A.A Rendra
Dilihat dari latar belakang sejarah, keberadaan Partai Politik, Organisasi Massa dan Pers di Hulu Sungai (Afdeling Hoeloe Soengai yang beribukota di Kandangan), jauh sebelumnya sudah sudah banyak beraktivitas dan berkembang. Keadaan demikian pada gilirannya menelorkan banyak tokoh-tokoh pergerakan kebangsaan, Republiken, dan gerilyawan pejuang Kemerdekaan.
Sekitar tahun 1930-an di Kandangan dan sekitarnya telah berdiri cabang partai politik yang bernama Persatuan Bangsa Indonesia (PBI), Anggota-anggota yang aktif saat itu adalah Achmad Barmawi, H.Sukeri, H. Muhammad Rafa'i, Dahri, Syamsi Rais, Abdul Djabar, Aluh Idut, Rahmah Bahran, H.Busra, Husain ( Guru HIS ) dan yang lainnya. PBI pedoman besarnya berkedudukan di Surabaya dengan Dr. Soetomo sebagai ketua.Â
Karena perkembangan dan tuntuan keadaan,  PBI kemudian dilebur menjadi Partai Indonesia Raya (Parindra) yang berpusat dijakarta dibawah pimpinan M.Husni Thamrin dan Sukardjo Wiryo Pranoto ( saat itu anggota Volkstraad ). Begitu meluasnya aktivitas para anggota Parindra di Hulu Sungai ( Kandangan, Barabai dan Amuntai ) saat itu, sampai 2 orang pimpinan Parindra pusat di Jakarta mengkhususkan waktu untuk datang ke Kandangan, selain itu di Hulu sungai Parindra aktif membuka kursus dan mendirikan Sekolah Neutralschool .
Menjelang awal 1946 para tokoh masyarakat yang tampil waktu itu merasakan bahwa kekosongan perjuangan melalui bidang politik yg bersifat legal merupakan suatu kepincangan yang tidak menguntungkan.Â
Para tokoh Republiken berpendapat bahwa ketidak ikut sertaan para orang pro Republiken dalam merencanakan dan menentukan segala program di pemerintahan, sama saja membiarkan mereka (Belanda / pribumi pro Belanda) berbuat sewenang-wenang.Â
Karena itu apabila ada wadah hak untuk memberikan suara dan pendapat haruslah dimanfaatkan. Sementara itu pimpinan PRI yang diharapkan rakyat untuk berjuang menegakkan pemerintahan Republik mulai melemah & dimanfaatkan Belanda sebagai alat pemerintahannya.Â
Beberapa pimpinan yang melihat bahaya itu mengadakan rapat tertutup, rapat tersebut menghasilkan perubahan besar pada PRI dengan membentuk persatuan yang bergerak dibibang politik yakni SKI ( Serikat Kerakyatan Indonesia) pada tanggal 19 Januari 1946 dibawah asuhan  Dr. D.S Diapari, Dr.Suranto, A.A Rivai, A.Sinaga, R. Sa'ban, E.S Handuran, Abdullah, dan lain-lain.
Kemudian, di Kandangan dalam kurun waktu tertentu. Persatuan Wanita Indonesia ( PERWANI ) cabang Kandangan yang dipimpin oleh H. Rahmah Bahran, melakukan aktivitasnya dalam mendukung perjuangan khususnya di kalangan kaum wanita.Â
Aktivitas tersebut mendapat perhatian lebih dan kemudian mendapat kunjungan Ny.Herawati Diah pimpinan pusat KORWANI Jakarta yang sengaja datang ke Kandangan menghadiri kegiatan kewanitaan dikota tersebut (cabang Kalimantan Selatan diketuai oleh Ny. Noorsehan Djohansyah).Â
Dalam Kongres Wanita seluruh Kalimantan yang dilangsungkan di Kandangan pada tanggal 17 Februari 1948, PERWANI menyuarakan tentang pentingnya persatuan kaum wanita untuk perjuangan kemerdekaan.
Dalam prakteknya SKI tidak bermaksud berjuang sendiri, oleh karena itu dirancanglah pembentukan beberapa organisasi yang berbeda namun dengan konsep perjuangan yang sama, maka muncul lah organisasi-organisasi seperti PERWANI (Persatuan Wanita Indonesia), PPI (Persatuan Pemuda Indonesia), PERPI (Persatuan Pemudi Indonesia), KRI (Kepanduan Rakyat Indonesia) PKDI (Persatuan Kaum Dagang Indonesia) & SERMI (Serikat Muslimin Indonesia).Â
Organisasi kemasyarakatan lainnya seperti Musyawaratulthalibin yang mana tokoh pengurusnya juga banyak berasal dari hulu sungai, cabang & rantingnya menjangkau sampai keluar daerah dan negri-negri jiran ( pernah mengadakan kongres di Hulu sungai, yaitu Kongres II tahun 1936 di Kandangan, Kongres III tahun 1937 di Amuntai ).Â
Seiring lajunya pergerakan dan perkembangan organisasi-organisasi lainnya, di Kandangan pernah berdatangan wakil-wakil organisasi pemuda se-Kalimantan yg melahirkan Gabungan Pemuda Pemudi Indonesia Kalimantan (GAPPIKA) bertempat digedung (Bioskop Murni jalan Singakarsa, Pandai, Kandangan Barat )
Namun pihak Belanda tidak tinggal diam mereka berupaya menghasut salah seorang  tokoh SERMI dan upaya mereka berhasil, dengan fasilitas yang diberikan Belanda akhirnya didirikanlah partai Islam pro Belanda sebagai saingan SERMI yakni SRI ( Serikat Rakyat Islam ), kehadiran SRI merupakan pukulan berat bagi SERMI dimana Belanda berhasil memasukan politik pecah belah kedalam tubuh SERMI, Menurut Aam Niu yang pernah berdampingan kamar tahanan dengan KH. A.S ( pendiri SRI) kesediaan beliau menjadi ketua SRI merupakan buah paksaan dan intimidasi berat dari pihak Belanda kepadanya, terlebih karna ia "pernah" bekerja sama dengan pemerintah pendudukan jepang sebagai ketua jamaah islamiyah Borneo (Borneo Kaikjo Kjokai).
NICA menyadari adanya sikap pembakangan dari rakyat daerah Banjarmasin dan Hulu Sungai di Kalimantan Selatan. Tidak terlaksananya ordonnantie tanggal 13 Februari 1946 Staatsblad 1946 No. 17 untuk pembentukan daerah otonom Banjar, menyebabkan Van Mook perlu menjalankan siasat khusus di daerah ini, Tindakan Belanda dalam hal ini antara lain :
- Menugaskan Dr. Eisenberger untuk mengadakan kampanye kepada tokoh-tokoh rakyat di daerah ini agar mereka memberikan dukungan terhadap rencana pembentukan Negara Kalimantan ( dibawah Belanda tentunya ).Â
- Mendatangkan Sultan Hamid II, tokoh federalis dari Kalimantan Barat dengan tujuan mempengaruhi pemimpin-pemimpin dan rakyat di daerah ini, agar dapat menyetujui ide federalisme guna mewujudkan Negara Kalimantan.Â
- Mendirikan organisasi politik SRI (Serikat Rakyat Islam) yang menjadi tandingan SKI- SERMI.
SKI yang menolak federalisme seperti disebutkan di atas dan kemudian didukung oleh SERMI selaku partner di dalam Badan Koordinasi Kemerdekaan, telah mulai mengadakan rapat- rapat pembahasan tentang perkembangan politik akibat beleid yang ditempuh SRI/Belanda.Â
Dengan adanya sikap memihak dari SKI dan adanya dukungan yang sejak lama diperlihatkan oleh golongan Pamong Praja, mulai mengadakan persiapan-persiapan ke arah pembentukan daerah otonom Banjar dengan membentuk Dewan Banjarnya. Menanggapi hal ini SERMI segera mengadakan konferensi kilat pada tanggal 15 Juli 1947 di Banjarmasin, dengan keputusan- keputusan sebagai berikut :Â
SERMÄ° dapat menyetujui pembentukan daerah otonom Banjar dan Hulu Sungai dengan Svarat-syarat :
- Daerah Otonom Banjarmasin dan Hulu Sungai, Dewannya harus dibentuk dengan se demokratis-demokratisnya.Â
- Ketua Dewan harus orang IndonesiaÂ
- Anggota Dewan ditetapkan melalui pemilihanÂ
- Banjarmasin dan Hulu Sungai tetap satu daerah otonomÂ
- Dewan harus mempunyai kekuasaan yang seluas-luasnya.
SKI dalam suatu konferensinya untuk menanggapi usaha-usaha rencana pembentukan Dewan Banjar oleh Belanda ini, mengeluarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :Â
a.) Menyadari bahwa Dewan Banjar ini dibentuk juga oleh BelandaÂ
b.) Sementara itu melihat bahwa Dewan-dewan daerah lain hanya dibentuk oleh Belanda dengan cara penunjukan saja. Maka SKI memutuskan bersedia turut dalam Dewan Banjar dengan syarat Dewan itu dibentuk secara demokratis, yaitu dengan mengadakan pemilihan.Â
Selanjutnya untuk memperkuat tuntutan atas sikap yang diambil oleh SKI maupun SERMI itu, maka Badan Koordinasi SKI-SERMI beserta dengan wakil-wakil dari organisasi bawahannya mengadakan pertemuan pada tanggal 16 September 1947 di Pasar Lama, Banjarmasin. Pertemuan ini menghasilkan keputusan suatu resolusi yang disampaikan kepada Residen Belanda di Kalimantan Selatan.
Resolusi Badan Koordinasi SKI-SERMI Â diterima oleh Belanda, terlepas dari kemungkinan hanya sebagai siasat. Dari notulen pelaksanaan pemilihan yang dilakukan digambarkan bahwa sesudah pemilihan 60% dari kursi Dewan Banjar direbut oleh blok Republiken, tetapi itu telah menjadi 45 % ketika diadakan tambahan dari angkatan pihak yang berkuasa.
Tidak kalah menarik dalam masa-masa revolusi juga kian berkembang pesat pers atau atau media massa di Kalimantan Selatan, khususnya daerah Hulu Sungai ( Afdeling Hoeloe Soengai ), pada kurun waktu yang relatif singkat tersebut tidak kurang peran perjuangan pers dalam menyuplai masyarakat dengan berbagai informasi perjuangan merebut kemerdekaan indonesia.Â
Surat kabar seperti Suara Kalimantan, Asahi Shimboen, Borneo shimboen edisi Hoeloe Soengai  yang juga terbit di Kandangan tak urung memuat berita-berita yang memotivasi masyarakat di daerah tersebut,  Selain koran-koran seperti disebut diatas masih ada lagi koran terbitan lokal dalam bentuk stensilan dan penerbitannya terbilang nonberkala.
Kehidupan Pers di wilayah Afdeling Hoeloe Soengai  nyaris lebih menonjol dibanding daerah lain khususnya di kota Kandangan sebagai ibukota Afdeling Hoeloe Soengai.  Selain Banjarmasin, Kandangan merupakan daerah tersubur bagi kehidupan pers, terelebih di periode revolusi fisik, diwilayah ini tidak saja memiliki banyak warga yang terbilang tokoh dalam hal berpolitik, tetapi memiliki "aset" sejumlah wartawan perintis yang brilian, tak kalah pentingnya adalah "diwarisinya" alat percetakan sisa jepang yang sempat bercokol didaerah tersebut.Â
Perangkat percetakan tersebut tadinya dikuasai oleh NICA. Dalam rangka memantapkan keberadaan dan kepentingan propaganda pemerintahannya, NICA merekrut sejumlah tenaga untuk dipekerjakan di penerbitan koran lokal Kandangan. Oleh Asissten Residen Hoogenber dan Kiai Besar Merah Nadalsjah menunjuk Haspan Hadna dan Merah Danil Bangsawan mantan wartawan Borneo Shimboen sebagai pengelolanya.
Koran atau Surat Kabar terbitan edisi Kandangan, Barabai dan Amuntai yang ada saat itu antara lain :
1. SINAR HULU SUNGAI (di awali dari  alat percetakan sisa jepang yang sempat berada di Kandangan, yang kemudian perangkat percetakan tersebut tadinya dikuasai oleh NICA. Dalam rangka memantapkan keberadaan dan kepentingan propaganda pemerintahannya, NICA merekrut sejumlah tenaga untuk dipekerjakan di penerbitan koran lokal Kandangan.Â
Oleh Asissten Residen Hoogenber dan Kiai Besar Merah Nadalsjah menunjuk Haspan Hadna dan Merah Danil Bangsawan mantan wartawan Borneo Shimboen sebagai pengelolanya. Mengingat bahwa kepemilikan dari peralatan tersebut adalah pemerintah NICA, kedua oknum tersebut sudah membayangkan bagaimana misi yang akan dilimpahkan oleh pemerinta kepada mereka.Â
Namun atas saran dari Zafry Zamzam dan H.M. Rusli yang memberikan pertimbangan dari sudut keuntungan misi perjuangan dan nasionalisme, keputusan tersebut bisa diubah oleh yang berkepentingan. Lahirlah koran tengah mingguan yang diberi nama SINAR HOELOE SOENGAI.Â
Memang sudah resiko bagi Merah Danil Bangsawan sebagai Pemimpin Umum yang di dalam kegiatannya terlibat membantu gerakan perjuangan, pada bulan Desember 1948 ditangkap oleh NICA, Pemimpin Redaksi Sinar Hulu Sungai kemudian digantikan oleh Abdul Hamid, dalam kurun waktu kepemimpinan Abdul Hamid sebagai Pimpinan Umum Sinar Hulu Sungai, dimana tempat percetakannya berada di Gedung Simpang Kandangan (sekarang, Jalan Aluh Idut Kandangan) tempat dicetaknya koran tersebut kemudian pernah mengalami kebakaran .
2. MAJALAH REPUBLIK (Â didirikan pada tanggan 17 Agustus 1946 di Kandangan oleh Zafry Zamzam, dalam Lintasan Sejarah Sebagai Pemimpin Redaksi, Zafry Zamzam melalui majalah yang dikelolanya dengan semangat oposan dan selalu sengit menyerang politik kolonialis NICA Belanda.Â
Tulisan-tulisan yang senada sering pula muncul di majalah ini di bawah nama Isjah (Isyah) yang tidak lain dari nama samaran Zafry Zamzam. Dua nama dengan satu pribadi yang sama seringkali dengan sangar dan garang melabrak para tokoh-tokoh Partai Serikat Rakyat Indonesia (SRI) dan Partai Serikat Muslim Indonesia (SERMI) yang pada tahapan awal berkubu di pihak Republik untuk kemudian terjebak menjadi mendukung kolonialis NICA Belanda. Majalah REPUBLIKÂ dinilai sangat mengganggu stabilitas kekuasaan NICA.Â
Sikap yang tidak sekedar oposan, ekstrim dan konfrontatif terhadap Federalisme dan pembentukan Negara Kalimantan buatan Belanda yang dilancarkan Majalah REPUBLIK dinilai mengganggu stabilitas kekuasaan NICA, untuk itu Assisten Residen Hoogenber dan Kiai Besar Merah Nadalsjah membredel majalah ini. Demikianlah pada bulan Desember 1948 Zafry Zamzam ditangkap dan ditahan selama 3 (tiga) bulan di Banjarmasin tanpa sempat diadili sebagaimana mestinya. )
3. KALIMANTAN BERJUANG (didirikan di Kandangan pada tanggal 01 Oktober 1946, berkantor di jalan Musyawarah dengan pemimpin umum A.Djabar dan Pimpinan Redaksi Haspan Hadna, Haspan Hadna tadinya Pemimpin Redaksi Sinar Hulu Sungai dan A. Djabar mantan Pembantu Umum di majalah REPUBLIK.Â
Harian Kalimantan Berjuang dimotori oleh tokoh-tokoh nasionalis tulen. Isi terbitannya pun tak luput dari menentang berdirinya Negara Kalimantan dan isu-isu separatis serta anti federalis seperti selama ini dipaksa-paksakan oleh Belanda dengan berbagai cara. Pihak penguasa NICA dalam mencermati kehadiran harian Kalimantan Berjuang sejak awal-awal sudah bercuriga.Â
Surat kabar sederhana yang diproduksi stensilan, sejak edisi pertamanya dengan berani telah mencantumkan Pancasila sebagai falsafah negara dan didukung nama yang diberikan kepada surat kabar tersebut sangat mengusik penguasa Belanda. Tak mengherankan apabila pengawasan terhadapnya sudah terbilang ketat.)
4. MINGGUAN SAMARATAÂ ( didirikan oleh Saberi Utis dan Saberi Tobing, Kedua pemuda ini dengan cara dan modalnya sendiri pada zamannya turut berpartisipasi aktif membela dan mempertahankan kemerdekaan bangsa dari rongrongan kolonialis Belanda. Â
Upaya pembelaan tersebut mereka tuangkan dalam sebuah kreativitas penerbitan Mingguan Samarata yang pada waktu itu dikerjakan dengan stensil. Sejak mencari hingga memproses berita mereka kerjakan berdua. Begitu juga dalam sirkulasi dan pemasarannya.Â
Isinya tidak saja memuat opini dan gagasan membela dan mempertahankan kesucian Proklamasi 17 Agustus 1945 juga sempat "mamutiki" berita-berita lokal, human interest dan anecdotal records yang terjadi dan dialami masyarakat di sekitar kota Kandangan. Samarata yang dijuluki bacaan rakyat kecil, oleh pengelo- lanya dimaksudkan adanya pemerataan kesempatan bagi rakyat awam untuk memperoleh berita yang aktual )
5. PIALAÂ ( didirkan pada tahun 1947 di Kandangan, Majalah ini dikelola oleh penyair dan seniman seperti Maseri Matali, S.M. Darul, dan Masdan Rozani. Isinya memuat seputar aktivitas berkesenian dan tinjauan budaya yang di dalamnya secara samar dan luluh menyuarakan pesan-pesan perjuangan.Â
Masdan Rozani yang aktif di dunia pertunjukan rakyat seperti kesenian mamanda, umpamanya selalu menyisipkan semangat nasionalisme dalam setiap pementasannya. S.M. Darul sempat menuliskan kalimat bersayap dalam menyikapi perjuangan seperti tertuang dalam kalimatnya: "Cumbu remaja bukan masaku, putus kasih bukan niatku."Â
Terhadap kalimat tersebut salah seorang narasumber memberikan komentar bahwa S.M. Darul menuliskannya untuk ditujukan kepada seorang rekan pejuang yang dikaguminya. Maseri Matali yang selalu sederhana dalam setiap penampilannya sempat mencuatkan sajak Setitik Embun ke tingkat nasional hingga dikenali sekarang sebagai lagu seriosa dengan notasi dan komposisi musik oleh komponis Muchtar Embut.)
6. PEDOMAN POETRI (terbit Pertama tahun 1947 di Kandangan, sekretariat redaksi berkantor di jalan Parindra Kandangan. Majalah yang konsumennya secara khusus dialamatkan pada kaum wanita ini dipimpin oleh H. Rohajah Batoen (H. Rohayah Batun).Â
Sidang pengarang terdiri dari H. Rohajah Batoen dan Maserah, tata usahanya terdiri dari Siti Rupsinah dan Siti Maslara. Majalah Pedoman Poetri secara tersurat tidak memuat pernyataan politis yang secara bombastis menyerang kekuasaan NICA Belanda. Walau demikian, kandungan informasinya secara halus membangkitkan kesadaran dalam meningkatkan harkat dan derajat kaum wanita yang dilatari budaya Islam.
7. SULUH Â (Selain mengkhususkan diri pada kaum wanita, H. Rohajah juga memiliki kepedulian khusus tentang pendidikan anak-anak. Majalah SULUH yang dipimpinnya diterbitkan oleh TAMAN PENGETAHUAN dengan alamat Jalan Teluk Mesjid Kandangan Nomor 243 B dan dicetak di percetakan Typ SHS Kandangan. Isinya memuat ilmu pengetahuan yang porsinya disesuaikan dengan kreativitas dunia anak-anak berupa prosa dan puisi serta karya lainnya.)
8. MADJELIS ( terbit pertama tahun 1948 di Kandangan, Majalah ini terbit setiap tanggal 01 bulan Arab. Dibanding pendahulunya, MADJLIS tampil lebih apik karena sudah menggunakan alat percetakan modern. Menggunakan jasa Drukery "Sinar Hulu Sungai". Majalah ini dilatari kaum agamawan dan bernapaskan Islami.Â
Penerbitnya Majelis Ulama Islam Hulu Sungai dengan Mohammad Arsjad (Mohammad Arsyad) sebagai pemimpinnya. Isinya mengutamakan pembahasan ilmu agama dengan sumber Alquran dan Hadits serta kepustakaan Islam lainnya. Seperti halnya Pedoman Poetri, majalah ini tersamar dalam menyampaikan fatwa dan ulasan perjuangan.Â
Namun di mata yang jeli, tematis perjuangan selalu muncul di pokok bahasan pada setiap penerbitannya. Fatwa dan tinjauan itulah yang selanjutya dikonsumsi oleh para pejuang sebagai kekuatan batin dalam perjuangannya.
9. DJANTUNG INDONESIA (Â terbit dan muncul di Kandangan pada tahun 1949, memang sejak tahun 1945-1949 nyaris setiap saat bermunculan media massa di Kandangan tindakan penekanan dari pihak Kolonial Belanda yang memberangus kehidupan pers di kota ini tidak mampu mengikis habis keberadaan media massa yang tumbuh silih berganti, Edisi no.1 dari majalah ini sudah mulai disandung oleh alat kekuasaan NICA karena memuat cerita pendek tulisan Masdan Rasyifany (Masdan Rozhany) yang berjudul Gara-gara si Rambut Panjang di Munggu Raya.Â
Untuk itu Djantung Indonesia diancam akan dituntut ke pengadilan oleh pihak penguasa. Sandungan berikutnya terjadi ketika sajak Maseri Matali yang cukup "panas" terhalang masuk ke majalah ini. Artum Artha yang memimpin harian ini berupaya seoptimal mungkin namun oleh berbagai hambatan dan tantangan surat kabar ini tidak terbit lagi dalam mempertahankan kehadiran surat kabarnya.
Di Amuntai jg lahir harian  TEROMPET RAKYAT, ( juga didirkan oleh Hamberan Ambrie dan Yusni Antemas ), Harian Terompet Rakyat nomor pertamanya diterbitkan pada hari Senin 2 Desember 1946, tepat di saat-saat sedang hangatnya separatisme Belanda mempersiapkan konferensi Denpasar.Â
Lima hari setelah penerbitan tersebut, meletuslah aksi Belanda di Makassar yang terkenal dengan nama 7 Desember Divisi atau peristiwa korban 40.000 jiwa oleh Westerling (Banjarmasin Post, 2 Februari 1981).Â
Terompet Rakyat berani dengan tegas mencantumkan motto "Berhaluan mempertahankan Republik Indonesia", Pada tanggal 6 Mei 1947, Yusni Antemas seorang wartawan Republiken Harian Terompet Rakyat, telah ditangkap oleh militer Belanda di Tanjung, kemudian disiksa dan pingsan, Mereka (Belanda) menuduh Yusni Antemas sebagai ekstremis yang berbulu wartawan (Dwikala Arema Medan Februari 1958).Â
Peristiwa tersebut dimuat dalam harian Masyarakat Baru pimpinan Oemar Dachlan yang terbil di Samarinda. Koran ini memberitakan tentang protes yang disampaikan oleh Hamran Ambrie kepada Residen dan Auditeur Militer di Banjarmasin atas pemukulan dan ancaman terhadap Yusni Antemas tanpa alasan, hanya karena kedudukannya sebagai redaktur Koran Terompet Rakyat. Â Selain itu di Amuntai juga lahir harian MENARA INDONESIAÂ ( juga didirkan oleh Hamberan Ambrie dan Yusni Antemas ).
Demikianlah sumbangan kalangan pers yang dalam fungsinya sebagai wahana perjuangan selalu dan senantiasa menyuarakan pentingnya penggalangan kesatuan dan persatuan bangsa.
dari latar belakang sejarah organisasi massa, politik dan pers di daerah Hulu Sungai yang sekaligus menjadi kunci pusat pergerakan di Kalimantan Selatan yang  saling berkesinambungan dengan perlawanan dan gerakan Divisi IV ALRI mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Kalimantan yang juga berpusat di Hulu Sungai, sudah sepatutnya menjadi teladan bagi kita atas sumbangsih dan kontribusi lokal daerah terhadap sejarah Nasional Republik Indonesia.
( jangan minder jadi orang hulu sungai, orang hulu sungai itu hebat)
Rendra, 31 Desember 2020
Karang jawa Muka Kab. Hulu Sungai Selatan ( Kalsel)
Lintas Rev.Fisik Kalimantan Selatan di Hulu Sungai Selatan /pemkab hss ( Djarani& B.Soebly).Â
Wartawan-Wartawan Kalimantan Raya Lintasan Sejarah Pers di Kalimantan, (Arthum Artha)
Kami Rakyat Tabalong Berjuang. Anggraini Antemas.
Sejarah Banjar / Balitbangda Prov.Kalsel. (M.Suriansyah ldeham, dkk)Â
Terompet Rarkyat : Koran perjuangan di afdeling Hoeloe Soengai, Onderafdeling amoentai 1946-1947 ( Melisa Prawitasari)
Sumber Foto :
Koleksi Wajidi
Koleksi Melisa Prawitasari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H