Asingkah anda dengan yang namanya rendang? Kami yakin anda sekalian mengetahui dan pernah mencicipi hidangan khas Nusantara ini. Tahukah anda bahwa pada tahun 2011 berdasarkan 35.000 voting pembaca Majalah CNN International Travel, masakan khas Minangkabau ini meraih prestasi sebagai makanan terenak di dunia. Selain karena keotentikannya, rendang juga dikenal akan kekayaan rasa yang diperoleh dari beragam bumbu dan rempah-rempah yang saling bersinergi secara seimbang. Pun ketika disantap, ledakan rasa umami, gurih, semua berpadu dengan tetap menonjolkan cita khasnya masing-masing. Tidak ada rasa yang mendominasi satu dengan yang lain.
Yak, kita kembali dengan analogi lain, kawan. Moderasi beragama bisa dipahami layaknya masakan rendang. Sebagaimana yang telah dijelaskan, moderasi beragama amat mengusung prinsip keseimbangan dan kedinamisan, layaknya sinergi cita rasa ragam bumbu dan rempah-rempah dalam rendang. Bagaimana sih penjelasan dan tujuan moderasi secara lebih eksplisit? Konten pembahasannya terdiri dari apa saja? Adakah dalil yang menjadi landasan berperilaku moderat? Apa yang dikatakan oleh para pemuka agama soal moderasi? Sederet pertanyaan diatas mungkin terlintas dalam benak anda setelah secuil "promosi" di awal tadi mengenai pentingnya pembelajaran moderasi beragama.
Secara umum, pengertian moderasi (wasathiyah) adalah bersikap mengambil jalan tengah berupa keseimbangan dalam menyikapi golongan ekstrim kanan (radikal) dan golongan ekstrim kiri (liberal) dengan menghindari bersikap terlalu kaku maupun terlalu longgar. Ringkasnya, kita diajarkan untuk menghormati dan menghargai perbedaan dengan tetap memperhatikan batasan-batasan yang ada. Moderasi mengajarkan kita untuk proporsional (menempatkan segala sesuatu pada tempatnya) dan berpikir secara komprehensif (memandang suatu kasus atau fenomena dari berbagai sudut pandang) sehingga mencapai kesimpulan dan aksi yang utuh. Konsep moderasi ada demi mewujudkan stabilitas, harmoni, kedamaian, dan kesejahteraan dengan unsur keseimbangan yang diusung.
Pada sejatinya, unsur wasathiyah terpatri dalam segala aspek ajaran Islam, mulai dari aqidah, akhlak, ibadah, hingga muamalah. Hal ini menunjukkan bahwa beragama tidak cukup hanya dengan membangun hubungan vertikal (hablum minallah) maupun hubungan horizontal (hablum minannas) saja, namun kedua-duanya harus diberi porsi seimbang. Harus sama-sama diprioritaskan, tidak ada yang di-anak-tirikan. Dengan prinsip ini, tujuan dari wasathiyah itu sendiri dapat dicapai, yaitu membentuk kehidupan sosial-kemasyarakatan antar umat beragama yang harmoni dan damai.
Indikator moderasi beragama ada 4 yaitu berkomitmen berkebangsaan, toleransi, anti radikalisme dan liberalisme, akomodatif terhadap kearifan lokal. Komitmen kebangsaan merupakan cara pandang terhadap ideologi negara dengan komitmen menerima pancasila sebagai dasar negara. Toleransi merupakan kesediaan memberi ruang terhadap pihak lain dalam hal keyakinan maupun pendapat yang berbeda. Anti radikalisme merupakan merupakan ekspresi keagamaan yang imbang dan adil ditengah perbedaan masyarakat. Akomodatif terhadap kearifan lokal merupakan sikap fleksibel dalam beragama yang bersedia menerima tradisi budaya lokal selama tidak bertentangan dalam prinsip agama. Â Â Â Â
Prinsip moderasi yang memiliki relasi dengan konsep wasathiyyah islam antara lain; tawassuth(memilih jalan tengah), i'tidal(proposional), tasamukh(toleransi), asy-syura(musyawarah), al-ishlah(perbaikan), al-qudwah(kepeloporan), al-muwathonah( cinta tanah air), al-launf(anti kekerasan), al-i'tiraf bil 'urf(ramah budaya).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H