Mohon tunggu...
Ahmad Ali Rendra
Ahmad Ali Rendra Mohon Tunggu... Lainnya - Kartawedhana

Kurator sekaligus Edukator Museum Rakyat Hulu Sungai Selatan, Anggota Tim Ahli Cagar Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Banjar-Hulu" Penguasa Jaringan Perdagangan di Kalimantan Selatan pada Awal Abad 20

27 September 2023   19:06 Diperbarui: 27 September 2023   19:09 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapal dari Nagara di kawasan Hulu Sungai ke Muara Teweh (sumber: KITLV digitalcollections.universiteitleiden)

Masyarakat Kalimantan Selatan tempo dulu menganut kebudayaan sungai seperti yang terdapat pada masyarakat di Palembang dan Jambi. Aliran Sungai Bahan merupakan jalur emas perdagangan di Kalimantan Selatan. 

Sungai bahan merupakan induk dari beberapa daerah aliran sungai yang bermuara diperbukitan Meratus yaitu kawasan pegunungan dan hutan tropis yang membentang vertikal dari sisi tenggara Kalimantan hingga jauh kewilayah utara dekat Kalimantan Timur, dari daerah Nagara  para pedagang merintis akses via sungai kedaerah Hulu pada kawasan Tanah Dusun (Kalimantan Tengah). Keuntungan dari kawasan geografis ini cukup menunjang kawasan Hulu Sungai menjadi sentral "bisnis" di Kalimantan Selatan.

Seperti pendapat Lesley Potter "kepekaan" orang Banjar dalam melihat kesempatan dan resiko sangat erat kaitannya karna faktor geografis (struktur konstant geografi) alam Kalimantan Selatan dan juga karena terbiasa dengan faktor dinamika politik di Kalimantan Selatan yang sangat cepat berubah-ubah. 

Kondisi ini yang kemudian membuat orang-orang Banjar lebih jeli melihat kesempatan dan peluang yang ada. Itu sebabnya Lesly Potter yang merupakan seorang sejarawan dari Australia menyebutkan "dimana ada orang Banjar berada, mereka selalu menampilkan diri sebagai orang yang peka terhadap kesempatan dan resiko yang terjadi" ujar Potter yang mencoba melihat orang Banjar dalam lintasan sejarah perekonomian di Indonesia.

Senada yang diungkapkan Thomas J Lindblad dimana ketika para orang Bugis, Cina dan Eropa yang berbisnis di Kalimantan Selatan berkonsentrasi pada perdagangan dengan dunia luar.  

Mereka terkendala melakukan hubungan dengan orang Dayak di pedalaman sebagai penyedia bahan baku utama komoditi yang diperdagangkan. Namun tempat tersebut adalah medan perdagangan bagi para kelompok pedagang yang berlayar pada sungai-sungai dengan kecepatan yang sangat lambat dan mempekerjakan prosedur bisnis yang memperhitungkan adat dan kekhususan lokal. 

Mereka adalah orang-orang yang memahami transaksi dengan orang Dayak di pedalaman, para pedagang tangguh ini berasal dari kelompok masyarakar tradisional Banjar yang paling giat di antara berbagai orang di kawasan Kalimantan Selatan. Mereka lebih mudah untuk bergerak dalam wilayah tersebut daripada orang lain saat mencari peluang yang menghasilkan uang. Lebih ditegaskan Lindblad mereka adalah orang-orang Banjar dari kawasan Hulu Sungai.

Jika kita telisik lebih dalam mengenai  masyarakat Hulu Sungai  khususnya  yang berasal dari sub-etnik Banjar "Batang Banyu" secara historis mereka berasal pada daerah yang dimasa pemerintahan Kesultanan Banjar disebut kawasan "Banua Lima" terdiri dari 5 daerah Lalawangan yakni kawasan Nagara (Daha), Alabio, Sungai Banar, Amuntai dan Kalua. Mereka terkenal sebagai para pedagang yang ulung. Penguasa rantai distribusi di pedalaman Kalimantan  yang beroperasi sejak ratusan tahun sebelum bangsa eropa datang ke Nusantara. 

Nenek moyang mereka adalah yang pertama merancang sebuah rantai distribusi yang mendukung hidupnya jaringan perdagangan dipedalaman Kalimantan bagian selatan dan tengah,  mereka mendirikan pusat pemerintahan sebagai legitimasi kekuasaan mereka. 

Disamping terus membangun rantai distribusi dan penguasaaan terhadap "Industri Hulu" mereka juga mengembangkan Hilirisasi atau Industri Hilir dengan mengolah sebagian bahan baku menjadi "barang jadi" untuk meningkatkan nilai jual seperti produk perhiasan, alat-alat pertanian, kapal-kapal bahkan persenjataan.

  • Melalui merekalah penulis memperkirakan "bahasa Banjar" diperkenalkan ke segala penjuru Kalimantan Selatan, Tengah dan Timur sebagai bahasa "perdagangan" yang dapat difahami oleh semua sub-etnis yang berlainan bahasa pada kawasan-kawasan tersebut dan bahkan hingga kini Bahasa Banjar telah menjadi "Lingua Franca" setidaknya 3 provinsi di Kalimantan yaitu Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.

Lada, kopi dan intan awalnya menjadi komoditi "andalan" yang nilainya amat tinggi. Kemudian Tembakau serta kopra juga menyusul menjadi komoditi utama di Hulu Sungai. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun