Selain konsep menang-kalah, pemilu juga merupakan tempat dimana terkadang narasi dan persepsi lebih efektif untuk menaikkan elektabilitas, dibandingkan fakta di lapangan seperti kerja nyata dari para paslon. Dan disinilah peran fitnah, dengan kemampuannya membentuk persepsi negatif, fitnah menjadi alat yang efektif untuk memengaruhi suara masyarakat. Contoh diatas memberi kita penjelasan bahwa alasan penggunaan fitnah politik itu bergantung pada situasinya, dan sehubungan dengan contoh diatas fitnah digunakan sebagai salah satu cara untuk memastikan kemenangan, karena memang dalam beberapa situasi fitnah (hoax) jauh lebih efektif dibandingkan fakta.
Setelah mengetahui alasan penggunaan fitnah dalam konteks politik, pertanyaan yang terlintas berikutnya mungkin terkait jenis-jenis fitnah dalam konteks politik. Dan terkait pembagian jenis-jenis fitnah dalam konteks politik ini diklasifikasikan menjadi beberapa kategori, berikut penjelasannya:
Pertama, fitnah berdasarkan konten atau subtansinya. Fitnah jenis ini berfokus pada subtansi dan juga narasi. Biasanya berbentuk tuduhan moral atau skandal pribadi, dimana mereka menyerang pribadi secara personal dengan membawa konteks diluar politik. Seringkali pula para pelaku fitnah ini memanfaatkan pluralisme bangsa kita, dan membawa isu agama dan etnis dalam menyerang lawannya. Contohnya fitnah bahwa lawannya berselingkuh atau memiliki gaya hidup yang tak pantas sebagai calon pemimpin. Atau contoh lainnya menuduh lawannya tersebut menghina agama atau etnis tertentu, boom anda pasti sudah tahu hasilnya seperti apa.
Kedua, fitnah berdasarkan targetnya. Fitnah juga dapat diklasifikasin berdasarkan siapa yang menjadi sasarannya. Dalam beberapa situasi, tidak semua fitnah menyerang seorang individu secara langsung (personal), kadang kala fitnah juga menargetkan lembaga atau partai politik tertentu. Tentu saja tujuannya untuk menurunkan kredibilitas dan integritasnya agar kepercayaan masyarakat terhadap institusi dan partai tersebut menurun. Namun, tak jarang juga, fitnah menyerang kelompok masyarakat tertentu berdasarkan identitas mereka, seperti agama, etnis, atau kelas sosial. Para pelaku fitnah ini terkadang membuat narasi seolah-olah ada kelompok masyarakat tertentu yang mempunyai kepentingan yang bisa membahayakan skala nasional. Tujuannya? Tentu saja memecah belah kelompok masyarakat sekaligus meningkatkan dukungan dari kelompok masyarakat lainnya.
Ketiga, fitnah berdasarkan media penyebarannya. Tak dapat dipungkiri, bahwa salah satu hal penting yang perlu diperhatikan saat membuat fitnah adalah, seberapa efektif nya fitnah tersebut? Karena itu perlu dibuat strategi terkait penentuan efektivitas dan jangkauannya. Jika kita melihat beberapa dekade kebelakang, fitnah menyebar melalui media tradisional seperti surat kabar, televisi, radio, atau media cetak lainnya. Namun dengan pesatnya perkembangan teknologi, fitnah sekarang bisa dilakukan melalui platform media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, atau WhatsApp. Yang menjadi muatan fitnah kategori ini adalah hoax dalam bentuk editan foto atau video tentang lawan politik yang dapat menyesatkan masyarakat. Namun terkadang, masih ada beberapa aktor politik yang melakukan fitnah secara lisan. Dimana mereka menyebarkan fitnah melalui percakapan langsung, seperti dalam pidato kampanye, wawancara, atau diskusi. Para aktor politik ini terkadang secara terang-terangan menuduh lawannya melakukan pelanggaran tertentu tanpa bukti.
Keempat, fitnah berdasarkan tujuannya. Dalam perkembangannya, fitnah tidak hanya digunakan untuk merusak reputasi atau kredibilitas lawan. Namun terkadang ia juga dibuat sebagai pengalih perhatian, dengan tujuan mengalihkan perhatian publik dari isu atau skandal yang dinilai merugikan pihak tertentu. Dan terkadang juga fitnah digunakan untuk meningkatkan citra pelaku dengan cara mendiskreditkan pihak lain. Seperti mengarang cerita bahwa dia mengetahui bahwa dia pernah dijelek-jelekkan oleh pihak lain untuk mendapatkan simpati masyarakat.
Dan yang terakhir, fitnah berdasarkan metode penyebarannya. Seperti yang sudah disebutkan diatas, bahwa terkadang fitnah secara terang-terangan oleh pelaku kepada lawannya. Namun kadang kala juga, penyebar-luasan fitnah ini melalui pihak ketiga, seperti buzzer, influencer, selebgram atau tiktoker. Untuk memberi kesan seakan-akan fitnah datang dari perspektif masyarakat yang sudah menurun kepercayaannya terhadap lawannya. Kadang kala juga, ada fitnah yang disusun secara sistematis, biasanya disampaikan melalui kampanye, dengan tujuan menciptakan narasi yang berulang sehingga diterima sebagai fakta oleh masyarakat.
Itu tadi pengklasifikasian fitnah beserta beberapa contoh yang mungkin sudah kita lihat di pemilu kemarin, atau mungkin sedang kita saksikan secara nyata di suasana pilkada beberapa minggu belakangan ini. Dan tentu, muara akhir dari fitnah adalah jatuhnya kredibilitas serta image milik lawan, itulah yang kemudian menjadi indicator apakah sebuah fitnah dikatakan berhasil atau tidak. Itu juga lah yang menjadi alasan mengapa perlu strategi dalam membuat dan menyebarkan fitnah, seperti yang sudah dijelaskan diatas terkait klasifikasi fitnah. Fitnah yang dibuat tentunya harus menyesuaikan dengan keinginan dan kepentingan aktor politik, dengan begitu maka dampak dan efektivitasnya akan sesuai dengan yang diharapkan. Berbicara terkait dampak dan efektivitas fitnah, maka ia juga terbagi ke dalam beberapa aspek, yaitu:
- Mengubah pandangan public. Dengan menyebarkan fitnah, meskipun masyarakat tidak sepenuhnya percaya, namun adanya narasi negatif kepada lawan dapat menimbulkan keraguan di mata masyarakat. Hal ini cukup untuk mengalihkan suara dari korban fitnah ke kandidat lain. Selain itu, fitnah yang secara terus-menerus disebarkan, sekalipun dasarnya adalah kebohongan dan manipulasi, fitnah tersebut akan dianggap sebagai fakta oleh masyarakat.
- Menurunkan elektabilitas korban. Seperti yang sudah disebutkan diatas, fitnah dapat mengubah pandangan public terhadap lawan politik, dan dalam banyak kasus, fitnah terbukti efektif merusak basis dukungan korban, terutama di kalangan pemilih ragu-ragu (swing voters).
- Membuat pelaku bak superhero. Fitnah yang menyerang lawan secara tidak langsung dapat menguatkan citra positif pelaku di mata kelompok tertentu. Ia akan sebagai “pahlawan yang membela nilai-nilai tertentu”, sehingga memperoleh simpati dan dukungan suara yang lebih dari kelompok yang menganut nilai-nilai tersebut.
- Menghancurkan karakter korban secara permanen. Dalam beberapa kasus, fitnah dapat meninggalkan stigma jangka panjang pada korban, bahkan setelah fitnah tersebut dibuktikan ketidakbenarannya. Ini dikarenakan dalam politik, persepsi publik sering kali lebih penting daripada fakta. Akibatnya, korban fitnah mungkin sulit memulihkan reputasi mereka sepenuhnya.
Setelah membaca uraian yang panjang tersebut, maka tibalah di bagian kesimpulan. Memang benar bahwa fitnah merupakan salah satu senjata mematikan dalam pertandingan antar aktor politik. Sebab tak hanya mampu mengubah pandangan public, fitnah juga mampu merubah status pelaku di masyarakat menjadi “seorang pahlawan yang membela masyarakat”, serta mengenai Tom Lembong, penulis berharap beliau bisa mendapat keadilan yang sebenarnya. Sekian terimakasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H