Mohon tunggu...
Ahmad Ramdani Official
Ahmad Ramdani Official Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

"Jadikan buah pikiranmu, adalah karya terhebatmu untuk Dunia!!"

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Jasmerah: Dari Sudut Pandang Filosofis

9 Mei 2023   23:22 Diperbarui: 9 Mei 2023   23:25 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bung Karno " JASMERAH" sumber gambar: gurusiana

Keseimbangan akan tercipta, manakala dua komponen kehidupan saling berinteraksi. Pada pustaka fisika, banyak uraian yang  dapat kita ketahui bersama dalam kurikulum mengenai hal tersebut. Pada artikel "Homo Homini Lupus," kami sudah membahas panjang lebar terkait paradigma dalam skala mikro-sistemnya.

Para pepatah dan para ilmuwan, selalu berargumen guna mengingatkan pada kita semua untuk jangan pernah bosan dalam menimba ilmu pengetahuan. Statement-statement mereka, banyak dituangkan dalam bentuk pustaka buku-buku, esai, sajak, gagasan, bahkan sastra. Dan apabila diukur hingga hari ini, juga bisa divisualisasikan dalam bentuk konten sosial media

Semuanya ini dilakukan sebagai upaya mencegah ketertinggalan. Karena saat ini, mayoritas ilmuwan tengah berlomba-lomba menciptakan atau bahkan berkontribusi untuk mengedepankan saintifika, metafisika, dan epistemologi.

Tujuannya selalu bermuara kepada titik yang satu, yaitu membebaskan Manusia dari keter-kungkungannya. Apabila kemudian kita mau mempelajari sejarah, khususnya sejarah Negeri kita tercinta, kita akhirnya diperlihatkan pada satu peristiwa politik mengenai ini.

Pendidikan formalitas diantaranya adalah STOVIA, Yayasan Kartini, bahkan sekolah-sekolah untuk masyarakat pribumi yang didirikan oleh koloni Hindia Belanda sebelumnya pun, tidak lepas akan konteks peristiwa "Politik Etis" di Indonesia.

Lalu, apakah kemudian yang melatar-belakangi peristiwa "Politik Etis" tersebut? Kami tentu masih setuju mempersepsikan literatur-literatur yang banyak tersedia. Yaitu guna membebaskan Manusia dari keter-budakannya pada berbagai aspek.

Secara historis, Pieter Brooshoft (1845) memulai observasinya ketika menginjakkan kaki pertama kali di Nusantara, tepatnya pada pulau jawa, tahun 1877. Melihat penjajahan di bumi Nusantara, membuat jiwanya tergerak untuk membebaskannya.

Ia berpikir, walaupun Eropa tidak akan pernah mau membebaskan masyarakat pribumi dari ketertindasan yang mereka perbuat. Setidaknya mereka harus mampu menopang bangsa terjajah ini dengan ekonomi yang sedikit mapan beserta kemapanan dalam bentuk makanan otak; yakni pendidikan, dan kesehatannya terjamin.

Akan tetapi, Pieter mengalami suatu perasaan kekecewaannya. Jerih payah untuk masyarakat pribumi tersebut, tidak membuahkan hasil sama sekali. Dan, rasa kecewanya terhadap Eropa khususnya penjajah, memutuskannya untuk kembali pulang ke Belanda pada tahun 1904.

Dan, seperti yang sudah diketahui, tajuk harian terakhirnya berjudul "Pamitan dengan Orang Sakit," dimuat dalam surat kabar hariannya di Semarang (De Locomotief), tanggal 31 Desember 1903. Namun, upaya itu rupanya tidak hanya berhenti ditengah jalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun