Mohon tunggu...
Ahmad fakhri nizam
Ahmad fakhri nizam Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

nama saya ahmad fakhri nizam umur 19 tahun,lahir di surabaya pada tanggal 8 agustus 2002.saya tinggal di surabaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kekerasan Seksual di Kampus, Mau Sampai Kapan?

10 Januari 2022   19:13 Diperbarui: 10 Januari 2022   19:22 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ironis memang jika kampus menjadi salah satu tempat kejahatan seksual,dikarenakan kampus sebagai lembaga instansi pendidikan tertinggi,dan dikamapus juga akan melahirkan mahasiswa dan mahasiswi yang akan menjadi agent of change. 

Mengutip pemikiran  Winarsunu (2008), pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak dikehendaki oleh korbannya.itu bisa diartikan bahwa kekerasan seksual hanya menguntungkan satu belah pihak saja. 

Memang kejahatan seksual dapat terjadi kepada siapa saja tanpa terkecuali laki-laki,tetapi faktanya lebih banyak korban kekerasan sesksual di lingkungan kampus terjadi kepada mahasiswi Tentu jika kekerasan terjadi kepada mahasiswa/mahasiswi itu bisa berpengaruh ke prilaku korban mulai dari lebih diam terkesan tertutup dan frustasi dan hal itu juga akan berefek kepada proses akademik si korban.

menurut saya kekerasan seksual dalam lingkungan kampus dapat terjadi karena beberapa aspek,aspek pertama fakta masih banyak orang  mengunakan ideologi patriarki diamana ideology ini menempatkan laki-laki sebagai penguasa tunggal/central.contoh Seorang istri, harus menurut keinginan/perintah suaminya tanpa adanya ruang diskusi,itulah berbahayanya ideologi patriarki laki-laki merasa lebih baik lebih kuat lebih segalanya dari perempuan.aspek kedua relasi kuasa tidak bisa kita pungkiri bahwa siapa yang berkuasa maka dialah yang menjalankan system dan jika korban kekerasan seksual dilakukan oleh orang yang memiliki kuasa atau kedudukan missal seperti dosen,staff bahkan ketua organisasi mereka korban seksual merasa takut dikarenakan status nya sebagai mahasiswi yang tentu masih berhubungan dengan pelaku, 

Adanya ancaman serta diskriminasi nilai ataupun kesulitan untuk lulus menjadi salah satu faktor korban tidak berani melaporkan tindakan pelaku.aspek ketiga faktor biologis laki-laki memeiliki lebih banyak dorongan untuk melakukan hubungan seksual dibandingkan perempuan, sehingga laki-laki cenderung melakukan tindakan seksual kepada perempuan.hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan  The Journal of Sex Research menunjukkan bahwa pria tak hanya lebih sering memikirkan seks daripada wanita, mereka juga lebih sering memikirkan tentang kebutuhan. 

aspek keempat faktor hormone  seksual/dalam medis disebut hormon testosteron itu horman yang memeiliki peran terciptanya nafsu atau dorongan seksual,tetapi sangat berbahaya jika tubuh memproduksi hormon testosteron berlebihan karena itu dapat membuat sesorang menjadi hypersex.

Upaya permendikbud 30 tahun 2021

pemerintah melalaui kementrian budaya dan pendidikan tidak tinggal diam dengan melonjaknya kasus kekerasan seksual dalam lingkungan kampus itu dipertegas dengan pernyataan Nadiem Makarim berdasarkan hasil survei mandiri yang dilakukan oleh pihaknya terkait kekerasan seksual di tahun 2020.

"Kami melakukan survei sendiri di tahun 2020, hasilnya 77 persen dari dosen yang disurvei menyatakan kekerasan seksual itu pernah terjadi di kampus. Ini dosen ya bukan mahasiswa," jelasnya dalam acara Mata Najwa.dari pernyataan di atas bisa disimpulkan bahwa kampus sedang mengalami darurat kekerasan seksual.

Saya memang berharap secepatnya permendikbud 30 tahun 2021 di sahkan dan dijalankan,agar mahasiswa/mahasiswi memiliki payung hokum,tetapi disini yang mau saya kritisi adalah kenapa baru kementrian budaya dan pendidikan yang melakukan regulasi pencegahan kejahatan seksual di kampus.kita tahu bersama bahwa universitas di Indonesia tidak hanya ada pada naungan kementrian budaya dan pendidikan saja tetapi juga ada kampus yang berada pada naungan kementrian agama hal itu bisa jadi membuat polemik ketidak merataan payung hukum kekerasan seksual untuk universitas di Indonesia.disini saya memiliki dua opsi untuk mencegah polemik ketidak merataan payung hukum kekerasan seksual untuk universitas di Indonesia opsi pertama kementrian budaya dan pendidikan bersama kementrian agama melakukan diskusi point-point penting apa yang akan di cantumkan untuk melindungi/mencegah kekerasan seksual,sehingga nanti ketida sudah resmi menjadi undang-undang dapat diterapkan dan digunakan di masing-masing kementrian opsi kedua jika masing-masing kementrian susah menemukan tititk tengah,maka kementrian bebas membuat point-point penting untuk di cantumkan dan ketika sudah menjadi undang-undang dapat di lakukan di masing-masing kampus sesuai naungan kementrianya.

Terakhir saya berharap semoga kekerasan terutama di lingkungan kampus segera berakhir karena bagaimana pun mahasiswa/mahasiswi akan meneruskan estafet pemerintahan kelak,jika mereka sudah mendapat kekerasan seksual di kampus dan itu juga berpengaruh kepada sikis korban bagaiman kelanjutan tongkat estafet pemerintahan dapat berjalan dengan sukses

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun