“kriminalisasi + politisasi”;
Dan masih banyak lagi komentar dengan nada serupa yang dapat kita temui di berbagai video yang membahas terkait sidang praperadilan Tom Lembong. Lebih lanjut, jika kita baca dengan seksama komentar-komentar tersebut, maka bisa kita tarik beberapa penjelasan berdasarkan kacamata empiris, yaitu:
- Masyarakat berpikir bahwa kasus Tom Lembong merupakan bentuk ketidakadilan hukum;
- Masyarakat melihat bahwa kasus Tom Lembong merupakan upaya kriminalisasi dan politisasi hukum;
- Masyarakat menganggap bahwa orang yang berbeda pandangan secara politik akan didiskriminasi menggunakan hukum.
Inilah yang kemudian sangat menarik perhatian penulis. Melalui komentar yang beragam tersebut, meski berbeda dalam penggunaan diksi, namun memiliki satu pemahaman yang sama, bahwa kasus terkait dugaan korupsi yang sedang dialami Tom Lembong merupakan “fitnah” dari lawan politiknya.
Interpretasi inilah yang kemudian mendasari penulis untuk membuat penjelasan sederhana terkait fitnah sebagai salah satu senjata mematikan bagi aktor politik untuk menjatuhkan karakter dan menghancurkan integritas lawan. Penulis tidak akan membahas lebih jauh dan mendalam terkait kasus Tom Lembong, sebab masih terlalu dini untuk membuat analisis yang kredibel, dikarenakan tahap praperadilan sendiri belum berakhir. Sebagai gantinya, penulis akan mencoba memberikan penjelasan sederhana terkait fitnah dalam kontes politik, alasan penggunaan dan jenisnya, sampai seberapa efektifnya ia dalam menghancurkan karakter lawan.
Menurut KBBI, yang dimaksud dengan fitnah adalah perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang (seperti menodai nama baik, merugikan kehormatan orang). Dari definisi tersebut dapat ditarik sebuah penjelasan bahwa fitnah merupakan tindakan dimana seseorang menyatakan sebuah tuduhan yang tidak benar tentang orang lain dengan tujuan menjatuhkan reputasi orang tersebut. Dalam bahasa Inggris fitnah disebut sebagai defamation, which is the act of communicating to a third party false statements about a person that result in damage to that person’s reputation.
Sebagaimana yang sudah disebutkan dalam KBBI, fitnah bertujuan untuk menjelekkan orang lain, dalam hal ini, nama baik, reputasi dan martabat atau kepercayaan khalayak ramai terhadap orang tersebut. Dikarenakan tujuannya yang buruk itu, maka fitnah diatur sebagai sebuah kejahatan dalam banyak yurisdiksi. Dalam yurisdiksi negara kita, fitnah diatur dalam KUHP, tepatnya di Pasal 310 ayat (1) dan 311 ayat (1). Selain di KUHP, fitnah juga diatur dalam UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal 27 huruf a.
Dalam konteks politik—sehubungan dengan judul diatas, fitnah merupakan tindakan menyebarkan informasi bohong atau menyesatkan tentang seseorang atau kelompok politik tertentu dengan tujuan menurunkan atau menghancurkan kredibilitasnya di mata publik. Seringkali para pembuat fitnah ini berlindung di balik label cuman “kritik” atau “fakta”, padahal sejatinya fitnah mengandung unsur kebohongan, yang dimana kehadiran unsur ini bertujuan untuk memanipulasi situasi.
Fitnah dalam konteks politik seringkali berawal dari konflik antarindividu dimana dampak yang tercipta hanya sebatas antarindividu yang berkonflik juga. Namun yang lebih seringkali kita temukan, fitnah digunakan sebagai sebuah strategi, yang mana jika kita kaji, strategi ini tersusun secara sistematis untuk mencapai tujuan politik tertentu. Dan dalam perencanaannya, fitnah politik jenis ini seringkali melibatkan banyak aktor politik maupun non politik, seperti anggota partai politik, konsultan politik, pejabat politik, jurnalis, public figure (selebgram,tiktoker), dsb.
Dari paragraf sebelumnya dapat ditarik sebuah penjelasan bahwa pihak-pihak yang melakukan fitnah politik terdiri dari: aktor politik secara individu maupun berkelompok: Politikus atau Partai Politik; Tim Kampanye atau Konsultan Politik dan aktor non politik seperti Media atau Influencer.
Setelah mengetahui, definisi, dan juga para pihak yang terlibat dalam skema fitnah politik, muncul sebuah pertanyaan “apa alasan mereka menggunakan fitnah?”.
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita terlebih dulu harus mengetahui kapan fitnah politik paling sering muncul, dengan mengidentifikasi waktu kemunculannya, maka bisa ditarik sebuah penjelasan terkait alasan terciptanya fitnah tersebut. Mari kita langsung menganalisis contohnya, jika kita melihat ke beberapa bulan ke belakang, saat musim PEMILU, ada banyak fitnah secara langsung maupun tidak langsung yang ditujukan pada pasangan calon partai politik peserta pemilu, baik itu terhadap pasangan capres-cawapres, caleg DPR/DPRD/DPD. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa pemilu memang ibarat pertandingan, dimana ada pihak menang-kalah. Selain itu di dalam politik ada slogan "tidak ada teman atau lawan abadi, yang ada hanya kepentingan abadi". Inilah kemudian yang mendasari setiap paslon atau partai pengusung merasa perlu menggunakan semua cara yang tersedia, bahkan termasuk cara kotor seperti fitnah, untuk memastikan kemenangan mereka.