Mohon tunggu...
Ahmad Noven Friyandi
Ahmad Noven Friyandi Mohon Tunggu... Seniman - mahasiswa

- Akidah dan Filsafat. Univ. Al-Azhar Kairo - Penikmat musik

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Hal yang Dapat Membuat Lagu Jadi Kehilangan Penikmat dan Solusi Sufi untuk Kontroversi Lagu

6 April 2020   11:55 Diperbarui: 6 April 2020   12:23 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selain menghayati lagu, terkadang saya juga menalar lagu. Lebih dari sekadar memikirkan lagu, terkadang saya juga memfilsafati lagu. 

Maksudnya memfilsafati lagu?

Berfilsafat berarti menyelidiki dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada.

Dalam hal ini, maksud saya memfilsafati lagu yaitu menyelidiki segala sesuatu yang ada di sebuah lagu yang diawali dengan mempertanyakannya. 

Apa sebenarnya ide yang disampaikan melalui lagu ini? Bagaimana gaya bahasa yang dipakai dalam lirik? Terhadap apa lagu ini identik?

Di saat suasana seperti apa lagu ini cocok dimainkan? Ada berapa instrumen yang terkandung di dalam lagu? Apa saja alat musik yang dipakai? Bagaimana sound yang dipakai dalam musiknya? Bagaimana karakter masing-masing album? Kira-kira begitu.

Jika sekadar berpikir hanya dengan memunculkan satu atau dua pertanyaan, lain halnya dengan memfilsafati lagu yang memunculkan banyak sekali pertanyaan.

Baik sekadar berpikir maupun sampai berfilsafat, keduanya sama-sama bernalar.

Ketika saya streaming penampilan Sheila On 7 yang membawakan lagu Sephia. Saya benar-benar merasakan emosi yang berupa penyesalan seseorang karena telah mencintai seseorang yang sebenarnya seseorang yang dicintai itu sudah memiliki kekasih lain.

Setelah saya menghayati dan menyelidiki komposisi musik kedua lagu itu, saya terkagum. Saking kagumnya, saya iseng menanyakan teman saya "gimana sih caranya biar bisa bikin lagu ngangenin kayak gini?" teman saya pun tidak bisa menjawab, dan hanya mengirimkan sebuah artikel dari kompasiana yang berjudul Kisah Misteri Lagu Shepia  Dari Sheila On 7.

Saya lantas membacanya. Setelah itu, saya dapati bahwa banyak konspirasi horror yang diciptakan mengenai lagu Sephia. Tentang Kenapa Judulnya Sephia? Siapa itu Sephia?

Ada cerita yang beredar bahwa Sephia adalah wanita yang menghubungi Erros Candra (gitaris Sheila On 7 sekaligus pencipta lagu Sephia) saat larut malam melalui telepon umum yang ada di seberang rumah Erros.

Di telepon, Sephia bilang bahwa dia menelpon Erros melalui telepon umum di depan rumah Erros. Ketika Erros  melihat ke telepon umum yang ada di depan rumah, ternyata tidak ada orang di sana, yang dia lihat hanya telepon umum yang ganggangnya sedang menggantung dan mengayun seolah baru saja ada yang memakainya.

Setelah mencari tahu tentang siapa itu Sephia dan di mana alamatnya melalui fansnya, Erros pun mengunjungi rumah Sephia, dan akhirnya dia dapati dari orang tua Sephia bahwa Sephia adalah penggemar berat Sheila On 7 dan sudah wafat 1 bulan yang lalu. Setelah itu, Erros pun menciptakan lagu dan didedikasikan kepada ruh Sephia. Begitu kira-kira konspirasinya.

Setelah membaca artikel itu, saya jadi ngeri dengan lagu Sephia.

Melalui pengalam, saya dapati ternyata menghayati dan menalar lagu memiliki sensasi yang berbeda.

Istilah "emosi" dalam kaca mata para musikolog mempunyai defenisi yang sedikit berbeda dengan para psikolog. Di kalangan musikolog, emosi didefenisikan sebagai cepat lambat (elemen tempo) atau keras dan lembutnya (elemen dinamika) sebuah komposisi musik.

Sedangkan "emosi" dalam kaca mata psikolog diartikan sebagai impuls (dorongan hati) yang muncul akibat dari suatu rangsangan dari dalam maupun dari luar.

Demi memudahkan penyampaian dalam esai ini, maka masing-masingnya kita istilahkan dengan "emosi musik" dan "emosi psikis".

Emosi musik bisa menjadi sebab munculnya emosi psikis. Emosi psikis pun juga bisa menjadi sebab munculnya emosi musik. Dalam kata lain, emosi musik dan emosi psikis bisa menjadi sebuah sebab akibat.

Nikmat lagu hanya terasa di saat saya mencoba menghayati emosi musik yang ditransfer melalui elemen tempo dan elemen dinamika irama, nada, dan suara. Selagi lagu itu masih sesuai dengan selera saya, maka saya masih bisa menikmatinya.

Lain sensasinya ketika saya menalar lagu. Saat itu saya mempertanyakan apa maksud lirik yang disampaikan? bagaimana majas yang digunakan? berapa progresi akord yang digunakan? 

Jenis alat musik apa yang digunakan? Intinya mempertanyakan lagu itu disegala sisinya. Pada saat itu, saya sudah tidak lagi merasakan nikmat sebuah lagu, yang ada hanyalah rasa penasaran, takjub, rasa puas karena sudah dapat pengetahuan-pengetahuan baru, dan rasa mumet di kepala.

Tujuan saya menghayati lagu adalah agar saya dapat menikmati lagu. Lalu kenapa saya sampai harus memfilsafati lagu?

Tujuan saya bukan untuk menjatuhkan estetika lagu orang lain, melainkan agar pengetahuan musik saya semakin bertambah sehingga saya dapat memberikan sumbangsih kepada dunia musik dan agar saya dapat menambah kualitas bermusik saya kedepannya.

Ketika menghayati lagu, saya benar-benar menangkap emosi psikis yang dilemparkan si pencipta lagu. Sedangkan menalar lagu, reaksinya lebih ke pengetahuan-pengetahuan baru.

Menghayati maupun menalar lagu merupakan dua sikap yang biasa saya lakukan ketika mendengar lagu. Tapi, tidak semua orang menyikapi lagu seperti itu. Ada yang hanya menghayati dan ada yang hanya menalar.

Ketika seseorang menghayati tanpa menalar, saat itu dia tidak tahu seberapa epiknya lagu, dia tidak akan tahu seberapa rumitnya lagu itu, dan bagaimana pertimbangan-pertimbangan yang dipikirkan dalam menciptakan lagu.

Dan ketika seseorang menalar tanpa menghayati lagu, saat itu dia tidak menerima emosi yang tersaji.

Diluar dari pengaruh selera, hal yang dapat membuat lagu menjadi kehilangan penikmat adalah di saat orang-orang menalar lagu lalu kedapatan ternyata lagu itu tidak sesuai dengan sebuah paham, doktrin, atau ideologi tertentu, lalu dia menyiarkan hasil penyelidikan itu kepada orang banyak. Karena perbuatannya itu, orang-orang jadi terpancing untuk ikut menyelidiki lagu itu sehingga mengabaikan  emosi yang tersaji.

Seperti lagu Aisyah yang dicover Sabyan baru-baru ini dan jadi trending nomor 1 di youtube Indonesia. Sebenarnya lagu Aisyah sudah lama dinyanyikan di negri jiran Malaysia, hanya saja punya lirik yang berbeda dengan lagu Aisyah yang dicover Sabyan.

Setelah lagu Sephia dari Sheila On 7, lagu Bento dari Iwan Fals, lagu Sally dari Peterpan, dan lagu Syantik dari Siti Badriah, sekarang malah lagu Aisyah yang notabennya adalah lagu religi. Apa tidak cukup bagi kita untuk memperselisihkan lagu pop dan balada hingga kita harus memperselisihkan juga lagu religi?

Padahal di Negara lagu itu berasal (Malaysia) sendiri tidak pernah jadi kontoversi setelah bertahun-tahun lagu itu tercipta. Saya harap tidak ada lagi lagu kesukaan saya yang dijadikan bahan kontroversi.

Emosi yang saya tangkap dari lagu Aisyah adalah sebuah ekspresi kecemburuan seseorang akibat menyaksikan kisah cinta sepasang kekasih. Bertepatan dengan bermunculannya orang-orang yang mengatakan bahwa penyebutan kata "Aisyah" di lagu itu harusnya "Sayyidah Aisyah" atau "Siti Aisyah" dengan alasan bertentangan dengan etika agama Islam.

Reaksi kontroversi lagu Aisyah, muncul lagu baru dari Syahla yang berjudul Siti Khadijah. Di lagu itu penulis mempertimbangkan penyebutan "Khadijah" dengan memakai "Sayyidah" atau "Siti". 

Melihat sisi negatif dari fenomena kontroversi lagu Aisyah. Lagu Aisyah yang berhasil jadi trending nomor 1 di Youtube Indonesia akan kekurangan peluang untuk dinikmati pendengar hanya karena orang-orang lebih fokus menalar dari pada menghayati lagunya.

Meskipun begitu, ternyata sisi positif dari menalar lagu Aiysah yaitu orang-orang jadi lebih menyelidiki tentang siapa itu Aisyah. Yang belum tahu, akhirnya jadi tahu bahwa pemanggilan Ummul Mukminin Sayyidah Aisyah semestinya menggunakan Sayyidah/Siti dalam etika agama Islam.

Pertanyaan baru yang muncul adalah, jika berfilsafat dipakai dalam rangka menemukan realitas, apakah kita bisa menemukan realitas ketika memfilsafati lirik lagu, puisi, novel ataupun karya seni lainnya ?

Padahal bisa saja orang-orang salah paham terhadap simbol-simbol yang ada pada lirik lagu, latar belakang lagu diciptakan, dan  kepada siapa lagu itu ditujukan. Sebelum menemukan jawabannya dari pencipta lagu, paling tidak dia hanya akan menemukan pengetahuan-pengetahuan yang bersifat praduga.

Reaksi bernalar yang dilakukan orang-orang terhadap lagu kemudian membuat para penulis lagu enggan menggunakan nama tokoh yang populer, seperti nama "Bento" di lagu Bento dari Iwan Fals, nama "Sephia" di lagu Sephia dari Sheila On 7,  nama "Sally" di lagu Sally dari Peterpan. Dengan tujuan agar tidak menyinggung pihak mana pun. Walaupun jika dinalar lagi, nama-nama itu masih bisa dikaitkan dengan pihak terntentu. Seperti nama "Bento" dalam lagu Iwan Fals yang dikait-kaitkan dengan anak Presiden RI ke-2 (Soeharto).

Kontroversi lagu kerap kali membuat musisi harus berurusan dengan aparat kepolisian. Seperti Iwan Fals yang diciduk saat konser di Gedung Olahraga, Pekanbaru, Riau, April 1984, dalam rangka membantu anak-anak muda menggalang dana. Saat itu dia membawakan lagu Demokrasi Nasi, sebuah lagu yang berkisah tentang anak seorang menteri yang membuat onar, menembak sampai mati tapi tidak disanksi. Dan masih banyak lagi tragedi serupa yang dialami Iwan Fals yang bisa didapati di internet dan majalah.

Upaya menemukan realitas dalam karya seni bisa dibilang upaya yang keliru dan kerap kali menimbulkan kontroversi. Seperti kontroversinya novel Aulad Haratina karya Naguib Mahfouz (seorang sastrawan kebanggaan Mesir, wafat pada tahun 2006) yang mengantarkannya pada peraihan nobel. Dua orang yang fanatik terhadap agama memurtadkan Naguib Mahfouz dan mencoba untuk membunuh Naguib Mahfouz dengan menikam dibagian leher yang akhirnya dua orang itu gagal dalam upayanya.

Dalam novel itu, Naguib Mahfouz menceritakan tokoh Adham si kulit hitam yang dikira orang-orang itu adalah Nabi Adam AS. Dia juga menceritakan tokoh Jabal yang dikira orang-orang itu adalah nabi Musa AS dan Qosim yang dikira orang-orang itu adalah Nabi Muhammad SAW. Dia juga menceritakan Gabalawi yang ingin membunuh Arafah yang dikira orang-orang itu adalah kisah seseorang yang ingin membunuh tuhan.

Adham yang dikira orang-orang adalah Nabi Adam AS., diceritakan sebagai anak tuhan alias anak dari Gabalawi. Hal itu membuat Naguib Mahfouz dituduh telah mencederai kisah nabi Adam AS yang diajarkan agama Islam.

Pada akhirnya Naguib Mahfouz mengklarifikasi bahwa novel Aulad Haratina yang diciptakannya bukan lah bertujuan untuk mencederai kesakralan agama.

Tujuan utama dari seorang seniman adalah agar karyanya dapat dinikmati dan diapresiasi. Sangat miris sekali jika seniman sampai harus mengklarifikasi maksud dan tujuan dari karyanya. Karna jika begitu, maka orang-orang sudah gagal dalam menghayati atau menikmati karya seninya.

Kembali lagi ke objek lagu. Jika dengan menalar lagu dapat melahirkan perdebatan, maka tidak dengan menghayati lagu. Barangkali setiap kita akan menerima emosi yang sama ketika mendengar lagu. Semua kita tentu akan merasakan cinta tanah air ketika mendengar lagu Indonesia Raya jika kita menghayatinya. Bukannya sebailiknya, alias semakin benci dengan Negara sendiri ketika mendengar lagu tersebut. Jadi, kesepakatan akan didapati ketika menghayati lagu. 

Untuk solusi dalam fenomena kontroversi lagu, saya jadi teringat kalam bijaknya salah satu tokoh sufi modern Mesir seorang Grand Syekh Al-Azhar yang dijuluki dengan Imam Al-Ghazali di Era Kontemporer yang wafat pada tahun 1978, semoga allah merahmati beliau. Ia adalah Prof. Abdul Halim Mahmud.

Ia berkata "nata'awanu bimattafaqna wa natashobbaru bimakhtalafna".

Yang terjemahannya : Kita saling tolong menolong dengan apa yang kita sepakati dan kita saling bersabar dengan apa yang kita perselisihkan.

Dalam fenomena kontroversi lagu, walaupun lagu tidak dianggap memuaskan dalam menguraikan sebuah konsep. Nyatanya lagu tetap saja bisa ditanggapi dengan naluri dan akal. Dengan kata lain dapat dihayati dan dinalar. 

Kontroversi seputar lagu hanya akan muncul ketika orang-orang mulai menalar lagu. Sedangkan kesepakatan akan muncul ketika orang-orang menghayati atau menikmati lagu.

Untuk kita yang berkontroversi seputar lagu Aisyah, ingatlah bahwa kita sama-sama sepakat dengan emosi yang kita terima dengan hati alias penghayatan kita ketika menanggapi lagu Aisyah.

Jika ekspresi kecemburuan yang ada dalam lagu Aisyah mampu mereaksikan rasa cinta kita kepada Rasulullah SAW., semakin bertambah. Maka mari kita sama-sama hayati lagu ini agar kita dapat menikmatinya dan bersabar terhadap segala perbedaan pemahaman yang ada agar terwujudnya perdamaian.

kita saling tolong menolong dengan apa yang kita sepakati dan kita saling bersabar dengan apa yang kita perselisihkan.

Salam Hangat, maju terus musik Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun