REKAM JEJAK ASAL-USUL GUS MIFTAH
Saya rasa pembaca tidak asing dengan nama yang terdapt di judul. Bahkan mungkin alasan teman-teman membaca berita ini adalah karena nama tersebut. Nama yang viral beberapa hari belakangan ini lantaran ulahnya yang memaki seorang penjual minuman. Kali ini penulis tidak akan mengulik kejadian tersebut dari perspektif agama, moral, sosial dan sejenisnya.
Dibandingkan melihat dari berbagai perspektif tersebut, penulis justru penasaran, siapakah sebenarnya seorang yang dipanggil “Gus” Miftah ini?
Maka berangkat dari rasa penasaran iniah, penulis mencoba mencari banyak informasi di internet yang memuat namanya. Dan tulisan ini bisa dikatakan sebagai rangkuman mengenai informasi di internet yang memuat “Gus” Miftah. Langsung saja….
Dilansir dari Wikipedia, beliau memiliki nama asli Miftah Maulana Habiburrohman, lahir 5 Agustus 1981 (sekarang berumur 43 tahun) Adiluhur, Jambung, Lampung timur. Ia merupakan seorang mubalig dan pimpinan Pondok Pesantren Ora Aji di Sleman. Mengenai Pesantren Ora Aji ini sendiri bisa kita temukan di google maps, bertempat di Jl. Werkudara, Tundan, Purwomartani, Kec. Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pesantren ini mulai berdiri sejak tahun 2011 yang lalu dengan bangunan yang masih sederhana. Baru pada tahun 2015, Gus Miftah mulai mendirikan masjid dan asrama dan kegiatan tinggal di pondok mulai dapat dilaksanakan (Sumber: lampung.suara.com).
Nah, yang kemudian menjadi perbincangan hangat di kalangan netizen adalah mengenai gelar “Gus” yang dimilikinya. Sebelumnya perlu diketahui, bahwa secara umum mereka yang dipanggil “Gus” adalah karena tiga hal, Nasab (dalam hal ini keturunan kyai), ilmu (penghormatan terhadap orang yang berilmu dan memiliki karakter-karakter yang baik) dan pernikahan.
Setelah mengulik beragam informasi, ditemukan fakta bahwa “Gus” Miftah bukanlah seorang anak kyai. Bahkan nama Miftah Maulana Habiburrohman sendiri diberikan oleh Gus Dur. Ini berdasarkan pernyataan langsung (data primer) dari ayahnya, yang ditemui pada tahun 2021 lalu, di rumahnya di Lampung.
- "Mifta'in Anam itu ya Gus Miftah, anak ketiga kami dari lima bersaudara, setelah menimba ilmu di Jawa diberi nama sama Gus Dur, Miftah Maulana Habiburrahman," ungkap Muhrodi (Sumber: https://lampung.suara.com/read/2021/10/08/072000/gus-miftah-disebut-lupakan-orang-tua-di-lampung-ini-kata-sang-ayah#goog_rewarded).
Atau mari kita lihat keterangan dari sang adik, Miftahul Khoeron sebagai berikut:
- "Kami Lima bersaudara, satu meninggal, dan tersisa empat orang, dari empat orang dari kami, hanya “Gus” Miftah yang sukses, dan lainnya, kami hidup pas-pasan, begitu juga dengan ibu dan ayah kami, Murodi dan dan Sri Munah, itu bukan “Gus” Miftah yang menghampiri ibu kami, tapi ibu kami yang datang pada saat acara vaksinasi di Pesantren Bustanul Umlum di Lampung Tengah, 30 Agustus lalu,” Kata sang adik Miftahul khoeron. (Sumber: https://www.insulteng.id/nasional/pr-4162970618/Adik-Kandung-di-Lampung-Ungkapkan-Fakta-Soal-GUS-Miftah?page=2).
Berdasarkan keterangan langsung sang ayah, ditariklah sebuah interpretasi bahwa “Gus” Miftah sebenarnya bukan seorang yang dipanggil “Gus” berdasarkan garis keturunan atau nasab. Yang kemudian didukung pernyataan sang adik bahwa “Gus” Miftah berasal dari keluarga yang menengah.
Ini kemudian diperkuat dengan sumber sekunder yakni komentar netizen yang berseliweran bahwasanya nama asli “Gus” Miftah ialah Ta’im. Salah satunya bisa kita lihat di akun dengan username @DadanSudjana3 (sumber: https://x.com/DadanSudjana3/status/1863969363243810992), yang mentwit dengan caption:
- “Miftah asli namanya Ta'im, bukan Gus, Ayahnya orang lampung kerja serabutan. Ta'im dulu Marbot di Masjid Mergangsan Jogja saat kuliah & gak lulus. Dulu gak ada perempuan mau. Pernah ikut Partai gagal. Baru sukses setelah dibantu Amin Rais, lalu berubah jd Gus Miftah spy terkenal.”
Selanjutnya bisa kita lihat dengan beberapa balasan dibawahnya sebagai berikut:
- “Sy jg dengar cerita yg sama dari teman kuliahnya. Pak Amien lah yg menolong dia pertama kali. Soal nama, waktu kuliah sudah pakai nama yg sekarang. 2012 sy bertamu ke rumah si gus ini masih sopan. Bbrp thn kemudian stlh terkenal, kaya, dekat dg artis & pejabat, mulai songong”, @seraturasa;
- “ada temen ibuku yg temannya gus miftah pas kuliah. kl gasalah kuliahnya di u*n s*n*n k jogja jurusannya bahasa arab”, @pinguindanikan;
Di twit yang lain, ada seorang dengan username @Adit_Yapramudya, menyebut bahwa:
- “Sdh klarifikasi blm? Dia aslinya namanya Ta’im bkn Gus Miftah. Dia bkn anak kiai, tp anak pekerja serabutan dr Lampung. Klarifikasi gak kalau dia dulu kuliah di UIN Sunan Kalijogo Jogja gak lulus. Dulu Marbot di Masjid Mergangsan Kidul dibantu bnyk warga krn hidup susah”; (sumber: https://x.com/Adit_yapramudya/status/1843127162892874119)
Berhubungan dengan twit tersebut, maka penjelasan berikutnya mengenai background pendidikan “Gus” Miftah. Inilah yang kemudian menimbulkan kerumitan tersendiri bagi penulis dalam pencariannya. Jika kita mencari secara umum di internet, maka akan ditemukan bahwa beliau pernah berkuliah di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, tetapi tidak selesai. Ia kemudian meraih gelar Sarjana Pendidikan program studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam Universitas Islam Sultan Agung di Semarang pada 2023.
Setelah melakukan di situs PPDIKTI, sebuah situs untuk mengecek status mahasiswa, dosen dan Universitas di Indonesia. Penulis menemukanl 4 informasi mahasiswa atas nama Miftah Maulana Habiburrohman, dengan keterangan yang berbeda-beda, untuk spesifikasinya dapat dilihat langsung pada gambar dibawah:
Berdasarkan ketiga gambar diatas (gambar yang memuat informasi terakhir karena dianggp tidak relevan). Jika berusaha dihubungkan dengan penjelasan mengenai background pendidikan “Gus” Miftah, maka yang paling sesuai ialah gambar yang pertama. Dimana “Gus” Miftah masuk ke Universitas Islam Sultan Agung pada tanggal 2 September 2021 dengan status “pindahan.” Lalu dinyatakan lulus pada tahun 2023.
Lebih lanjut, penulis coba melakukan pencarian dengan keyword Mifta’in Anam, nama asli “Gus” Miftah beerdasarkan pernyataan ayahnya. Namun penulis tidak menemukan sama sekali atas nama tersebut. Yang ditemukan hanya hasil dari nama-nama serupa seperti Miftaul Rochmah, Mifta’ul Umami, dsb.
Lalu bagaimana dengan informasi yang beredar saat ini di internet, terutama di twitter mengenai beliau pernah kuliah di UIN Sunan Kalijaga tetapi tidak lulus? Untuk saat ini tidak ada bukti yang bisa mendukung informasi tersebut. Namun status tersebut bisa saja berubah, seandainya ada saksi hidup, bukti tertulis atau bahkan dokumentasi yang bisa membuktikan kredibilitas informasi tersebut.
Lalu bagaimana jejak “Gus” Miftah di dunia dakwah?
Penulis mencoba mencari informasi guna menjawab pertanyaan ini. Dan akhirnya ditemukan bahwa sebenarnya “Gus” Miftah mulai berdakwah sejak tahun 2000-an. Namun pernyataan ini tidak didukung oleh dokumentasi. Sebab setelah melakukan pencarian, video dakwah “Gus” Miftah yang terlama merupakan video yang diupload 10 tahun lalu, artinya sekitar 2014.
Selain video diatas, kita juga bisa menemukan video serupa, yang berisi dakwah “Gus” Miftah di berbagai platform media sosial.
Selain menjadi penceramah, “Gus” Miftah seringkali diundang ke sebuah acara untuk dimintai pendapatnya atas suatu masalah dari perspektif agama islam. Salah satunya ketika beliau diundang ke acara youtube Deddy Corbuzier yang berjudul “Debat Kusir 2.0”, pada acara tersebut “Gus” Miftah dimintai pendapat terkait masalah “serangan” dari netizen kepad dua comedian, yaitu Coki Pardede dan Tretan Muslim (untuk lebih jelasnya simak video di link berikut https://www.youtube.com/watch?v=vbzE2C-y8wg).
Berbicara terkait metode berdakwah “Gus” Miftah, memang beliau terkenal santai dan kerap menyelipkan guyonan dalam candaannya. Tak jarang pula digunakan analogi yang mempermudah pendengarnya menangkap apa yang beliau sampaikan. Gaya berdakwah macam inilah yang kemudian membuat “Gus” Miftah disukai oleh berbagai kalangan terutama anak muda. sifatnya yang ringan, relevan, dan tidak menghakimi. Dalam kehidupan yang penuh dengan tekanan, banyak orang mencari cara untuk mendekatkan diri kepada agama tanpa merasa diberatkan atau tertekan oleh penyampaian yang terlalu formal. Pendekatan seperti ini menciptakan hubungan emosional yang lebih kuat antara penceramah dan pendengar.
Pendekatan santai membuat suasana menjadi lebih cair. Orang-orang tidak merasa diajari dengan nada yang terkesan “sok, melainkan diajak berdialog dalam nuansa yang lebih bersahabat. Dengan suasana seperti ini, jamaah merasa lebih nyaman untuk mendengarkan, bahkan menyampaikan pendapat atau pertanyaan yang mungkin tidak berani mereka lontarkan dalam suasana formal.
Humor, di sisi lain, memainkan peran penting dalam menyegarkan suasana dan memecah kebekuan. Humor juga memiliki cara unik untuk menyampaikan pesan serius tanpa terasa menggurui. Ketika sebuah lelucon mengandung hikmah, pesan tersebut lebih mudah melekat di hati pendengar. Gus Miftah, misalnya, sering menggunakan humor sebagai alat untuk menyampaikan nilai-nilai agama yang sebenarnya sangat mendalam, tetapi disampaikan dengan cara yang membuat pendengar tertawa sekaligus merenung.
Menggunakan analogi adalah seni tersendiri dalam dakwah. Analogi yang relevan dengan kehidupan sehari-hari memudahkan pendengar untuk memahami konsep-konsep agama yang kompleks. Ketika sebuah ajaran disampaikan melalui cerita atau perbandingan yang akrab, jamaah lebih mudah memvisualisasikannya dalam kehidupan pendengarnya.
Namun, meskipun begitu apa yang dilakukan oleh “Gus” Miftah beberapa hari lalu jelaslah sangat tidak sopan nan bermoral. Bagaimana kemudian beliau mengatakan seseorang dengan kata-kata yag tidak pantas bukanlah sesuatu yang boleh dilakukan, terutama untuk mereka yang sering berbicara tentang nilai dan moral (pendakwah/penceramah).
Itulah kenapa, saat ini “Gus” Miftah banyak menerima hujatan sebagai bentuk sanksi sosial dari masyarakat yang geram, marah, dan kecewa dengan sikapnya. Bagaimana tidak? Orang yang menjadi sasaran kata-kata tidak terpuji tersebut adalah seorang yang sudah tua, apalagi saat itu keberadaannya di acara “Gus” Miftah untuk berdagang dalam rangka memenuhi tugasnya sebagai tulang punggung keluarga.
Dan seperti yang bisa kita lihat beberapa hari belakangan, banyak, konten dalam bentuk video ataupun sekedar foto dengan caption yang berseliweran di sosmed sebagai bentuk tanggapan atas perilaku tak sopan “Gus” Miftah. Bahkan banyak tulisan yang berusaha menganalisis perilaku “Gus” Miftah tersebut dari berbagai perspektif, mulai dari aspek budaya, sosial, pendidikan bahkan agama.
Penulis berharap ini bisa dijadikan pembelajaran bagi kita semua, bahwa jangan sampai karena kita “sedikit” berilmu, kita sudah merasa lebih tinggi dari orang lain. Padahal dalam perspektif agama, semuanya sama di mata tuhan. Yang membedakan adalah amal dan iman.
Jangan sampai, hanya karena kita “sedikit” berilmu, kita melupakan nilai-nilai budaya Indonesia yang menekankan pentignya menghormati dan menghargai sesama.
Jangan sampai, hanya karena kita “sedikit” berilmu, kita merendahkan mereka yang kita anggap tidak berilmu. Padahal sejatinya, ketika seseorang semakin banyak belajar ia akan semakin menyadari betapa masih dangkalnya ilmu yang ia miliki.
Dan jangan sampai, hanya karena kita “sedikit” berilmu, kita tidak mempedulikan mereka yang ada di sekitar kita. Jangan sampai kita menyesal atas apa yang menimpa kita, padahal kita sendiri pernah melakukan hal serupa di masa lalu (hukum karma).
Sekian, Terimakasih.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI