“Semakin marak Korupsinya, kalao OTT ditiadakan. 😅😅😅”;
Dan masih banyak lagi komentar senada di berbagai video serupa. Komentar ini tentu mencerminkan kekhawatiran dan kekecewaan rakyat Indonesia.
Bagaimana tidak? OTT yang kita ketahui secara umum merupakan salah satu taring sekaligus cakar bagi KPK dalam melawan korupsi di negeri ini. Sebab OTT memungkinkan KPK untuk menangkap pelaku tindak pidana korupsi secara langsung ketika sedang melakukan transaksi atau tindakan yang dicurigai sebagai korupsi. Dihapusnya OTT sama saja menghilangkan cakar dan taring milik KPK. Dan dari perspektif masyarakat, rencana penghapusan OTT oleh para politikus ini bertujuan untuk menyelematkan dirinya dan rekannya jika besok lusa ketahuan melakukan korupsi. Mencegah lebih baik daripada mengobati, mungkin itu yang ada di pikiran mereka.
inilah yang kemudian menimbulkan sebuah pertanyaan di benak penulis. Apakah KPK sebagai salah satu warisan reformasi dalam melawan korupsi di negeri ini telah dimonopoli oleh para eksekutif? Bukankah seharusnya independensi KPK tetap terjaga, sebab KPK juga sekaligus symbol bagi masyarakat yang mengharapkan penegakan hukum yang merata?. Dan pada kesempatan kali ini, sehubungan dengan judul diatas, penulis akan mencoba melakukan analisis sederhana terkait KPK. Dimulai dari rencana dan waktu diresmikannya KPK, bagaimana KPK berubah menjadi pemburu dalam agenda perburuan terhadap koruptor, dinamikanya, serta yang paling penting, bagaimana usaha para aktor politik melemahkan KPK saat ini.
Sebenarnya, jika kita bicara ide tentang pemberantasan korupsi, itu sudah ada beberapa tahun sebelum era 2000-an, bahkan sebelum KPK dibentuk, yang tertuang dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Seiring berjalannya waktu, perkembangan ide itu semakin kuat dan ingin diwujudkan dalam bentuk sebuah lembaga, lembaga yang independent dan mempunyai wewenang sendiri. Karena itu, dimulai lah penyusunan draft rancangan undang-undang tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi, yang kemudian menjadi dasar pembentukan KPK. Namun dalam perjalanan pengesahannya, tak dapat dipungkiri jelas ada pertarungan kekuasaan, sebab bagi beberapa pihak RUU ini dianggap ancaman karena memberikan kewenangan yang telalu superior pada KPK. Untungnya pertarungan ini bisa diselesaikan baik-baik, sebab pada akhirnya ada kesepahaman, bahwa tindak pidana korupsi di negeri ini sudah sangat luat biasa, karena itu perlu upaya yang sangat luar biasa sekaligus pemberian wewenang yang luar biasa pada lembaga yang luar biasa pula.
Dan akhirnya, pada 27 Desember 2002, DPR mengesahkan UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi. Pengesahan UU ini membawa angin segar sekaligus secercah harapan dalam rangka menghabisi korupsi di Indonesia. UU ini jugalah yang kemudian menjadi dasar pembentukan sebuah lembaga yang hari ini kita kenal dengan nama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK sendiri secara resmi dibentuk pada 29 Desember 2003, dengan Taufiequrachman Ruki sebagai ketuanya.
Bagaimana kemudian KPK menjelma bagai harimau dalam memburu para koruptor? Untuk menjawab ini perlu diketahui lebih dulu terkait visi, misi, tugas dan kewenangan yang dimiliki KPK.
KPK memiliki visi “mewujudkan Indonesia yang bebas korupsi”, serta misi “penggerak perubahan untuk mewujudkan bangsa yang antikorupsi”. Dan terkait tugas KPK, itu telah diatur dalam UU terkait, dengan rincian tugas sebagai berikut:
- Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
- Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
- Melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
- Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
- Melakukan monitor terhadap penyelengaraan pemerintahan negara.
Dan dalam melaksanakan tugasnya tersebut, KPK memiliki wewenang untuk:
- Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi.
- Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi.
- Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi terkait.
- Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan
- Meminta pelaporan instansi terkait pencegahan tindak pidana korupsi. (untuk lnformasi lebih lanjut terkait mekanisme pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, bisa langsung baca UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi).
Dengan tugas dan wewenang yang luar biasa—sebagaimana yang disebutkan, KPK jelas sangat superior, ia bak sekelompok pleton elit yang mempunyai senjata dan amunisi yang lengkap.
Bagaimana tidak? Dengan tugasnya untuk menyelidik, menyidik dan menuntut dan masih banyak lagi dalam kasus korupsi, memungkinkan KPK melewati batas-batas yang sebelumnya ada dalam ranah penegakan hukum terkait kasus korupsi. Contohnya jika kita melihat Pasal 12 ayat (1) huruf a, disebutkan bahwa KPK berwenang untuk melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan pada orang-orang yang dicurigai melakukan korupsi.