Mohon tunggu...
ahmadputrasyahpitrirambe
ahmadputrasyahpitrirambe Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatra Utara

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tanggung Jawab Negara, Membedah Kewajiban Hukum dalam Perlindungan Pekerja Anak

5 Desember 2024   11:40 Diperbarui: 5 Desember 2024   12:01 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Melihat dari sudut pandang hak asasi manusia, negara memiliki kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar dalam melindungi hak-hak anak, termasuk dari praktik tenaga kerja yang eksploitatif. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) Pasal 25 menyatakan bahwa masa kanak-kanak berhak atas perlindungan khusus. 

Hal ini diperkuat dengan Konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak (KHA) yang menegaskan bahwa negara harus mengambil langkah-langkah legislatif, administratif, sosial, dan pendidikan untuk melindungi anak dari pekerjaan yang membahayakan kesehatan, pendidikan, atau perkembangan moral mereka.

Dalam konteks ini, kewajiban negara bukan hanya tanggung jawab hukum di tingkat domestik, tetapi juga komitmen internasional yang melibatkan partisipasi aktif dalam forum-forum global untuk memperkuat perlindungan terhadap pekerja anak. Negara yang telah meratifikasi berbagai instrumen internasional tentang hak anak, seperti Konvensi Hak Anak dan Konvensi ILO, harus memastikan bahwa hukum domestik mereka sejalan dengan standar internasional.

Peran Pengadilan dalam Melindungi Pekerja Anak

Pengadilan memainkan peran penting dalam menegakkan hukum dan memberikan keadilan bagi pekerja anak yang menjadi korban eksploitasi. Dalam beberapa kasus di Indonesia, pengadilan telah memutuskan hukuman kepada para pelaku eksploitasi tenaga kerja anak, namun jumlah kasus yang diajukan ke pengadilan masih sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah kejadian di lapangan.

Hal ini menunjukkan bahwa akses keadilan bagi anak-anak korban eksploitasi masih sangat terbatas. Banyak kasus pekerja anak yang tidak sampai ke meja hijau karena berbagai faktor, mulai dari kurangnya pengetahuan hukum oleh masyarakat, takut akan dampak sosial-ekonomi terhadap keluarga, hingga ketidakmampuan korban untuk melaporkan kasusnya. 

Di sinilah peran penting negara untuk memastikan bahwa sistem peradilan ramah anak dan memberikan akses yang luas bagi anak-anak serta keluarganya untuk mendapatkan keadilan.

Negara juga wajib memberikan perlindungan khusus kepada anak-anak yang terlibat dalam proses hukum, baik sebagai korban maupun saksi. Dalam konteks ini, Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang mengedepankan pendekatan perlindungan hak anak dalam setiap tahapan proses hukum. Namun, implementasi undang-undang ini masih perlu diperkuat untuk mengakomodasi perlindungan khusus bagi pekerja anak yang menjadi korban eksploitasi.

Kerjasama Antarlembaga dalam Perlindungan Pekerja Anak

Penting bagi negara untuk tidak bekerja sendiri dalam menangani masalah pekerja anak. Kolaborasi antara berbagai lembaga pemerintah, seperti Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta lembaga penegak hukum, sangat diperlukan. Koordinasi yang efektif antara berbagai lembaga ini akan memastikan adanya pendekatan holistik dalam mencegah dan menangani kasus-kasus pekerja anak.

Selain itu, negara perlu membangun kemitraan strategis dengan organisasi masyarakat sipil, serikat buruh, dan lembaga internasional seperti ILO dan UNICEF. Kerjasama ini dapat membantu memperluas jaringan pengawasan, meningkatkan kapasitas lembaga terkait, dan mendorong kebijakan yang lebih efektif dalam melindungi hak anak. 

Misalnya, serikat buruh dapat memainkan peran penting dalam mendeteksi dan melaporkan kasus pekerja anak di tempat kerja, sementara organisasi masyarakat sipil dapat memberikan edukasi kepada masyarakat tentang hak-hak anak dan risiko pekerjaan berbahaya.

Program-program terpadu yang melibatkan berbagai pihak juga harus didorong, seperti program penghapusan pekerja anak yang dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan keterampilan bagi keluarga miskin. Ini akan membantu memutus siklus kemiskinan yang sering kali menjadi akar masalah utama terjadinya eksploitasi anak.

Peran Dunia Usaha dalam Menghapus Eksploitasi Tenaga Kerja Anak

Selain pemerintah, dunia usaha juga memiliki peran yang sangat penting dalam memastikan tidak adanya pekerja anak di lingkungan kerja mereka. Sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), perusahaan-perusahaan, terutama yang bergerak di sektor manufaktur, pertanian, dan perikanan, harus memastikan bahwa rantai pasokan mereka bebas dari praktik eksploitasi tenaga kerja anak.

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak perusahaan multinasional yang mulai mengadopsi kebijakan due diligence untuk memastikan bahwa pemasok mereka tidak menggunakan tenaga kerja anak. Namun, di tingkat lokal, masih banyak perusahaan kecil dan menengah yang belum memiliki kesadaran yang sama. 

Negara perlu mendorong dan, bila perlu, mewajibkan dunia usaha untuk menerapkan kebijakan bebas pekerja anak dalam setiap rantai pasokan mereka.

Di sisi lain, perusahaan juga bisa berperan aktif dalam mendukung program-program pemerintah terkait pendidikan dan pemberdayaan ekonomi keluarga. Dengan berinvestasi dalam inisiatif-inisiatif tersebut, dunia usaha dapat membantu mencegah eksploitasi tenaga kerja anak di masa depan sekaligus memperbaiki citra dan reputasi mereka sebagai entitas yang peduli terhadap hak asasi manusia.

Penutup

Perlindungan terhadap pekerja anak bukan hanya tanggung jawab satu pihak, tetapi merupakan kewajiban kolektif yang melibatkan negara, masyarakat, dan dunia usaha. Negara, melalui regulasi dan penegakan hukum yang tegas, harus berada di garis depan dalam memerangi praktik eksploitasi ini. Namun, keberhasilan upaya perlindungan pekerja anak akan sangat bergantung pada sinergi antara berbagai pemangku kepentingan.

Sebagai salah satu negara dengan populasi anak yang besar, Indonesia memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memastikan bahwa setiap anak terbebas dari kerja paksa dan eksploitasi. Melalui peningkatan penegakan hukum, pengawasan yang lebih efektif, dan kerjasama lintas sektor, negara dapat menjalankan kewajibannya dengan lebih baik untuk melindungi masa depan anak-anak Indonesia.

Penulis :

Ahmad Putra Syahpitri Rambe, S.H

Dr. Utary Maharany Barus, S.H., M.Hum.

Dr. Afila, S.H., M.Hum.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun