Mohon tunggu...
Ahmad Ramadani
Ahmad Ramadani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Just Studying

Selanjutnya

Tutup

Money

Dampak Tingginya Tingkat Inflasi terhadap Sektor Ekonomi di Indonesia Pasca Pandemi COVID-19 dan Langkah Strategis oleh Pemerintah dan BI

26 Februari 2023   13:50 Diperbarui: 26 Februari 2023   14:03 881
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun drastis pada saat pandemi COVID-19, Namun setelah 2 tahun lebih berlalu kini pertumbuhan ekonomi Indonesia jauh lebih baik dan menurut BPS mencapai angka 5,4 % di tahun 2022, serta menurut Standard Chartered memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh 5,1 % di tahun 2023. Akan tetapi, Seiring bangkitnya perekonomian Indonesia masalah ekonomi  juga mencuat, salah satunya inflasi. Berdasarkan data BI, tingkat Inflasi di Indonesia terus mengalami kenaikan sejak awal 2022 sudah 2,18% di awal tahun dan mencapai 5,51 % pada akhir Desember 2022.

Inflasi adalah naiknya tingkat harga-harga komoditi secara umum yang disebabkan oleh ke tidak sinkronannya antara program sistem pengadaan komoditi (produksi, pencetakan uang, penentuan harga dan lain sebagainya) dengan tingkat pendapatan yang diperoleh masyarakat (Iskandar Putong, 2013). Demikian Inflasi menjadi indikator makroekonomi yang sangat penting karena peningkatan inflasi dapat mengurangi nilai uang atau nilai tukar, serta dampaknya langsung dirasakan oleh masyarakat. Adapun tiga kriteria yang mesti diamati untuk melihat telah terjadinya inflasi yaitu kenaikan harga, terjadi terus menerus dalam rentan waktu tertentu dan bersifat umum (Ardiansyah, 2017).

Inflasi dapat berdampak buruk bagi perekonomian negara seperti mengakibatkan terganggunya fungsi uang terutama fungsi tabungan, pembayaran di muka serta dalam unit perhitungan. Sehingga masyarakat harus melepas uang dan juga aset mereka. Kemudian juga dapat membuat kecenderungan masyarakat dalam minat menabung menjadi berkurang, sedangkan masyarakat akan meningkatkan pembelanjaan uangnya terutama pada golongan yang termasuk barang non primer karena naiknya Marginal Propensity to Consume (MPC).

Selain itu dari segi produsen juga terjadi penurunan kegiatan-kegiatan produksi seiring dengan kenaikan harga bahan baku dan semakin tinggi distribusi pendapatan, hal tersebut dikarenakan secara riil tingkat pendapatannya menjadi menurun. Serta membuat minat investasi lebih ditempatkan kepada sesuatu yang kurang produktif seperti tanah, logam mulia, bangunan,  maupun mata uang asing (Fadilla, 2017).

Inflasi juga dapat berdampak buruk dalam hal menjaga tingkat daya beli masyarakat, dikarenakan meningkatnya harga-harga barang, sementara secara tidak langsung pendapatan masyarakat secara riil menurun (Arjunita, 2016). Tingkat inflasi yang lebih tinggi jika dibandingkan negara tetangga juga dapat mengakibatkan suku bunga domestik menjadi kurang kompetitif, serta dapat mempengaruhi pergerakan dan melemahnya nilai tukar rupiah, sehingga menyebabkan naiknya harga barang domestik dengan sebagian besar bahan baku luar negeri dan memperbesar tingkat inflasi.

Bank Indonesia bersama dengan Pemerintah menyepakati lima langkah strategis yang dilakukan untuk dapat  memperkuat pengendalian inflasi. Tujuan dari langkah strategis tersebut adalah untuk menjaga tingkat inflasi dalam kisaran sasaran 3,0% 1% sepanjang tahun 2022 guna mempercepat pemulihan perekonomian nasional dengan memitigasi risiko inflasi yang mulai meningkat di masa mendatang. Langkah-langkah strategis tersebut antara lain:

  • Memperkuat koordinasi kebijakan, menjaga stabilitas makroekonomi, dan mendorong pemulihan ekonomi nasional.
  • Memitigasi dampak upside risk yang antara lain menormalisasi kebijakan likuiditas global dan dampak kenaikan harga komoditas dunia terhadap inflasi serta daya beli masyarakat.
  • Menjaga tingkat inflasi volatile food pada kisaran 3,0-5,0%. Hal tersebut dilaksanakan dengan menjaga ketersediaan dan kelancaran distribusi pasokan, terutama saat menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN). Implementasi strategi berfokus pada optimalisasi pemanfaatan teknologi dan digitalisasi pertanian dari hulu ke hilir, pengembangan konektivitas serta penguatan kerja sama antar daerah.
  • Memperkuat sinergi komunikasi dan koordinasi kebijakan agar dapat mendukung pengelolaan ekspektasi inflasi dari masyarakat.
  • Memperkuat koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengendalian inflasi, serta menyelenggarakan Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi (Rakornas) tahun 2022 dengan tema "Digitalisasi Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah pangan untuk akses dan stabilitas harga ".

Sinergi kebijakan yang diupayakan Pemerintah dan Bank Indonesia dengan melakukan berbagai inovasi program untuk menjaga stabilitas pasokan dan kelancaran distribusi di masa pandemi diharapkan dapat menjaga inflasi indeks harga konsumen tetap terkendali. Upaya tersebut diharapkan dapat semakin mendorong daya beli masyarakat sebagai bagian dari rencana pemulihan ekonomi nasional di tengah meningkatnya risiko global. Inflasi yang rendah dan juga stabil diharapkan dapat mendukung pemulihan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang kuat dan berkelanjutan untuk Indonesia maju.

Namun nyatanya, ketiadaan pemerintah tampaknya secara langsung menyebabkan kenaikan harga permintaan pangan di pasar yang tidak terkendali. Dalam siaran pers HM.4.6/13/SET.M.EKON.3/1/2022, Menko Perekonomian menyatakan bahwa kebijakan menjamin ketersediaan pasokan dan stabilitas harga pangan di seluruh masyarakat tetap menjadi salah satu kebijakan yang paling penting dan prioritas utama pemerintah untuk awal 2022.

Menghadapi kenaikan harga berbagai bahan makanan seperti beras, bawang putih, minyak goreng, dan ayam ras saat ini, pemerintah tetap berkomitmen melakukan langkah preventif untuk menjamin pasokan bahan makanan dan menjaga harga pangan tetap terjangkau masyarakat. Operasi pasar yang dilakukan adalah Pemerintah melakukan serangkaian langkah nyata, melibatkan berbagai stakeholder untuk memastikan bahwa ketersediaan pangan masyarakat tercukupi.

Akan tetapi terlihat bahwa kebijakan pemerintah yang menggunakan operasi pasar sebagai langkah khusus untuk mengatasi kenaikan harga pangan belum berhasil dan kurang efektif. Menurut penelitian Devi A., Hermin S., dan Daniel R. (2022), survei terhadap sampel acak sebanyak 20 orang dilakukan pada tanggal 22 Mei hingga 28 Mei 2022, dan diperoleh hasil bahwa sebagian besar masyarakat mengeluhkan pengaruh inflasi. Keadaan ini tentu saja menjadi beban yang sangat berat bagi perekonomian seluruh lapisan masyarakat.

Kebijakan yang dirumuskan oleh pemerintah seperti operasi pasar sangat membantu masyarakat, namun perlu diperhatikan bahwa sebaik apa pun kebijakan yang dirumuskan oleh pemerintah tidak akan dapat berfungsi secara normal dan menyeluruh jika tidak dilaksanakan dan dilaksanakan dengan baik, sehingga perlu diawasi dengan tekun, jika tidak seperti itu maka masyarakat tidak akan menghasilkan dampak atau tujuan yang diharapkan. Sehingga dari itu implementasi kebijakan pemerintah menjadi salah satu tahapan krusial dalam proses kebijakan publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun