Mohon tunggu...
Ahmad nur Cholish
Ahmad nur Cholish Mohon Tunggu... Mahasiswa - HAMBA ALLAH

Diam tolah-toleh, bergerak salah kabeh

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Buku Kewarisan Islam di Indonesia

9 Maret 2023   02:52 Diperbarui: 9 Maret 2023   02:57 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

BOOK REVIEW

Judul buku : hukum kewarisa islam di indonesia edisi revisi
Pengarang : sayuti thalib s.h
Penerbit : sinar grfika
Tahun terbit : terbitan pertama 2016
Tebal buku : xvi + 181 halaman
Pereview : Ahmad Nur Cholish

Buku yang ditulis oleh sayuti thalib. S.H merupakan sebuah buku yang berjudul hukum kewarisan di indonesia. Buku ini merupakan sebuah buku yang membahas tentang kewarisan yang ada di indonesia, dari sejarah kewarisan, dasar sebuah kewarisan, landasan hukum, dll. Penjabaran dan penjelasan yang ada dalam buku ini sudah cukup kompleks dan mudah untuk dimengerti oleh pembaca. Buku hukum kewarisan islam di indonesia merupakan buku keempat lanjutan dari hukum keluarga indonesia Saya sebgai pembaca memiliki niat untuk mebuat review buku hukum kewarisan islam di indonesia yang bertujuan untuk sumber acuan memilih buku, menambah wawasan saya pribadi, bisa menjadi acuan dalam pembelajaran, sera tujuan utama adalah untuk melengkapi tugas mata kuliah. Buku hukum kewarisan islam di indonesia merupakan buku keempat lanjutan dari hukum keluarga indonesia.


Kewarisa merupakan suatu hal yang sangat melekat dikalanga masyarakat dikarenakan kearisan adalah salah satu bagian dari sebuah perkawinan, dalam perkawinan istilah kewarisa merupakan hal terakhir yang biasanya dioerhatikan dalam sebuah perkawinan. Dikatakan sebgai hal yang terakhir diperhatikan karena kewarisan merupakan hal yang beriringan dengan kematian, karena terjadinya kewarisan karena salah satu dari oasanga telah meninggal, dan meninggalkan sejumlah harta yabg nantinya aka dobagikan kepada penerima harta warisan, atau sering disebuat sebagai ahli waris.


Buku hukum kewarisan islam diindonesia ini terdapat delapan bab pembahasan yaitu :
*Bab I mengenai pendahuluan
*Bab II membahas tentang sejarah kewarisan
*Bab III membahas tentang landasan hukum kewarisa islam
*Bab IV mengenai ahli waris yang ditetapkan oleh hukum islam
*Bab V membahas tentang sistem pembagian waris menurut hukum islam
*Bab VI membahas tentang kedudulan wasiat dalam hukum kewaisan islam
*Bab VII membahas tentang peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hukum kewarisan
*Bab VIII membahas tentang beberapa contoh putusan pengadilan


Pembahasan pertama pada buku ini, penulis menjelaskan tentang sejarah dari sebuah kewarisan dan sejarah tersebut dimulai dari adanya perang uhud yang berisikan tentang bagaimana terjadinya apa saja kejadian yang terjadi di perang uhud bahkan siapa saja yang tewas dalam perang uhud tersebut. Perang uhud merupakan sebuah perang yang cukup besar di dalam kesejarahan islam. Perang uhud merupakan sebuah perang yang tujuannya untuk memberantas para kaum kafir atas kekalahan umat islam dari peperangan sebelumnya yaitu perang badar. 

Kemudian sejarahnya berlanjut kepada kewarisan sebelum islam datang, pada periode ini sebuah kewarisan dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu hubunga darah atau biasanya diketahui sebagai hanya anak laki laki dari keturunannya tetapi tidak boleh anak anak tetapi harus laki laki dewasa yang berhak mewarisi harta, selanjutnya adalah hubunga sebagai anak angkat yaitu anak angkat yang sah dapat mewarisi harta dari ayah angkatnya, selanjutnya hubunga antara sumpah dan janji yaitu seseorang yang telah bersumpah atau ne janji kepada seseorang apabila telah meninggal maka orang tersebut akan mendapatlan sebagian bahkan seluruh harta orang yang telah meninggal tersebut serta dinyatakan sebagai ahli waris yang sah.


Kemudian kelanjutan dari sejarah kewarisan tersebut berlanjut dengan periode setelah datangnya islam. Pada awalnya perkembangan islam masih mengikuti hukum adata yang berlaku di arab, namun setelah rasulullah hijrah kemadinah dari situ dimulailah diberlakukannya ketentuan yang baru. Setelah kedatangan islam, kewarisan yang awalnya hanya dipengaruhi oleh hubungan darah, hubungan anak angkat, serta hubungan janji, kini berubah menjadi lebih kompleks yaitu adanya hubungan darah dengan pewaris yaitu keturunan yang bukan hanya bisa berperang namusn segala keturunan yang memiliki hubungan darah dengan pewaris, tidak diperlukannya hubungan anak angkat sebagai sebab terjalinnya hak waris, yang dimaksud disini adalah anak angkat sudah tidak menjadi ahli waris seperti yang telah dikatakan dalam surat al-ahzab ayat 4 yaitu dan tdak dijadikan anak angkatmu seperti anak kandungmu sendiri dari ayat tersebut maka anak angkat sudah tidak menjadi bagian dari ahli waris yang sah menurut islam. hubungan janji seseorang untuk mewariskan harta bendanya, penulis disini lebih condong kepada hubungan janji untuk memberikan harta waris yaitu brupa sebuah wasiat kepada seseorang yang telah dikehendaki oleh seorang pewaris. selanjutnya adalah sebab hijrah, yang dimaksud hijrah disini aalah orang yang pada masa permulaan islam secara bersama sama melakukan hijarh disebuat sebagai pewaris atau ikut mewarisi, dan yang terakhir adalah terjadinya hak waris dikarenakan hubungan persaudaraan yang bisa saja sebagai hubungan sedarah, hubungan semenda atau pernikahan, hubungan memerdekakan budak dan hubungan wasiat untuk tolan seperjanjian termasuk anak angkat.


Pembahasan selanjutnya pada buku kewarisan islam di indonesia yang ditulis oleh sayuti tyhalib ini membahas tentang landasan hukum kewarisan islam. Pada hakekatnya, kewarisan islam dilandaskan kepada al-qur'an serta kepada hadis tentang kewarisan. Pada buku ini, landasan kewarisan islam didasarkan kepada surat an-nisa ayat 7, 11, ,12, 33, dan 176.
1. Pada surat an-nisa ayar 7, ayat ini merupakan ayat pertama yang menegaskan tentang bahwa laki-laki maupun perempuan berhak atas warisan, ayat ini menerangkan tentang keturunan laki" maupun keturunan perempuan dipastikan sudah mendapat bagian waris karena hak waris dari masing masing pihak telah ditetapka dalam ayat ini dan pembagiannya juga sudah diatur.
2. kemudian pada surat an-nisa ayat 11 dan 12, ayat ini memiliki asbabun nuzul mengenai kejadian sa'ad bin rabi' yang berkenaan dengan perang uhud pada tahun ke-3 hijriyah. pada ayat ini merupaka ayat terpenting dari hak ahli waris dalam sebuah kewarisan dikarenakan pada ayat ini merupakn pembagian secara terperinci baik dari ibu, bapak, janda, duda, anak, bahkan janji, serta wasiat dan hutang piutang.
3. kemudian ayat 33 mebahas tentang seorang ahli waris pengganti disaat ahli waris yang sah dan merupakan keturunan dari pewaris telah meninggal dunia maupun pewaris tidak memiliki keturunan serta tidak memiliki saudara bahkan ayah dan ibu, yang terakhir adalah surat an-nisa ayat 176 yang merupakan ayat terakhir dalam pembhasan kewarisan serta di ayat ini menerangkan tentang kewarisan yang belum di singgung dalan ayat sebelumnya serta di ayat ini di jelaskan secara terperinci.


Kelanjutan dari isi ayat surat an-nisa yaitu dalam buku ini dijelaskan secara gamblang tentang garis keturunan yang ada di surat an-nisa dari ayat 7, ayat 11 dan 12, dalan ayat 33, serta dalam ayat 176. Jika seseorang ingin mencari garis keturuna yang telah dijelaskb dalan al-qur'an, maka pembaca sebaiknya membaca pembahasan ke3 tentang garis keturunan waris yang terletak pada halaman 75 pada buku berjudul kewarisan dalam islam yang ditulis oleh sayuti thalib.


Kemudian melanjutkan pembahasan yaitu dasar kewarisan yang didasarkan kepada hadist.  Hadist peninggalan dari rasulullah merupakan suatu hal yang penting dikarenkan hadis tersbut mencakup pengertian dari sebuah kewarisan. Namun hadist rasulullah merupkan sebuh hadist yang tidak mencakup poko utama dari sebuah kewarisan, yang dimaksud pook utama dalam kewarisan adalah tentang induk pembagian dari harta warisan yan ditinggalkan oleh pewaris. Hadist yang berasl dari rasulullah merupakan hadist yang tidak lengkap, dikarenakan itu semua penjelasan dri ayat al-qur'an meupakan penjelasan utama dari berbagai pembagian harta warisan. Hukum kewarisan baru diselaraskan dengan kehidupan masyarakat setelah nabi hijrah kemadinah dengan selang waktu 3 tahun setelah hijrah. Kemudian dimasa para sahabat nabi belum ada kasus dengan pembagian harta waris yang rumit, jadi dapat dipastikan belum ada pengetahuan mendalam tentang berbagai pembagian waris. Hadist yang berkaitan tentang kewarisan yaitu :
a. hadist dari aus bin suhamit yang berkaitan degan al-qur'an surat an-nisa ayat 7.
b.kemudian hadist dari saad bin rabi' yang berkaitan dengan turunnya surat an-nisa ayat 11 dan 12. Hadist ini merupakan salah satu hadist yang penting karena berkaitan dengan turunnya ayat kewarisan serta memiliki sebuah hubungan dengan kejadian perang uhud.
c. kemudian hadist dari jabir bin abdullah yang memiliki kaitan dengan turunnya surat an-nisa ayat 176 yang berhubungan dengan khalalah.
d. hadist dari umar bin khatab yang berkaitan dengan arti khalalah hadist dari umar bin khatab ini berkaitan dengan hadist nomor 3.
e. kemudian ada dari zaid bin tsabit yang membahas tentang anak dari anak laki laki. Hadist ini merupakan hadis yang penting dikarenakan imam syafi'i juga menganut hadist ini dalam menentukan garis keturunan hukum waris.
f. kemudian dari abu bakar yang membahas tentang kedudukan dari kakek itu sama dengan kedudukan seorang ayah dalam mewaris
g. dari ali bin abi thalib yang membahas mengenai aul. Hadist ini merupakan sebuah inovasi cemerlang dari sahabat ali dikala ilmu perhitungan disaat itu.
h. dari sa'ad bin abi waqas mengenai batasan dari sebuah wasiat.
i. dari ibnu abbas megenai keutamaan sesama ahli waris.
j. dari abu huraira tentang pembunuh tidak menjad ahli waris.
k. dari abdullah bin ummar mengenai muslim dan kafir serta orang yang berlainan agama.
l. abu huraira dan jabir tentang bayi yang menangis saat dilahirkan berhak mewaris.
m. addahak bin sufyan mengenai diat atau pembunuhan.
n. dari abu huraira tentang ahli waris bertanggung jawab atas sejumlah harta peninggalan pewaris.
o. dari umar dan siti aisyah serta annas bin malik mengenai harta peninggalan tunggal.


Kemudian pada pembahasan ke 4 dari buku karia sayuti thalib yaitu membahas tentang waris menurut hukum islam yang memiliki poin poin tertentu, yang pertama tentang kedudukan seorang ahli waris yang mecakup kedudukan seorang anak yang merupakan ahli waris yang pertama disebutkan dalan al-qur'an dan sebagai bentuk hubungan antara seorang ayah dan ibu,  selanjutnya adalah hubungan antara anak dengan ayah dan ibu, didalam islam mengatakan bahwa kedudukan anak lenih tinggi dari pada orangtua dalam hal kewarisan dan hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya harta yang diterima oleh anak daipada harta yang diperoleh orangtua, dan hal tersebut akan berlku selamanya walupun ana dan orang tua alam keadaan sama-sama mewarisi harta warisan. Kedudukan kedua merupakan kedudukan dari seorang bapak, disini seorang bapak memiliki beberapa kedudukan yaitu sebagai dzul faraid seperti yang dikatakan dalam surat an-nisa ayat 11. Yang diaksud dengan keudukan seorang bapa sebaga dzil faraidh adalah seorang bapak yang memilii seorang anak, baik anak laki-laki maupun seorang anak perempuan.


Selanjutnya adalah hubungan seorang anak laki-laki dengan bapak dan bapak dengan saudara, pembahasan ini beraa dalam surat an-nisa ayat 11 yaitu bahkan jika seorang anak dan bapak dalam stu garis keturunan yang sama-sama mewaris, maka kedudukan seorang anak lebih tinggi dari pada bapak, dengan kata lain seorang anak mempengaruhi kedudukan bapak dalam hal kewarisan. Kedudukan ayah yang selanjutnya adalah dalam kearisan patrilinela syafi'i, dala konsep patrilineal syafi'i, ayah memiliki 2 edudukan yaitu sebagai dzul faraidh dengan pembagian harta waris sebesar seper enam dari hartapeninggalan, senagkan kedudukan kedua yaitu sebgai tsulutsul baqi atau orang yang mendapat bagian sebesar sepertiga sisa dari pembagian harta waris.


Kedudukan ibu, kedudukan seorang ibu telah terjamin yaitu sebesar satu per tiga atau satu per enam, tetapi perolehan seorang ibu dapat dipengaruh oleh beberapa hal yaitu: diengaruhinya oleh seorang anak, anak dapat memerngaruhi perolehan seorang ibu dikarenakan anak adalah golongan pertama yang menerimawa ris yang disebutkan dalam al-qur'an. Selanjutnya adana hubungan seorang ibu dengan saudara, saudara yang mempenaruhi perolehan seorang ibu dapat dikatakan sebagai ikhwatun tetapi dengan demikian seorang ibu bisa mewaris secara bersama-sama dengan ikhwatun tersebut. Selanjutnya adalah perolehan seorang ibu dengan bapak dalam ajaran tsulutsul baqi, dalam ajaran tsulutsul baqi bagian ibu tetap lebih besar dari pada ayah dikarenakan sudah ditentukan oleh gari hukum surat an-nisa ayat 11e.


Kedudukan seanjutnya ditempati oleh suami atau istri yang hidup paing lama, jika yang hidup paling lama adalah soso suami maka suami tersebu akan menadi duda dan bagian duda adalah seperdua atau seper empat dari harta peninggalan, dikarenakan duda termasuk ke gologan dzul faraidh. Sedangkan jika yang hidup paling lama adalah pihak istri maka seorang istri tersebut akan menjadi jand dan bagian dari janda adalah seper empat atau seper delapn dar harta peninggalah dan juga jandan masih termasuk kedalam golongan dzul fataidh.


Kedudukan saudara dalam surat an-nisa ayat 12 dan 176, dalam ayat ke 12 dikatakan bahwa saudara selalu mendapatkan perolehan bagian tertentu dikarenakan saudara masih termasuk kedalam golongan dzul faraidh, sedangkan dala ayat 176 dikatakan bahwa sosok saudara bisa menjadi lebih kuat menjadi golongan dzul qarabath maupun menjadi ashabah. Kemudian saudara juga memiliki kedudukan dalam peristiwa masyarakah, yang dimaksud dengan musyarakah adalah apabla meninggalnya seorang wanita dengan meninggalkan suami, ibu, 2 saudara laki-laki seibu, dan mereka semua termasuk kedalam golongan dzul faraidh. Kemudian kedudukan saudara menurut ajaran zaid bin tsabit, kemudian teori anak pisang, yang terakhir asas kewarisan menurut al-qur'an, dalam al-qur'an tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan yang mmpunyai hubungan darah karena mereka masih menjadi keluarga dekat dari si pewaris.


Kedudukan yang terakhir adalah kedudukan kakek dan nenek yang bisa dilihat dari 2 sudut pandang yaitu sudut pandang bilateral dan sudut pandang bilateral, dan kedudukan yang terakhir adalah kedudukan toran seperjajian yaitu hubungan kewarisan dikarenakan ikatan persaudaraan (istilah sebalum islam datang)
Ahli waris merupakan seorang yang berha menerima waris, ahli waris tergolong kedalan beberapa golongan yaitu
1. menurut ajaran bilateral hazairin.
Menurut ajaran ini, ahli waris digolongkan menjadi 3 golongan yaitu:
a. golongan ahli waris dzulfa'id atau ahli waris yang mendapatkan bagian tertentu dan dalam keadaan tertentu. Adapun yang termasuk kedalam golongan ini adalah anak perempuan yang tidak didampingi dengan anak laki laki, ibu, bapak dalam hal anak, duda, janda, anak laki laki, saudara laki laki dan saudara perempuan yang bergabung dalam hal kalalah, serta yang terakhir saudara perempuan dalam hal khalalah. (khalalah adalah menurut hadist rasulullah dapat dsimpilkan sebagai seseorang yang telah meninggal dunia dengan tanpa meninggalkan satu pun keturunan atau anak.)
b. Golonga yang ke dua yaitu ahli waris dzhul karabat atau biasa dikatakan sebagai ahli waris yang mendapatlan bagian yang tidak tentu jumlahnya atau bisa dikatakan memperoleh bagian terbuka atau memperoleh bagia sisa, yang termasuk dalam golongan inj adalah anak laki laki, anak leremluan yang berhimpunan dengan anak laki laki, bapak, saudara laki laki dalam hal khalalah, saudara perempuan yang berhimouna dengan saudara laki laki.
c. Golongan Yang ketiga adalah ahli waris mawali atau ahli waris pengganti. Ahli waris pengganti merupakan ahli waris yang menggantikan ahli waris yang sah untuk memperoleh bagian warisan  yang awalnya akan diperoleh orang yang digantikan posisinya.


2. Menurut ajaran patrineal syafi'i.
Menurut ajaran ini, ada beberapa golongan yang menjadi ahli waris dalam sistep pewarisan yaitu:
a. ahli waris dzul fara'id atau seperti yang telah dijelaskan oleh ajaran sebelumnya.
b. ahli waris asabah atau ahli wris yang hanya mendapatlah bagian sisa dari sebuah kewarisan, ashabah terbagi menjadi 3 golongan yaitu ashabah bi nafsihi atau ashabah karena kedudukannya sendiri, kemudian ashabah bil ghairi atau seorang perempuan yang ditarik menjadi ashabah oleh seorang laki laki, kemudian ashabah maal ghair atau saudara perempuan yang ikut mewarisi bersama anak perempuan.
c. Kemudian golongan terakhir dari ajaran inj adalah ahli waris dzul arham atau orang yang nempunyai hubungan darah dengan seorang pewaris.


Setelah tergabungnya atau bersatunya ahli waris dalam beberapa golongan, maka selanjutnya pasti akan ada pegutamaan terhadap para ahli waris tersebut, keutamaan setiap pewaris telah dijelaskan dalan ayat al-qur'an yaitu :
a. Keutamaan ahli waris dalam surat al anfal ayat 75 yaitu orang yang sepertalian darah itu lebih dekat dari yang satu dengan yang lain dibandingkan denga orang mukmin dan otang muhajirin lainnya.
b. Keutamaan ahli waris dalam ketentuan surat al-ahzab ayat 6. Pada ayat ini mengatur tentang keutamaan beberapa golongan yaitu golongan pertama, yang dimaksud dengan golonga lertama adalah dengan adanya seorang anak dalam kelompok ahli waris, kemudian kelompok ke dua yaitu tidak adanya sosok seorang anak dalam kelompok ahli waris dan sedangkan ada saudara di dalamnya, kelompok yang ketiga adalah jika dalam sebuah kelompok ahli waris sudah tidak ada sosok seorang anak dan saudara.
c. Keutamaan ahli waris dalam ketentuan hadiat ibnu abbas. Yang diatur dalam hadist ini adalh jika dalam pembgian harta waris  harus memenuhi urutan: pertama kepada ahli waris yang berhak menerima bagian tertentu, serta sisanya diberikan kepada sosok laki-laki yang terdekat.
d. Keutamaan ahli waris dalam ketentuan hadist zaid bin tsabit.


Pada pembahasa selanjutnya dibuku hukum kewarisan islam di indonesia ini membahas tentang sistem pembagian waris menurut hukum islam. Harta kewarisan merupakan segala jenis harta yang berhubungan dengan pewaris yang meninggalkan harta tersebut yang kemudian akan dibagikan dengan  keluarga yang berhak menerima warisan atau disebut dengan ahli waris. Dalam pembahasan ini dibagi menjadi beberapa poin penting yaitu ketentuan harta peninggalan dan cara pembagian, sisa pembagian dan radd, dan aul atau penyelesaian kerugian.
1. Memasuki poin pertama yaitu ketentuan harta peninggalan dan cara pembagiannya, yang dimaksud harta peninggalan yaitu harta waris yang akan dibagikan kepada ahli waris dengan kata lain merupakan harta keseluruhannya yg terlihat ada hubungannya dengan pewaris. Tentang cara pembagian harta waris telah dijelaskan oleh bilateral hazairi yang mejelaskan bahwa mula mula harta dihimpun dari perhitungan yang nampak secara keseluruhan dari harta kepunyaan pewaris atau orang yang meninggal tersebut. Kemudian ada ajaran patrilineal syafi'i yang mengatakan bahwa mula mula dihimpun dari semua harta yang nampak dari keseluruhan dari harta kepunyaan pewaris.
2. Poin yang kedua yaitu sisa pembagian dan radd. Sisa pembagian: jika ahli waris terdiri dari dzul faraid dan dzul qarabat maka harta peninggalan akan habis dibagikan kepada anak lertama dan sisanya diberikan kepada dzul qarabat yang bersangkutan. Akan tetapi jika ahli waris terdiri dari dzul faraid saja maka akan terjadi 2 kemungkinan yaitu harta akan habis pada pembagian pertama, atau pembagiannya masih ada sisa yang belum habis terbagi.
3. Orang yang berhak menerima radd adalah orang yang termasuk kedalam golongan dzul faraid, tetapi ada yang berpendapat bahwa janda dan duda tia termasuk kedalam golongan itu walaupun termasuk kedalam dzul faraid dikarenakan menurut surat al anfal ayat 75 radd hanya dapat diberikan kepada dzul faraid yang bertalian darah saja, sedangkan suami dan istri hanya memiliki ikatan semenda dan bukan pertalian darah, sehingga tidak mendapat bagian dari radd. Radd tidak akan berlaku kecuali adanya baitulmal, itu merupakan pendapat dari beberapa penganut ajaran syafi'iyah. Baitul mal adalah rumah harta atau semacam balai harta yang dikhususka untuk menerima, menyimpan dan mengatur harta umat islam dan agama islam.
4. Aul atau penyelesaian kerugian. Kebalikan dari radd adalah aul, jika radd terjadi jika mash ada sisa yang disebut sisa bagi sesudah pembagian harta oleh penerima warisan atau ahli waris, maka aul adalah kerugian dari hasil pembagian pertama lebih dari 1 dan hal ini biasanya akan diselesaikan degan cara mengurangi hasil pembagian harta dari setiap ahli waris yang menerima warisan. Disini yang dinamakan aul adalah pengurangan harta waris secara berimbang.


Kedudukan wasiat dalam hukum kewarisan islam. Dalam hal ini wasiat memiliki pengertian tentang kehendak seseorang mengenai apa yang akan dilakukan selanjutnya dengan hartanya yang dimiliki, maka dari itu, warisan merupakan sebuah hal yang memilii keterikatan dengan harta benda yang diwariskan kepada ahli waris. Wasiat marupakan pernyataan kehendak dari seseorang mengenai apa yang akan dilakukan kepada semua hartanya ketia kelak meninggal dunia. Adapun ayat al-qur'an yang mengatur tentang wasiat dalam kewarisan yaitu: surat al-baqarah ayat 180-182 yang mengatur tentang keqajiban dalam berwasiat ketika sudah meninggal dunia, dalam surat al baqarah ayat 240, dalam surat an-nisa ayat 12, dan surat al-ahzab ayat 6.


Dalam istilah wasiat dikenal nama wasiat wajibah, pada pemvahasa selanjutnya akan menyinggung tentang pembatasan wasiat wajibah. Dalam sahih bukhari menjelaskan bahwa wasiat tidak boleh melebihi 1/3 dari harta setelah dikurangi oleh semua hutang, walau demikian jika ada wasiat pewaris yang lebih dri 1/3  harta peninggalan maka diberlakukan 2 cara yaitu dikurangi sampai batas sepertiga harta peninggalan atau diminta kesediaan ahli waris yang ada apakah mereka mengikhlaskan kelebian wasiat atas sepertiga harta peninggalan tersebut.


Setelah membahas tuntunan dan dasar kewarisan dalam islam, kini beralih kepada hukum positif yang mengatur tentang kewarisan. Ada beberala peraturan perundang undangan yang mengatur tentang kewarisan yaitu
1. Ketetapan mpr tahun 1960. Pada ketetapan mpr tahun 1960 ini dapat dikatakan bahwa segala bentuk kewarisa yang ada di indonesia diberlakukan sistem patrilineal atau sesuai dengan ajaran al-qur'an dan sunnah rasul, begitupun adat dan lain lain harus didasarkan kepada al-qur'an dan sunnah.
2. Seminar hukum nasional tahun 1963. Pada tanggal 12  sampai dengan 16 maret 1963 telah diadakan sebuah seminar di jakarta yaitu seminar hukum nasional yang mebahas tentang dasar dasar tata hukum nasional dalam bidang huku kewarisan.
3. Undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974. Pada uu ini yang mengatur tentang harta warisan dari pasangan suami istri adalah pasal 35,36,dan37 uu perkawinan tahun 74 serta didalamnya dapat kita ketahui tentang petunjuk mengenai pemikiran yang berhubungan engan segala harta peninggalan dari sebuah pernikahan. Akan tetapi dikarenakan didalam undang-undang hanya memuat masalah yang bersangkutan dengan perkawinan, maka didalamnya hanya sebatas membahas hak suami dan istri.
4. Yang terakhir adalah kompilasi hukum islam atau disingkat menjadi KHI. Selain hukum kewarisan yang telah diatur dalam al-qur'an dan sunnah, hukumnkewarisan juga diatur dalam kompilasi hukum islam, ang lebih tepatnya di buku ke-2 pasal 171 huruf a yang mengatakan bahwa hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak harta dari peninggalan pewaris, menentukan siapa saja yang berhak atas penerimaan harta yang diwariskan dan berapa bagian dari masing-masing penerima.


Selanjutnya adalah beberapa contoh putusan pengadilan, putusa pengadilan dapat berupa putusan dari pengadilan agama maupun pengadilan negeri, namun dikarenakan kewarisan yang cukup rumit merupakan kewarisan agama islam, maka kebanyakan permohonan diajukan kepada pengadilan agama dari pada pengadilan negeri, sebab lain karena jarangnya pengajuan waris ke pengadilan negeri adalah perkara mengenai hal kewarisan sangat jarang bisa sampai keranah pengadilan negeri, oleh sebab itu jarang ada pengajuan kewarisan di pengadilan negeri.


Dalam buku yang berjudul hukum kewarisan islam di indonesia ini, penulis menggunakan kata-kata yang mudah dipahami bagi pembaca, penulisan dlam buku ini termasuk singkat dan jelas. Materi yang dijelskan termasuk kompleks karena sudah membahas berbagai unsur dari kewarisan, materi yang disuguhkan juga sangat beragam oleh karena itu pembaca diberikan relasi baru untuk pengetahuannya. Penggunaan kaliam di buku ini tergolong simpel karena tidak banyak materi maupun penggunaan kata yang kurang efektif dan bertele-tele. Buku ini merupakan sebah buku yang bagus untuk dijadikan sebuah reverensi karia rulis, dikarenakan buku ini sudak memuat banyak hal yang dijadikan kedalam satu sumber yang memudahkan seseorang untuk mengutip sesuatu. Sedikit kekurangan pada buku ini adalah penggunaan bahasa yang mungkin sedikit pembaca yang mengetahui maksudnya.

Nama : Ahmad nur cholish
NIM   : 212121145
Kelas : HKI 4D
Mata kuliah : Hukum Perdata Islam di Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun