Keputusan Partai Demokrat (PD) yang disampaikan langsung oleh Ketua Umum PD Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menolak pengesahan RUU Cipta Kerja pada tahap I dan paripurna melalui anggota Fraksi Demokrat sangat melegakan bagi buruh dan rakyat.
Perjuangan buruh menolak RUU yang sering disebut dengan RUU Cilaka mulai bulan Februari 2020 tetap menjadi bagian dari perhatian Partai Demokrat. Dimana, semenjak awal anggota DPR RI dari Fraksi Demokrat telah meminta pembahasan RUU ini tidak pantas di saat wabah belum terkendali.
Apalagi penyusunan draf RUU Omnibus Law sangat tertutup yang akan merubah 80 UU yang sebelumnya telah ada. Pembahasan RUU ini menjadi persoalan dan mulai cacat penyusunan semenjak awal.
Selain cacat sejak awal, RUU Cipta Kerja lebih mengakomodir dan sangat menguntungkan bagi oligarki pengusaha. Sedangkan bagi buruh sangat merugikan dan memberatkan bagi kehidupan yang layak dan pantas.
Setidaknya, ada beberapa hal mendasar hilangnya keadilan bagi buruh dengan berlakunya UU Cipta Kerja, diantaranya.
- UU Cipta Kerja menghapus Pasal 59 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal yang mengatur tentang aturan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang berubah menjadi PKWT tidak ada batas waktu kontrak atau kontrak seumur hidup.
- UU Cipta Kerja memangkas nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan, dimana 19 bulan dibayar pengusaha dan enam bulan dibayar oleh BPJS Ketenagakerjaan. Tentu ini ketentuan yang sangat merugikan buruh dan menguntungkan pengusaha. Sampai saat ini masih banyak pengusaha yang tidak membayarkan pesangon akibat PHK.
- UU Cipta Kerja menghapus upah minimum kota/kabupaten (UMK) bersyarat dan Upah Minimum Sektoral Kota/Kabupaten (UMSK). Hal ini meniadakan peran pemerintah daerah dalam penyusunan upah minimum bagi buruh. Dan ini keuntungan bagi pengusaha dan kerugian bagi buruh.
- UU Cipta Kerja melegalkan karyawan alih daya seumur hidup. Hal ini berdampak kepapda belum jelas siapa pihak yang akan membayar Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk karyawan alih daya.
- UU Cipta Kerja memberikan keleluasaan bagi pengusaha menerapkan jam kerja eksploitatif atau tanpa batas jelas jika dinilai dari kerugian fisik dan waktu buruh. Pengusaha dapat dengan sewenang-wenang menetapkan jam kerja lebih dari 12 jam. Â
Dan sangat melegakan bagi buruh, pada sidang Paripurna tahap II yang dihadiri oleh seluruh fraksi di DPR RI, sikap Demokrat tetap menolak RUU Cipta Kerja tetap disahkan dan diminta untuk dibatalkan.
Namun, Pimpinan DPR RI tidak mau mendengarkan dan tetap dengan agenda mengesahkan UU Cipta Kerja. Pilihan sikap anggota DPR RI dari Demokrat adalah Walk Out menolak pengesahan yang seperti terburu buru untuk segera disahkan menjadi UU.
Bagi buruh dan, sangat terang benderang bahwa partai pendukung pemerintah, PDIP, Gerindra, PPP, Golkar, NasDem, PAN telah mengkhianati aspirasi rakyat dari buruh. Kami tidak percaya lagi berpihak kepada buruh yang merupakan bagian dari rakyat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H