Mohon tunggu...
ahmad najmi ramadhani
ahmad najmi ramadhani Mohon Tunggu... Konsultan - Analis Perusahaan Teknologi

Karyawan di hari kerja. Penulis di akhir minggu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Air Conditioner (Cerita Sambung Pegawai Indomaret)

18 Mei 2022   19:43 Diperbarui: 18 Mei 2022   19:47 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kipas angin di ujung ruangan itu menoleh ke kanan dan ke kiri, sesekali tersendat dan berderit karena usia yang telah uzur dan pemakaian yang abusive oleh pemiliknya. Konon kipas angin tersebut tak pernah mati untuk mengimbangi suhu ruangan kos yang seperti neraka. Di samping kipas angin, Dani tidur dengan sesekali mengusap muka yang berkeringat. Keringat berkumpul di dahi menjadi seukuran biji jagung lalu terjun ke kelopak mata. Air keringat itu menyelinap pula di sela sela bibirnya yang membuatnya mengecap rasa asin. Seperti pagi pagi sebelumnya, Dani dibangunkan oleh alarm alami, yaitu keringat.

Hari ini dia masuk pukul tujuh pagi karena dia dikelompokkan dalam shift pertama. Secara umum, Indomaret memiliki tiga pembagian jam kerja untuk para pegawainya. Mulai dari shift pagi pukul 07.00-15.00, shift siang pada pukul 15.00-23.00, dan shift malam pada pukul 23.00-07.00. Karena jarak kos dan Indomaret tempat dia bekerja cukup dekat, Dani biasanya berangkat sepuluh menit sebelum pukul tujuh menggunakan motor Honda Beat yang penggunaannya ekstrem mendekati level abusive. Konon motor tersebut diservis lima tahun sekali sesuai jadwal pemilu.

"Kenapa pagi-pagi muka ditekuk begitu, Dan?" Tanya Farah kepada Dani yang setengah melamun menjaga konter kasir.

"Kapan ya aku bisa pindah kosan yang ada AC nya kayak itu, Far?" Jawab Dani sembari menoleh ke arah air conditioner di pojok atas rak tempat rokok berbaris-baris.

"Kenapa nggak beli aja?"

"Boro boro beli AC nya, Far. Bayar kos bulanan yang ada AC nya aja masih mikir-mikir!"

"Nah, ini adalah contoh pemuda kurang referensi. Coba kamu download aplikasi DuitDuit di hape-mu."

"Aplikasi apaan tuh? Pinjol nih pasti ya? Kagak ah. Bikin stres doang. Kemarin ada tetangga kosan yang bunuh diri karena nggak bisa bayar. Serem."

"Cemen kamu, Dan. Hidup yang tidak dipertaruhkan tidak bisa dimenangkan!"

"Bahas apaan nih? Pasti keluhan Dani soal kosan nya yang panas banget ya? Hahaha." Sambung Nadia yang mengamati pembicaraan Dani dan Farah setelah menempelkan stiker harga terbaru di rak-rak produk.

"Iya. Aku saranin buat beli AC tapi nggak mau." Jawab Farah.

"Eh, ngapain beli? Dua minggu lagi ada acara senam bersama pegawai Indomaret se-Surabaya. Biasanya kan ada door prize nya tuh acaranya. Coba tanya Pak Burhan apa aja hadiahnya, barangkali ada AC." Ucap Nadia.

"Benar juga. Nanti aku coba tanya Pak Burhan deh. Makasih idenya, Nad!" Kata Dani dengan tersenyum penuh harap.

Pak Burhan merupakan manajer cabang Indomaret tempat Dani bekerja. Dia mengelola beberapa cabang di daerah Surabaya. Usianya masih sangat muda, lulusan kampus negeri ternama di Indonesia. Bahkan sapaan 'Pak' bisa jadi kurang cocok untuk disematkan pada lelaki berusia dua puluh enam tahun tersebut. Burhan merupakan sosok yang filosofis dan idealis. Dia memilih untuk bekerja di bidang pemasaran dan penjualan karena dia percaya bahwa perdagangan merupakan aktivitas yang membuat peradaban manusia terus bergulir dan lestari. Tidak hanya itu, ketika ditawari oleh atasannya untuk bekerja di kantor pusat di Jakarta karena performanya yang bagus, dia menolak dengan ucapan yang akan sulit dilupakan oleh atasannya.

"Terima kasih banyak atas tawarannya, Pak. Mohon maaf, sepertinya saya lebih memilih untuk bekerja di cabang. Saya masih ingin melihat aktivitas jual beli yang ada di toko-toko. Hati saya hangat melihat bagaimana produk-produk berpindah tangan dari pegawai ke pelanggan. Mengingatkan saya dengan awal mula perdagangan di Lembah Indus, Mesopotamia lima ribu tahun yang lalu."

Atasan Burhan tidak mampu berkata apa-apa. Benar kata Albert Einstein, jenius dan kegilaan memiliki batas yang tipis.

"Silahkan masuk." Ucap Pak Burhan setelah Dani mengetuk pintu ruangannya beberapa kali.

"Selamat siang, Pak Burhan." Sapa Dani setelah memasuki ruangan.

"Eh, panggil nama atau 'Mas' saja lah. Jangan 'Pak', formal banget rasanya. Ada apa nih, Mas Dani? Mau tanya soal peraturan berpacaran dengan pelanggan kemarin? Hahaha."

"Engga lah, Mas Burhan. Nggak etis kayaknya pacaran sama pelanggan. Saya mau tanya hal yang lain. Dua minggu lagi kan ada senam bersama pegawai Indomaret se-Surabaya. Itu hadiahnya apa saja ya?"

"Oh, itu. Saya juga nggak hafal nih, Mas. Saya coba buka dokumennya sebentar ya." Jawab Burhan sembari menggeser dan mengklik mouse gaming-nya mencari dokumen yang menjelaskan mengenai acara senam bersama.

"Baik, Mas."

"Wah, hadiahnya banyak nih senam bersama kali ini. Budget dua tahun nggak ada senam bersama kali ya gara gara pandemi. Hadiahnya ada sepeda lipat, kulkas, penanak nasi, dan masih ada beberapa yang lain."

"Ada AC nggak ya, Mas?" Tanya Dani penuh harap.

"Hmm sebentar. Eh ada nih. Cuma ada syaratnya nih, Mas. Hadiah AC nya untuk peserta senam bersama dengan gerakan paling bersemangat."

"Gimana cara nentuinnya ya kalau kayak gitu, Mas?"

"Biasanya yang dapat hadiah di kategori ini keringatnya yang paling banyak dibanding peserta yang lain, Mas. Agak absurd emang dibandingkan dengan kategori lain kayak kostum terunik dan datang ter-pagi, tapi biasanya gitu sih, Mas."

"Terima kasih banyak informasinya, Pak!" Sahut Dani dengan tersenyum merekah setelah mendengar kata keringat terbanyak.

Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Dani bersyukur memiliki kosan yang panasnya seperti neraka.

Dua minggu berlalu. Setelah selesai dengan shift siang hari ini, Dani sengaja memasukkan motornya ke dalam kosnya. Hal ini dilakukan bukan karena dia takut kehilangan motornya selagi tidur. Dia melakukannya dengan harapan dapat meningkatkan suhu panas kosnya sehingga ia berkeringat lebih banyak daripada biasanya. Luar biasa apa yang mampu dikorbankan oleh manusia untuk mencapai mimpinya.

Apabila biasanya bibir Dani merasakan asin keringat yang menyelinap dari dahinya setiap pagi. Pagi ini dia merasakan sensasi yang berbeda dimana tidak hanya bibirnya yang merasakan asin. Pada titik ini, organ dalamnya pun berkeringat. Tenggorokannya berkeringat. Pagi ini, Dani adalah manusia paling berkeringat di dunia. Dia memutuskan untuk tidak mandi pagi ini untuk menjaga keringat yang dia hasilkan selama tidur.

"Gila. Belum mulai senam udah keringatan banget aja kamu, Dan." Ucap Farah kepada Dani saat ia memasuki lapangan tempat acara senam bersama Indomaret se-Surabaya.

"Hehehe. Iya. Demi dapat doorprize AC nih, Far!"

Sesuai perencanaan matangnya, Dani menggondol doorprize AC setelah dinobatkan sebagai peserta senam dengan gerakan paling bersemangat yang ditentukan menggunakan proxy kuantitas keringat. Dia tersenyum di atas motor Honda Beat sepanjang perjalanan menuju kos. Di balik punggungnya adalah alat yang diimpikannya sejak malam pertama dia menghuni kos neraka-nya.

Dua minggu terakhir, dia banyak menonton video di YouTube mengenai tutorial pemasangan AC. Dia mengincar dua hal. Pertama, dia ingin menghemat biaya dengan memasang sendiri AC yang didapatkannya nanti. Kedua, setelah mendengar nasihat Burhan kepada Nadia, Dani ingin membayangkan bahwa dirinya telah memiliki AC setiap detiknya. Ini yang disebut manifesting. Konon apa yang sering manusia pikirkan di setiap detiknya, dapat mewujud entah bagaimana caranya.

Sesampainya di kos, Dani memasang AC yang baru saja dia dapat seusai tutorial YouTube. Semuanya tuntas dilakukan tidak lebih dari satu jam. Selain mengucapkan "selamat datang di Indomaret, selamat berbelanja" kepada pelanggan yang cantik, memasang dan merakit AC mungkin aktivitas yang dinikmati oleh Dani.

Saat malam tiba, Dani mengamati kipas angin nya yang mati di pojok ruangan dengan sesekali melihat AC yang dia pasang tadi siang di dinding atas kosnya.

"Jadi ini yang dinamakan nikmatnya proses." Pikirnya dalam hati. Dani sering berkegiatan untuk berproses dalam hidupnya, namun sepertinya baru kali ini dia merasakan bahwa proses dapat menimbulkan hasil.

Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Dani tidur tersenyum tanpa perlu mandi terlebih dahulu karena gerah. Dia terlelap diselimuti rasa syukur malam itu.

Saat pagi tiba, Dani kaget karena alarm alaminya masih menyala. Dia berkeringat. AC nya mati. Setelah bertanya kepada beberapa tangga kos dan pemilik kos, dia mengetahui bahwa kos nya tidak memiliki listrik yang cukup untuk memasang AC. Pagi ini dia berangkat ke tempat kerja dengan raut muka yang tragis. Mata berkaca-kaca. Bibir meringis. Dia ingin menjual AC yang didapatnya ke teman-temannya atau toko barang bekas apabila temannya tidak ada yang berminat. Mungkin ini yang dimaksud oleh para ekonom sebagai miskin struktural.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun