Mohon tunggu...
Ahmad Muzakki Jamain
Ahmad Muzakki Jamain Mohon Tunggu... Wiraswasta - Selalu Ada Kebaikan dalam Setiap Moment

Kejernihan berfikir seperti mata air pengunungan.

Selanjutnya

Tutup

Money

Harga Buah Sawit Jatuh di Pesisir Selatan

22 November 2018   19:10 Diperbarui: 22 November 2018   19:24 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bibit Sawit Petani. Sumber Dok. Pribadi

Eko Tampati Tmt dalam status FBnya menulis 

"Petani sawit selalu jadi korban pesta demokrasi (pileg dan pilkada). Janji seorang pemimpin yang dulu, hanya sebuah suara yang keluar dari mulut. Wajar jika masyarakat. Berfkir siapa pun jadi pemimpin di negeri ini hidup kita akan tetap seperti ini, bahasanya orang Minang.

"Siapo pun nan ka jadi bupati iduik awak ka cando iko jo nyo". Hilang nya kepercayaan masyarakat. Kepada pemimpin disebabkannya janji seorang pemimpin yang tidak di tepati.Jadi siapa pun yang mengikuti pesta demokrasi jangan terlalu banyak mengumbar janji kepada masyarakat.

"ukua tagak jo bayang-bayang, jan gadang lo ota dari pado badan". Pesan dari bapak itu 'jagan pilih caleg yang terlalu banyak mengumbar janji, karna janjinya hanya sebatas mencari suara"

#diskusi malam bersama petani sawit
#jeritan petani sawit
#korban pesta demokrasi
#pesisirselatan
#Rp.450,00/kg

Persoalan harga buah sawit dan industri pendukung pengolahan CPO, kemudian menjadi minyak goreng yang digunakan oleh ibu-ibu adalah persoalan ekonomi sektor riil. Ekonomi masyarakat berprofesi sebagai petani. Kawasan pesisir selatan beberapa dekade berkembang dengan penanaman sawit secara massif.

Sawit menjadi tumpuan kesejahteraan bagi petani. Anton salah satu mahasiswa UBH dapat menikmati pendidikan perguruan tinggi dari hasil perkebunan sawit. Termasuk juga banyak dari mahasiswa dari Pasaman dan Pasaman Barat, Dharmasraya dan Kab. Sijunjung. 

Kebijakan pemanfaan B20 (Biodisel) 20% dari minyak nabati. Belum sampai pada tingkat petani mandiri. Bila ditelusur harga Tandan Buah Segar (TBS) ditingkat petani bergantung banyak faktor.

Pertama, faktor kualitas randemen sawit. Pada tingkatan petani randemen sawit tergolong rendah dan cendrung tidak merata. Pengelolaan standar perusahaan yang memegang HGU dan memiliki SDM tinggi tidak menular kepada masyarakat petani sawit mandiri. 

Kedua, faktor tata niaga sawit. Jamak ditemui petani bergantung kepada tata niaga toke. Petani sawit tidak memiliki kemampuan untuk mengorganisis dalam Koperasi dan menjadi kuat secara bersama. Pembinaan Koperasi yang menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah sampai Pusat belum menyentuh akar persoalan ditingkat petani. 

Ketiga, faktor kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah pada dasarnya memiliki kemampuan untuk melakukan perbaikan tata kelola pertanian sawit dan juga tata niaga sawit. Cakupan ini berupa terdapatnya Dinas tanaman pangan, Dinas Industri dan Dinas Koperasi dan UKM. Semuanya berpulang kepada Bupati sebagai ambasador masyarakat.

Keempat, faktor skema pembiyaan kebun sawit. Mengajukan pinjaman terhadap perbankan untuk membuka lahan sawit mesti ditempuh oleh masyarakat untuk dapat membuka lahan lebih luas. Termasuk terkadang mesti menanam sawit di perbukitan bukit barisan. Maka apabila harga menyentuh harga TBS di bawah 800 rupiah/kg. Maka akan muncul kredit macet dan hutang yang menumpuk. Pilihan lain adalah penarikan jaminan berupa ladang sawit masyarakat.

Bagaimana hubungan harga TBS rendah dengan moment Pilpres dan Pileg 2019. Moment ini adalah moment untuk mengumbar janji. Membaca pemberitaan media massa online dan penilaian dari beberapa pengamat dan pakar. Isu ekonomi tidak menyentuh persoalan mendasar ditingkat masyarakat petani.

"Sangat disayangkan memang bahwa isu emosional lebih ditonjolkan. Masing-masing calon presiden (capres) dan tim sukses (timses) hanya buang-buang waktu dan energi dengan berbagai pernyataan tidak bermutu," ungkap Syamsuddin pakar politik sekaligus peneliti senior dari LIPI. 

Lebih lanjut Syamsuddin menerangkan bawah isu ekonomi sebagai antipati pemilih "Saya kira malah sebaliknya. Melahirkan semacam antipati pemilih. Pemilih justru menjadi apatis. Saya menilai pemilih enggak suka dengan isu-isu recehan itu,"

Dan harga TBS turun setiap moment Pilpres dan Pileg serta janji waktu Pilkada telah menjadi budaya para politis dan partai yang memang tidak memiliki konsep jelas dan langkah terukur untuk menjadikan petani sejahtera dengan pilihan profesi yang memanfaatkan yang ada.

"Petani pada dasarnya dijadikan korban dalam sebuah kebijakan pemerintah dan pengusaha yang melakukan incest politik". Ungkap seorang sahabat penggiat pemberdayaan masyarakat berbasis pertanian organik di Nagari Sawah Tangah, Kecamatan Simabur, Kab. Tanah Datar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun