Mohon tunggu...
Ahmad Mutawakkil Syarif
Ahmad Mutawakkil Syarif Mohon Tunggu... Mahasiswa - Just a kid from Cendrawasih, Makassar

Hidup adalah seni menggambar tanpa penghapus

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Marriage Is Scary: Sebuah Tren Tiktok Yang Mengubah Pandangan Anak Muda Terhadap Pernikahan

18 November 2024   04:50 Diperbarui: 19 November 2024   06:07 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kumpulan orang sok elit, untuk lebih lanjut bisa cek sumber: https://www.tiktok.com/search?q=marriage%20is%20scary&t=1731879023237

MARRIAGE IS SCARY : SEBUAH TREN TIKTOK YANG MENGUBAH PANDANGAN ANAK MUDA TERHADAP PERNIKAHAN

Sebuah tren memang dapat mempengaruhi cara pandang kita terhadap sesuatu. Salah satu alasannya adalah karena banyaknya yang mengikuti dan melakukan tren tersebut. Sehingga orang-orang menganggap tren tersebut mengandung subtansi kebenaran. Inilah yang kemudian disebut sebagai The Bandwagon Effect, fenomena sosial dimana seseorang mengikuti dan melakukan apa yang mayoritas orang lain lakukan, hanya karena ingin menjadi bagian dari “arus” mayoritas tersebut. Dan pada kesempatan kali ini, sejalan dengan judul diatas, penulis akan mencoba melakukan interpretasi sederhana yang bertujuan memberikan pemahaman kepada pembaca bagaimana sebuah tren dapat mempengaruhi pola pikir dan juga cara pandang seseorang dalam melihat sesuatu. Dikarenakan subjek utama pada pembahasan kali ini adalah anak muda, maka tentu pembahasan ini akan berfokus pada anak muda. Dimulai dari bagaimana tren tiktok mempengaruhi mereka sekaligus efek tren tiktok terhadap pola pikir dan cara pandang anak muda terhadap pernikahan.

Jika ada pertanyaan terkait apa aplikasi yang saat ini paling banyak digunakan anak muda? Tentu saja jawabannya pasti tiktok. Ini sejalan dengan data yang ada bahwa negara kita, Indonesia merupakan negara dengan pengguna tiktok terbanyak di dunia per 2024, yakni 157,6 juta pengguna. Yang mana tentu jumlah itu di atas 50% dari total keseluruhan penduduk kita. Lalu jika ada pertanyaan berikutnya, apa alasan orang-orang sangat suka menggunakan tiktok? Berdasarkan survey yang dilakukan di luar negeri terhadap anak muda, sebenarnya alasannya sederhana, karena konten-konten di tiktok berdurasi pendek atau dikenal dengan sebutan “shorts video”. Namun jangan salah, meskipun berdurasi pendek, konten di dalamnya kadang padat akan informasi yang berharga, selain itu, shorts video juga fleksibel sebab bisa ditonton dimana saja dan kapan saja. Inilah alasan kenapa kemudian berbagai aplikasi ikut membuat fitur shorts video, seperti youtube shorts, reels Instagram/facebook, dsb.

Kembali ke pembahasan awal, tingginya pengguna tiktok di negara kita, menyebabkan munculnya berbagai dampak yang mencakup berbagai aspek, seperti sosial, ekonomi, budaya bahkan sampai agama. Misalnya pada aspek sosial, orang-orang melihat tiktok sebagai sarana berkomunikasi yang sedang naik daun, mereka yang ingin memperluar relasi atau membangun komunitas bisa dimulai dari tiktok, dengan membuat konten-konten yang bersifat menghibur dan bermanfaat. Selain itu pada aspek ekonomi, orang-orang melihat tiktok sebagai ladang untuk berbisnis, banyak pebisnis yang memanfaatkan TikTok untuk branding dan pemasaran produk mereka. Bahkan sekarang, orang bisa mendapat uang dari membuat konten (content creator).

Berbicara terkait pernikahan—sejalan dengan judul diatas, maka ia masuk ke dalam aspek budaya. Sebab pernikahan merupakan salah satu jenis kebudayaan. Pernikahan adalah praktik sosial universal yang hampir selalu memiliki nilai adat dan tradisi. Tak heran seringkali pelaksanaan pernikahan berakar pada tradisi yang berkembang di masyarakat. Selain itu pernikahan juga melibatkan nilai dan norma sosial yang mencerminkan identitas kelompok tertentu. Dan yang terakhir pernikahan merupakan sarana untuk mewariskan dan melestarikan budaya melalui ritual, simbolisme, dan sistem nilai yang diterapkan pada pelaksaaannya. Itulah alasan singkat mengapa pernikahan kemudian dikatakan sebagai salah satu jenis kebudayaan, apalagi di negara ini.

Dan jika kita ingin mengaitkannya dengan tren penggunaan tiktok, khususnya pada aspek budaya, maka kita akan menemukan benang merah terkait penyebab munculnya banyak tren tiktok terkait pernikahan. Salah satunya tren Marriage Is Scary”, yang viral beberapa waktu kebelakang.

 “Marriage Is Scary” merupakan tren dimana seseorang mengemukakan prasangka buruknya serta ketakutannya terhadap pernikahan. Ya, ini merupakan tren yang berdasar atas unsur pernikahan yang kemudian dipadukan dengan berbagai prasangka buruk dan ketakutan yang tak berdasar terhadap pernikahan yang kemudian dituangkan dalam bentuk kalimat tanya dengan tujuan mencari orang yang sependapat dengan apa yang dia pikirkan. Meskipun ada juga yang didasari atas pengalaman pribadi, namun secara kuantitas orang-orang yang membuat tren ini didasari oleh alasan yang pertama . Setelah melakukan pengumpulan data dengan menelusuri berbagai video serupa, ditemukan jawaban bahwa orang-orang yang mengikuti tren ini merupakan anak muda, dengan rentang usia belasan pertengahan hingga akhir dua puluhan.

Seperti yang sudah disebutkan diatas, tren ini berfokus pada berbagai prasangka, paradigma, atau apapun itu namanya, yang berorientasi pada buruknya pernikahan. Uniknya para anak muda yang mengikuti tren ini seringkali menggunakan kalimat-kalimat yang konyol untuk menggiring opini. Sebagai contoh di salah satu konten tren Marriage Is Scary, ada seorang wanita yang membuat caption seperti ini “Marriage Is Scary, What if Lo Gabisa Makan Makanan Favorit Lo, Jalan Sama Temen-Temen Lo Karena Suami Lo Bilang Harus Ngirit?”. Mari kita mulai dengan membahas subtansi pertanyaannya, penjelasannya sebagai berikut;

Pertama, makan makanan favorit dan jalan-jalan itu bukanlah kebutuhan primer manusia, artinya kebutuhan tersebut tidak mutlak harus terwujud. Makan misalnya, ada banyak orang di luar sana yang harus bekerja keras demi kebutuhan pangannya. Jadi, alih-alih protes terkait rasa takut tidak bisa menikmati makanan favorit, bukannya kita seharusnya lebih bersyukur atas apa yang kita nikmati?. Begitu halnya dengan jalan-jalan, diluar sana ada banyak orang yang jangankan memikirkan waktu untuk jalan-jalan, waktu tidurnya saja yang notabenenya termasuk kebutuhan primer terganggu. Sekali lagi, kita harus bersyukur dengam segala apa yang kita miliki hari ini.

Kedua, bagian akhir yang menyatakan keputusan dari suami terkait keharusan beririt/hemat. Pernikahan sejatinya merupakan ikatan yang penuh dengan kompleksitas, setelah menikah maka seorang laki-laki berubah statusnya menjadi suami dan seorang wanita menjadi istri. Perubahan status ini dibarengi dengan bertambahnya hak dan kewajiban yang mengikutinya. Suami misalnya, sebagai kepala keluarga ia punya kewajiban untuk mencari nafkah dan juga hak untuk membuat peraturan di dalam keluarga. Dan istri kebalikannya, ia punya kewajiban untuk mengikuti peraturan yang dibuat suaminya dan punya hak untuk menerima nafkah secara lahiriah dan batiniah dari suaminya pula. Satu hal yang perlu diingat, adalah bahwa suami sebagai kepala keluarga diharapkan dalam proses pembuatan keputusannya itu mempertimbangkan banyak hal, seperti mendengarkan pendapat anggota keluarganya, situasi dan kondisi yang dihadapi, serta dampak keputusannya itu. Atas dasar itulah keputusan yang diambil oleh suami seharusnya mengandung pertimbangan yang matang dan bukan sekadar keputusan sepihak. Dengan begitu diharapkan Istri dan anak tidak mengeluh terhadap keputusan yang seorang suami buat, sebab jika seorang istri mengeluh, hal ini bisa menjadi indikator adanya ketidakseimbangan dalam komunikasi atau kurangnya rasa saling pengertian dalam hubungan. Oleh karena itu, sangat penting bagi suami untuk tidak hanya mengambil keputusan berdasarkan logika atau pertimbangan praktis semata, tetapi juga untuk mendengarkan kekhawatiran dan pendapat istri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun