Seperti yang sudah disebutkan, selain dampak buruk secara fisik, ada dampak buruk secara mental yang bisa menyerang. Salah satunya FOMO (fear of missing out), merupakan fenomena psikologis yang semakin marak di kehidupan serba modern seperti sekarang ini. Kondisi ini menggambarkan ketakutan melewatkan momen, pengalaman, atau aktivitas yang sedang terjadi atau populer di lingkungannya (halodoc.com). ini merupakan salah satu gangguan mental yang timbul akibat penggunaan gadget dan sosmed yang berlebihan. Yang mana dapat memicu kecemasan sosial dan perasaan tidak puas dengan diri sendiri karena tidak bisa mengikuti apa yang orang lain lakukan. Selain fomo, penurunan kemampuan fokus dan konsentrasi merupakan contoh lainnya. Banyaknya informasi yang beredar di sosmed menyebabkan orang cenderung mengalami kelelahan secara mental dalam memproses informasi tersebut. Dan tentu kelelahan ini akan berakibat pada sulitnya menyelesaikan tugas pekerjaan yang membutuhkan fokus dan konsentrasi lebih.
Dampak negatif terhadap kebiasaan-kebiasaan/produktivitas
Sebenarnya bagi penulis, dampak jenis ini masih masuk ke dalam ranah dampak terhadap fisik dan mental, hanya saja kemudian dipisahkan, sebab ada perbedaan dari segi faktor, pengaruh dan efek jangka panjang jika dibandingkan dengan dampak terhadap fisik dan mental. Misal dari segi faktor penyebab, dampak negatif terhadap fisik dan mental cenderung disebabkan oleh faktor biologis, genetic dan psikologis, sementara dampak negatif terhadap kebiasaan disebabkan oleh faktor perilaku dan kebiasaan sehari-hari. Selain itu dari segi pengaruh, dampak negatif terhadap fisik dan mental cenderung mempengaruhi kemampuan beraktivitas, berpikir dan merespon sesuatu. Sementara dampak negatif terhadap kebiasaan cenderung mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berkerja secara efisien, jadi bisa dikatakan bahwa orientasi dari gangguan terhadap kebiasaan adalah performa, tidak selalu berhubungan dengan faktor fisik dan psikologis.
Adapun dalam konteks kecanduan sosmed, contoh nyata dari dampak negatif terhadap kebiasaan adalah munculnya kebiasaan menunda-nunda pekerjaan. Memang tak dapat dipungkiri, seringkali sosmed membuat kita terdistraksi dari tugas kita, di mana notifikasi dari gadget yang terkadang berisi chat dari teman, update berita ataupun konten hiburan yang menarik perhatian dapat dengan mudah mengalihkan fokus kita dari tugas yang sedang dikerjakan. Distraksi inilah yang menyebabkan kita sulit untuk mempertahankan konsentrasi, sehingga waktu produktif terbuang sia-sia. Akibatnya, produktivitas kita secara keseluruhan mengalami penurunan, yang berimbas pada kualitas pekerjaan yang ikut menurun, baik dalam hal kecepatan penyelesaian maupun hasil akhirnya.Â
Selain di bidang karier, gangguan terhadap kebiasaan ini meluas ke bidang pendidikan juga. Saat ini, tidak sedikit pelajar yang lebih memilih untuk menghabiskan waktu mereka bermain game online, menonton live streaming, atau sekadar scrolling media sosial selama berjam-jam tanpa tujuan jelas, dibandingkan dengan memfokuskan diri pada kegiatan belajar. Kebiasaan ini tidak hanya menyita waktu yang seharusnya digunakan untuk belajar, tetapi juga menurunkan tingkat konsentrasi mereka terhadap subtansi pelajaran. Akibatnya, para pelajar ini sering kali mengalami penurunan kualitas akademik, ini dapat dilhat dari berkurangnya prestasi belajar, nilai ujian yang anjlok, dan kesulitan memahami materi yang disampaikan guru. Ini bisa berdampak negatif pada perkembangan intelektual dan kesiapan para pelajar menghadapi tantangan di masa depan.
Dampak negatif terhadap interaksi sosial
Kehadiran gadget dan media sosial sejatinya telah mengubah cara orang berinteraksi dan berkomunikasi, di mana kini orang lebih sering memilih untuk berinteraksi secara online dibandingkan bertatap muka langsung. Misalnya, meeting dengan klien yang sebelumnya dilakukan secara tatap muka kini beralih ke aplikasi seperti Zoom, proses  pembelajaran dan pengumpulan tugas yang dulunya dilakukan di ruang kelas kini dialihkan melalui Google Meet dan Google Classroom. Meskipun aplikasi-aplikasi ini menawarkan kemudahan dan fleksibilitas, ada kalanya dalam situasi tertentu, seperti ketika kualitas jaringan internet tidak stabil, potensi miskomunikasi dan kesalahan dalam interpretasi meningkat. Hal ini dapat menimbulkan kesalahpahaman yang berujung pada timbulnya konflik bagi pihak-pihak di dalamnya.
Selain itu, ketergantungan yang berlebihan terhadap gadget dan media sosial berkontribusi pada penurunan kepekaan sosial seseorang terhadap lingkungan sekitar. Ketika seseorang lebih sering memilih untuk berinteraksi secara digital daripada bertemu langsung, mereka perlahan-lahan kehilangan keterampilan sosial dasar, seperti kemampuan menyapa dan memulai percakapan dengan orang lain, menanggapi suatu interaksi, meminta bantuan, dan lain sebagainya.  Akibatnya, orang-orang ini mungkin mulai merasa tidak nyaman dalam situasi sosial yang melibatkan tatap muka, sehingga cenderung menghindarinya. Hal ini memperkuat kecenderungan untuk menjadi antisosial, di mana individu memilih untuk menarik diri dari kegiatan sosial atau komunitas, tidak peduli dengan orang lain dan lebih memilih hidup dalam dunia digital yang terkendali. Ini terbukti dengan adanya fenomena phubbing (phone snubbing), di mana seseorang mengabaikan orang-orang di sekitarnya karena terlalu sibuk dengan ponsel mereka, adalah salah satu contoh nyata dari menurunnya kepekaan sosial manusia. Dalam jangka panjang, hal ini bisa berakibat munculnya dampak negatif terhadap kesehatan fisik dan mental.