini yang kemudian membuat orang-orang Banjar lebih jeli melihat kesempatan dan peluang yang ada. Itu sebabnya Lesly Potter yang merupakan seorang sejarawan dari Australia menyebutkan "dimana ada orang Banjar berada, mereka selalu menampilkan diri sebagai orang yang peka terhadap kesempatan dan resiko yang terjadi" ujar Potter yang mencoba melihat orang Banjar dalam lintasan sejarah perekonomian di Indonesia.

Senada yang diungkapkan Thomas J Lindblad dimana ketika para orang Bugis, Cina dan Eropa yang berbisnis di Kalimantan Selatan berkonsentrasi pada perdagangan dengan dunia luar.  

Mereka terkendala melakukan hubungan dengan orang Dayak di pedalaman sebagai penyedia bahan baku utama komoditi yang diperdagangkan. Namun tempat tersebut adalah medan perdagangan bagi para kelompok pedagang yang berlayar pada sungai-sungai dengan kecepatan yang sangat lambat dan mempekerjakan prosedur bisnis yang memperhitungkan adat dan kekhususan lokal. 

Mereka adalah orang-orang yang memahami transaksi dengan orang Dayak di pedalaman, para pedagang tangguh ini berasal dari kelompok masyarakar tradisional Banjar yang paling giat di antara berbagai orang di kawasan Kalimantan Selatan. Mereka lebih mudah untuk bergerak dalam wilayah tersebut daripada orang lain saat mencari peluang yang menghasilkan uang. Lebih ditegaskan Lindblad mereka adalah orang-orang Banjar dari kawasan Hulu Sungai.

Jika kita telisik lebih dalam mengenai  masyarakat Hulu Sungai  khususnya  yang berasal dari sub-etnik Banjar "Batang Banyu" secara historis mereka berasal pada daerah yang dimasa pemerintahan Kesultanan Banjar disebut kawasan "Banua Lima" terdiri dari 5 daerah Lalawangan yakni kawasan Nagara (Daha), Alabio, Sungai Banar, Amuntai dan Kalua. Mereka terkenal sebagai para pedagang yang ulung. Penguasa rantai distribusi di pedalaman Kalimantan  yang beroperasi sejak ratusan tahun sebelum bangsa eropa datang ke Nusantara. 

Nenek moyang mereka adalah yang pertama merancang sebuah rantai distribusi yang mendukung hidupnya jaringan perdagangan dipedalaman Kalimantan bagian selatan dan tengah,  mereka mendirikan pusat pemerintahan sebagai legitimasi kekuasaan mereka. 

Disamping terus membangun rantai distribusi dan penguasaaan terhadap "Industri Hulu" mereka juga mengembangkan Hilirisasi atau Industri Hilir dengan mengolah sebagian bahan baku menjadi "barang jadi" untuk meningkatkan nilai jual seperti produk perhiasan, alat-alat pertanian, kapal-kapal bahkan persenjataan.

  • Melalui merekalah penulis memperkirakan "bahasa Banjar" diperkenalkan ke segala penjuru Kalimantan Selatan, Tengah dan Timur sebagai bahasa "perdagangan" yang dapat difahami oleh semua sub-etnis yang berlainan bahasa pada kawasan-kawasan tersebut dan bahkan hingga kini Bahasa Banjar telah menjadi "Lingua Franca" setidaknya 3 provinsi di Kalimantan yaitu Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.

Lada, kopi dan intan awalnya menjadi komoditi "andalan" yang nilainya amat tinggi. Kemudian Tembakau serta kopra juga menyusul menjadi komoditi utama di Hulu Sungai. 

Perusahaan-perusahaan perkebunan tembakau seperi Tabbak  Maatschappij Kinaroen dan Balangan Tabbak Maatschappij , Batang Alai Cultuur Maastchaappij yang mulai  beroperasi.

Kondisi perdagangan mulai berubah diawal abad 20 primadona ekspor dari Hindia-Belanda (Indonesia sekarang) adalah karet. Komoditi ini pertama kali masuk ke Kalimantan Selatan dari dua jalur yakni daerah Pagat- Barabai dan yang kedua ditempat yang mulanya merupakan perkebunan tembakau di wilayah Utara Hulu Sungai yang kemudian coba dikembangkan dan ditanam pada wilyah Perkebunan Hayup di Tabalong. 

Hingga tahun 1910 perkebunan karet semakin banyak di Tanjung, dan tahun 1911 muncul di Barabai dan tahun 1912 ada di Amuntai dan Kandangan. Haji Mohamad Salah dari Longawang, dekat kota Kandangan ketika sepulang dari Johor membawa bibit dari Penang dan menanamnya sebagai pohon karet pertama di tempat kelahirannya.

Perintisan "perkebunan" karet di Hulu Sungai ini akan menjadi cikal bakal perubahan besar yang terjadi di Kalimantan Selatan yang berawal dari Hulu Sungai. Hingga tahun 1920-an terjadi booming karet yang menjadikan orang-orang Banjar Hulu Sungai menjadi kaya raya. Memborong mobil-mobil dari dealer eropa, membuat armada-armada laut untuk kepentingan dagang mereka. Pelabuhan di Banjarmasin menjadi salah satu pelabuhan teramai saat itu.

Serangkaian peristiwa alam yang tak menentu memberikan "intuisi" bagi orang Banjar lebih peka terhadap segala kemungkinan. Sampai detik ini ada beberapa sektor perdagangan yang masih dikuasai mereka bahkan "para" pedagang cina pun sulit untuk bersaing dengan kelompok Banjar Hulu Batang Banyu seperti textil hampir semua pasar di Kalimantan Selatan sampai dipasar grosir di Banjarmasin tetap dikuasai oleh klan Alabio dari Banjar Hulu Batang Banyu begitupun dengan "Wantilan" atau toko kayu bangunan yang sampai detik ini masih di kuasai oleh para pedagang asal Nagara(Daha). 

Bahkan saat kita bertanya industri berbahan logam untuk rumah tangga dan pertanian terbesar dan tertua di Kalimantan masih ada dan masih beroperasi secara tradisional di Nagara (Daha). Yang lebih mencengkan lagi  dari sejak berabad-abad silam sampai tulisan ini saya buat para pedagang khususnya mayoritas dari Kalua ditambah Amuntai dan Nagara tidak henti-hentinya masih mengadakan transaksi dagang kesegala penjuru pedalaman Kalimantan Selatan, Timur dan Tengah dengan membuat pasar di hari-hari tertentu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun