Mohon tunggu...
Ahmad Muzakki Jamain
Ahmad Muzakki Jamain Mohon Tunggu... Wiraswasta - Selalu Ada Kebaikan dalam Setiap Moment

Kejernihan berfikir seperti mata air pengunungan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kebijakan Ekonomi Mesti Berkeadilan Bukan Kapitalistik Neoliberalitik

12 Desember 2019   16:53 Diperbarui: 12 Desember 2019   17:11 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


Ada kebahagiaan saat mendengarkan pidato yang disampaikan oleh Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pidato refleksi akhir tahun "Indonesia 2020 Peluang, Tantangan dan Harapan" yang berdempat di JCC, 11 Desember 2019.

Ada yang mesti menjadi perhatian setiap orang. Terutama para pengambil kebijakan ekonomi terkait hal substansi pengelolaan APBN.

Gelombang kenaikan harga dan juga menurunkannya daya beli masyarakat telah terasa. Sebagai ujian bagi kita bersama dibawah kepemimpinan Presiden Ir. Joko Widodo. 

Penulis pernah berbincang dengan beberapa teman pedagang yang masih optimis dan juga pesimis. Terkait kelesuan ekonomi dan juga bagaimana suasana sekarang dalam bidang politik, sosial dan ekonomi. Sebab bagi pedagang turun naik penjualan adalah hal yang biasa.

Tidak bisa dihilangkan bahwa ekonomi kita sedang tidak baik. Ada kontraksi atau guncangan, baik dari dalam, maupun dari luar negeri. 

Secara sederhana untuk melihat geliat ekonomi. Maka lihatlah para pedagang pasar tanah abang, dan beberapa pedagang pasar induk lainnya. Disana kita akan mengetahui bagaimana denyut ekonomi dan transaksi yang bergerak di Indonesia.

Ini pasar riil yang berhubungan dengan konsumsi masyarakat. Ada memang penurunan ekonomi, Bank Dunia memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh di bawah 5%. Hal ini tentu bukan kabar baik.

Indonesia pernah lulus ujian tahun 2008 menghadapi krisis keuangan global. Dan juga pernah jatuh dalam dalam resesi ekonomi pada tahun 1998. Hal ini menjadi pelajaran bagi Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan untuk mampu tetap berdiri dan tidak ikut rebah.

Sebab, bila rebah, maka tragedi kekacauan politik akan berulang. Hal ini tentu kita tidak ingin seperti negara Amerika latin, dan beberapa negara di Afrika.

Ada rambu rambu yang tidak boleh dilanggar terkait kebijakan ekonomi. Supaya tidak terjerumus dalam pola pikir dan kebijakan yang bercirikan kapitalistik dan neo-liberalistik dalam pembangunan ekonomi.

Ungkapan "kapitalistik dan neo- liberalistik" ini memaksa saya untuk kembali membaca berbagai kebijakan ekonomi 5 tahun terakhir dan juga apa yang akan menjadi kebijakan pemerintahan Presiden RI sekarang yakni Ir. Joko Widodo.

Tantangan ekonomi saat ini semestinya tidak hanya bertumpu pada percepatan pembangunan infrastruktur. Khusus pada jalan tol semata. Hal ini hanya mampu menggerakkan satu sektor ekonomi semata.

Bagaimana dengan kemiskinan? dalam lima tahun hanya mampu turun 1%. Tentu ada yang kurang untuk mengurangi kemiskinan lewat kebijakan ekonomi yang kurang pro rakyat. 

Sebab kebijakan ekonomi berkeadilan, mampu memberikan ruang untuk tumbuh dan berkembang bagi ekonomi sektor riil dan ekonomi kelas bawah untuk mengurangi kesenjangan. Baik kesenjangan pendapatan karena tidak terbukanya lapangan pekerjaan. Maupun kesenjangan mendapatkan peluang kerja yang berasal dari investasi langsung dari luar. 

Ekonomi Indonesia adalah ekonomi yang diinspirasi oleh semangat dan nilai-nilai Pancasila. Yang berharap lewat kebijakan pemerintah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tanpa keadilan pertumbuhan ekonomi akan dinikmati oleh kalangan elit dan yang dekat dengan lingkaran kekuasaan semata.

Sedangkan masyarakat yang mengandalkan tenaga, apalagi masyarakat yang diuji dengan kemiskinan, butuh kebijakan ekonomi lewat anggaran APBN yang mampu mengurangi beban hidup.

Tentu hal ini terkait tentang hajat hidup masyarakat yang paling pokok. Penulis masih ingat kasus 20.000 ton beras Bulog dan menyusul 500 ribu ton beras di Tanjungpinang. 

Tentu ini adalah pukulan telak, bahwa ada beras yang semestinya telah sampai di periuk masyarakat yang sepantasnya. Namun, karena tidak peka terhadap persoalan susah mendapatkan pekerjaan dan pendapatan. Maka ini menjadi mubazir. Dan nyata ini menyakitkan hati dan akan menambah pesimis melihat suramnya ekonomi Indonesia.

Apakah harus pesimistik? Tentu tidak, SBY selaku Presiden RIke-6 mengajak kita untuk tetap optimis. Mengajak seluruh komponen bangsa untuk berbuat dan bekerjasama bahu membahu. 

Dan tentu mensukseskan Pemerintahan Presiden Ir. Joko Widodo. Dengan prinsip yang baik dipertahankan, dan yang kurang baik diperbaiki. PRinsip bijak untuk bagaimana persatuan Indonesia dan kebijakan ekonomi Indonesia tetap dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia dengan keadilan dan pemerataan kesejahteraan.

Terima kasih Pak SBY, bahwa Indonesia mesti tumbuh bersama dengan keadilan, optimis dalam kerangka persatuan Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun