"Jago Gadget, Gagap Ilmu: Krisis Pendidikan di Era Digital”
Tulisan ini hadir sebagai keberlanjutan dari tulisan sebelumnya yang membahas terkait kecanduan gadget dan sosmed. Sejalan dengan judul diatas, maka yang menjadi fokus pembahasan kali ini berkaitan dengan dampak kecanduan tersebut terhadap dunia pendidikan. Dimana tentu yang akan menjadi subjek utama pembahasan adalah para pelajar, mulai dari tingkat sekolah dasar sampai jenjang perkuliahan. Mulai dari bagaimana mereka kecanduan, menurunnya minat belajar secara perlahan, hingga bagaimana kecanduan terrsebut bisa mengakibatkan penurunan suatu sistem pendidikan secara keseluruhan.
Sebenarnya, jika kita berbicara terkait tren penggunaan gadget dan sosmed, itu sudah dimulai sejak awal 2000-an, ditandai dengan masuknya berbagai jenis telepon genggam ke Indonesia seperti Nokia 3310, Motorola Razr, dan Sony Ericsson, lalu di rentang waktu yang kurang lebih sama lahirlah sosial media generasi pertama, seperti Friendster, My Space, Linkedln dan Facebook. Selang beberapa tahun kemudian muncullah sebuah produk bernama iphone yang dirilis oleh perusahaan apple yang menjadi jalan pembuka bagi perkembangan ponsel pintar waktu itu. Tak hanya itu, Google juga meluncurkan sebuah sistem operasi yang disebut sebagai Android, yang kemudian kita kenal sebagai pesaing utama iOS milik Apple. Dan tahun-tahun berikutnya pun berbagai inovasi di dunia gadget dan sosmed terus terjadi, sejalan dengan naiknya intensitas user dari kedua elemen tersebut.
Meningkatnya penggunaan terhadap gadget dan sosmed tersebut disebabkan berbagai faktor yang dipengaruhi oleh usia kepentingan atau tujuan penggunaan, dan tingkat keterlibatan. Setiap kategori mencerminkan perbedaan dalam perilaku, platform yang dipilih, serta cara berinteraksi. Misalnya, pada kategori orang dewasa, khususnya yang berumur 30-an keatas. Biasanya orang-orang yang termasuk ke dalam kategori ini menggunakan sosmed untuk berkomunikasi dengan teman-teman, kolega bisnis maupun keluarga jauh, ini bertujuan untuk menjaga hubungan agar tidak terputus. Dan platform yang dapat menunjang kepentingan mereka ini adalah Whatsapp dan Facebook. Selain itu, orang dewasa pada kategori ini umumnya sangat suka membaca berita, dengan tujuan agar mereka update dengan informasi terbaru, dan yang biasanya mereka gunakan adalah platform penyedia berita seperti Kompas. Namun tak jarang, ada juga orang dewasa yang menggunakan medsos untuk pekerjaan mereka, baik itu mereka yang ingin mencari pekerjaan, memperluas jaringan kerja, mempromosikan bisnis atau personal branding. Penjelasan tadi hanya sebagai contoh terkait apa alasan orang-orang pada kategori dewasa menggunakan gadget dan sosmed, dan jawabannya yang berbeda-beda, tergantung pada kepentingan masing-masing.
Hal serupa juga berlaku pada kategori anak-anak hingga remaja. Meskipun sebenarnya ada banyak faktor penyebab penggunaan gadget dan sosmed, tetapi dari perspektif penulis jawaban utamanya hanya satu, yaitu mencari hiburan. Dan berangkat dari faktor inilah yang menyebabkan berbagai faktor lainnya muncul yang kemudia dijadikan sebagai alasan penggunaan gadget dan sosmed pada kategori anak-anak sampai remaja.
Anak-anak dan remaja, satu kata yang sangat erat dengan dua jenis kelompok sosial ini adalah bermain. Bermain merupakan suatu proses dimana mereka tidak hanya bersenang-senang, tetapi juga belajar tentang diri mereka sendiri, orang lain, dan dunia sekitar. Pada masa anak-anak, bermain adalah cara mereka untuk berinteraksi dengan teman sebaya, berkreasi sekaligus berkreativitas serta membangun keterampilan di bidang sosial dan motorik. Dan seiring bertambahnya usia, jenis permainan yang mereka mainkan pasti berubah mengikuti perkembangan otak dan fisik mereka.
Dan disinilah awal mula keterlibatan gadget dan sosmed, dimana kedua elemen tersebut menjadi “permainan” bagi mereka. Dengan adanya gadget dan sosmed, bermain tidak lagi selalu berhubungan dengan aktivitas di luar rumah, tetapi bisa dilakukan secara online, seperti bermain game, chattingan, menonton kartun, dan sebagainya.
Seiring berjalannya waktu, ketika anak-anak mulai memasuki fase remaja, pandangan mereka terhadap gadget dan sosmed perlahan akan berubah. Mereka secara perlahan akan menyadari bahwa gadget dan sosmed tidak hanya sebatas “wadah” untuk mencari hiburan, namun lebih dari itu. Sebagaimana yang dikatakan di beberapa paragraf sebelumya, bahwa faktor mencari hiburan adalah faktor utama yang kemudian menjadi pintu bagi kemunculan berbagai faktor lainnya. Ketika memasuki fase remaja, para remaja ini akan menyadari pentingnya interaksi sosial. Sebab, tak dapat dipungkiri, masa remaja adalah masa yang cenderung dipenuhi konflik. Hal tersebut bisa dipengaruhi beberapa faktor, seperti faktor tekanan dari teman-teman, perbedaan prinsip dengan keluarga maupun masyarakat, atau yang paling terkenal yaitu faktor pencarian identitas.
Selain masa penuh konflik, masa remaja merupakan masa dimana seseorang haus akan validasi, dan sehubungan dengan topik yang dibahas, gadget dan sosmed kemudian menjadi wadah bagi mereka untuk mendapatkan validasi tersebut. Misalnya, ketika seorang remaja mengupload fotonya ke instagram, tentu ia berharap akan mendapatkan like atau komentar yang menunjukkan bentuk perhatian orang lain padanya. Pada dasarnya, para remaja ini ingin publik menyadari eksistensi mereka, bahwa mereka ada, hidup dan berkarya di dunia ini. Selain faktor diatas, masih ada lagi beberapa faktor lainnya yang mendsari penggunaan gadget dan sosmed di kalangan remaja.
Sebenarnya penggunaan gadget dan sosmed oleh remaja tidaklah dilarang, sebab ada banyak dampak positif yang dihasilkan seperti kemudahan akses terhadap informasi pembelajaran, sarana pengembangan soft skill dan sebagainya. Namun pada fase remaja, seorang remaja cenderung sulit untuk mengedalikan dirinya. Ini tentu bukan klaim sepihak, sebab dalam ranah sains, hal ini berkaitan erat dengan tahap perkembangan otak, khususnya pada bagian prefrontal cortex, yang berfungsi untuk pengambilan keputusan, perencanaan, dan kontrol diri. Otak bagian ini baru mencapai kematangan penuh sekitar usia 25 tahun, sehingga remaja sering kali lebih impulsif dan berfokus pada kepuasan instan daripada mempertimbangkan dampak jangka panjang. Karena itulah para remaja seringkali tidak terkendali saat bertindak, lebih lanjut, ketidakmampuan remaja dalam hal mengontrol dirinya juga yang kemudian membuat para remaja rentan mengalami kecanduan terhadap gadget dan sosmed.